Pemerintah Harus Menegaskan Pancasila sebagai Dasar Negara, Bukan Pilar
Pancasila harus tetap berdiri sebagai dasar negara, bukan pilar negara, sebagaimana disosialisasikan MPR RI. Sebagai pilar negara, Pancasila mudah diganti dengan ideologi mana pun.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
ENDE, KOMPAS — Pemerintah diingatkan untuk menegaskan kembali bahwa Pancasila bukan salah satu dari empat pilar negara yang disosialisasikan MPR, kemudian mendapat penolakan dari Mahkamah Konstitusi. Pancasila tetap sebagai Dasar Negara yang kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlaku dari Sabang sampai Merauke. Sosialisasi Pancaslia sebagai Dasar Negara sebaiknya dilakukan kepada kelompok-kelompok yang ingin menggantikan Pancasila dengan idelogi lain.
Koordinator Komunitas Pancasila Dasar Negara Bukan Pilar, Kangjeng Raden Aryo Panji Eri Ratmantodihubungi di Ende, Rabu (1/6/2022), mengatakan, dirinya bersama sejumlah anggota Komunitas Pancasila sebagai Dasar Negara Bukan Pilar hadir dalam peringatan hari Lahir Pancasila di Ende.
Meski datang jauh dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, komunitas ini tidak diakomodasi oleh panitia peringatan Harlah Pancasila di Ende untuk masuk mengikuti upacara peringatan Harlah 1 Juni 2022 di dalam lapangan, bersama Presiden Joko Widodo.
Dikatakan, mereka bersama masyarakat kecil berada di luar lapangan upacara. Lapangan yang dihadiri Presiden itu hanya cukup untuk 300 peserta. Kehadiran di Ende, tepat Harlah Pancasila, merupakan janjinya.
”Nazar saya mencukur rambut saat tiba di Ende sebagai dukungan terhadap Pancasila sebagai dasar negara, bukan pilar, tidak jadi karena semua tempat cukur rambut ditutup demi kehadiran Presiden,” kata Eri.
Bahkan, semua kamar hotel dan tempat penginapan di Ende penuh diisi para tamu. Akibatnya, Eri dan ratusan tamu dari luar terpaksa menginap di rumah-rumah warga setempat.
Seusai peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Presiden dengan kelikopter menuju Bandara Soa, Ngada, selanjutnya melakukan perjalanan menuju ”Kampus Bambu”, pusat budidaya bambu oleh salah satu perusahaan swasta di Ngada, dan kunjungan ke Pasar Tradisional Boubou, Bajawa.
Presiden dan rombongan kembali ke Ende dengan helikopter, kemudian melakukan perjalanan pulang ke Jakarta.
Trah Pangeran Samber Nyawa (Mangkunegoro Pertama) ini mendesak pemerintah segera menegaskan dan mengembalikan posisi Pancasila sebagai dasar negara, bukan sebagai pilar negara.
Kata pilar negara ini sangat lemah, rapuh, mudah diganti dengan pilar lain dibandingkan sebagai dasar negara. Keempat pilar yang disosialisasikanMPR RI, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Selain memasukkan Pancasila menjadi salah satu pilar bangsa, MPR juga sudah melakukan amandemen terhadap UUD 1945 untukkeempat kali. Lebih lagi, amandemen itu tidak tercatat dalam lembaran negara.
Nazar saya mencukur rambut saat tiba di Ende sebagai dukungan terhadap Pancasila sebagai dasar negara, bukan pilar, tidak jadi karena semua tempat cukur rambut ditutup demi kehadiran Presiden. (Erui Ratmanto)
”Jangan sampai suatu saat pembukaan UUD 1945 pun diamandemen. Jika ini terjadi dan mayoritas masyarakat diam, tanpa disadari negara ini sudah digiring ke ideologi tertentu,” katanya.
Sentana Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat ini mengatakan, Komunitas Pancasila Dasar Negara Bukan Pilar menghadirkan sebuah buku berjudul ”Pancasila sebagai Dasar Negara, Bukan Pilar”, yang ditulis oleh 26 penulis, dari berbagai kalangan. Buku ini wajib dibaca semua warga bangsa ini untuk membangun pemahaman yang tepat tentang Pancasila.
Perjuangan komunitas ini berdasar juga pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100 Tahun 2014 yang menyatakan Pancasila bukan Pilar, sekaligus membatalkan Pasal 34 Ayat 3(b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Pemohon uji materi uji materi undang-undang tersebut adalah Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya-Solo dan Semarang.
Kata pilar dan dasar negara, dua kata yang memiliki makna sangat berbeda, oleh karena itu frasa dasar negara tidak bisa diganti dengan istilah apa pun.
Pemikiran ini harus diluruskan dan disosialisasikan agar tidak dimanfaatkan pihak tertentu karena dapat merugikan masa depan bangsa. ”Kekeliruan fatal seperti ini tidak bisa dibiarkan berlangsung begitu saja. MK sudah membatalkan istilah itu, pemerintah harus mengembalikan posisi Pancasila sebagai dasar negara, bukan pilar lagi,” ujarnya.
Tokoh pejuang Pancasila Sakti, Bung Sila atau Liberius Langsinus, juga anggota Komunitas Pancasila Dasar Negara Bukan Pilar saat menerima sesame anggota komunitas di Ende mengatakan, sosialisasi Pancasila oleh pemerintah dan MPR selama ini pun terbatas di kalangan atas yang sudah paham Pancasila.
Sosialisasi itu mestiya terhadap kelompok masyarakat akar rumput dan terhadap kelompok-kelompok yang berseberangan dengan Pancasila.
Pemerintah mudah mengidentifikasi, kelompok mana yang perlu diberi pemahaman secara mendalam dan lengkap mengenai Pancasila dan butir-butir yang terkandung di dalamnya. Kelompok ini malah dengan terang-terangan melakukan pawai keliling di beberapa kota menjelang hari Lahir Pancasila.
Penggemar ideologi yang berseberangan dengan Pancasila ini sudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, instansi pemerintah, dan bahkan perguruan tinggi. Aktivitas mereka tertutup, tetapi dapat dipantau melalui sejumlah hal yang mereka tampilkan atau perkenalkan.
”Saya kira intelijen kita tahu siapa mereka itu. Nah, kelompok yang berseberangan dengan Pancasila ini mestinya sesering mungkin mendapatkan penjelasan dan pendalaman tentang Pancasila,” kata Bung Sila.
Ia mengatakan, masyarakat Ende dan Indonesia timur pada umumnya tidak punya listrik, air bersih, dan infrastruktur jalan yang memadai, tetapi mereka sangat Pancasilais dalam kehidupan sehari-hari. Sementara kelompok yang berseberangan dengan Pancasila ini menikmati sarana dan prasarana yang begitu lengkap dihadirkan pemerintah.
”Komunitas ini juga telah mengunjungi sungai di Nangapanda, Ende, yang menghanyutkan sebuah ambulance yang membawa jenazah saat menyeberangi sungai kemudian viral di media soal pekan ini. Ende ini sebagai benih-benih Pancasila digali, kemudian dikumandangkan ke seantero Indonesia sampai hari ini,” kata Bung Sila.
Bung Karno yang menggali nilai-nilai Pancasila sambil duduk merenung di bawah pohon sukun. Jangan sampai nilai-nilai Pancasila yang digali Soekarno ini kemudian dikuburkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang melalui paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Pria Sikka, yang mengelilingi Indonesia sambil menyosialisasikan Pancasila Sakti dan menanam pohon sukun di sejumlah provinsi (2011-2012) ini mengatakan, hingar-bingar dan gegap gempita pada hari Lahir Pancasilaitu penting. Namun, lebih penting lagi adalah bagaimana menjadikan Pancasila benar-benar sebagai dasar negara ini di semua lapisan masyarakat.
”Bila perlu, pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila digalakan lagi di sekolah-sekolah dan masyarakat umum,” katanya.