Cegah Penyakit Mulut dan Kuku, Kota Cirebon Intensifkan Pengawasan Ternak
Hingga Selasa (24/5/2022), belum ditemukan kasus penyakit mulut dan kuku di Kota Cirebon Namun, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Cirebon mengintensifkan pengawasan ternak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Cirebon, Jawa Barat, mengintensifkan pengawasan ternak untuk mencegah penyebaran penyakit mulut dan kuku. Selain mengecek surat kesehatan hewan, petugas juga memberi vitamin dan obat ternak.
Pada Selasa (24/5/2022) sore, misalnya, sejumlah petugas Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kota Cirebon memantau kesehatan di kandang sapi wilayah Kalijaga. Mereka memberi obat cacing dan vitamin terhadap sapi yang tampak lemas. Meski demikian, tidak ditemukan sapi yang bergejala PMK.
”Pantauan sejauh ini, sapinya sehat. Kemarin juga ada Balai Veteriner Subang. Pemeriksaan di kandang lain tidak ditemukan PMK (penyakit mulut dan kuku). Ada sekitar 30 kandang yang diperiksa,” ujar Subkoordinator Peternakan DKPPP Kota Cirebon Kukuh Gunatama.
Meski belum ada laporan kasus PMK, pihaknya mengintensifkan pengawasan ternak dari luar daerah ke Kota Cirebon. Jika sebelumnya petugas memeriksa ternak tiga bulan sekali, kali ini lebih sering, yakni sepekan sekali. Petugas, antara lain, mengecek surat kesehatan hewan (SKH).
Pemkot Cirebon, lanjutnya, telah menerbitkan surat edaran terkait proses penerimaan hewan dari luar daerah sesuai kebijakan Kementerian Pertanian. Surat itu mengharuskan ternak yang masuk ke Cirebon mempunyai SKH yang ditandatangani dokter hewan berwenang dan rekomendasi.
”Kami juga menolak hewan dari daerah asal wabah PMK,” ucapnya. Sebelumnya, Kementerian Pertanian menetapkan PMK sebagai wabah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, pada 9 Mei melalui Keputusan Nomor 403 dan 404 Tahun 2022.
Adapun kasus PMK sudah tersebar sedikitnya di 60 kabupaten/kota di 15 provinsi. Hingga 19 Mei 2022, Kementan mencatat, ada 16.043 hewan ternak dari daerah tersebut. Dari jumlah itu, 4.340 ekor atau 27,05 persen sembuh dan 232 ekor (1,45 persen) dinyatakan mati.
PMK ini bukan zoonosis, tetapi penularannya cepat di ternak. Kerugiannya lebih pada bidang ekonomi.
Pengawasan terhadap lalu lintas ternak, lanjutnya, diperlukan karena sebagian ternak di Kota Cirebon berasal dari Jawa Tengah. Saat ini, lanjutnya, terdapat 369 sapi, 5.221 domba, dan 3.228 kambing di Cirebon. Jumlahnya bisa melonjak hingga 1.000 ekor saat Idul Adha.
”Untuk antisipasi (PMK) jelang Idul Adha, kami sudah ada kebijakan pembatasan lalu lintas ternak dari daerah wabah di Jatim,” katanya. Pihaknya juga telah menyosialisasikan pencegahan PMK kepada peternak, termasuk membentuk satuan tugas penanganan PMK.
Penyakit yang disebabkan virus itu memiliki gejala demam tinggi, luka seperti sariawan di rongga mulut, serta keluar busa dan lendir berlebihan di mulut. Gejala lainnya, luka pada kuku dan kaki ternak. Penyakit ini menyerang sapi, kerbau, domba, dan hewan berkuku lainnya.
”PMK ini bukan zoonosis (penyakit binatang yang menular ke manusia), tetapi penularannya cepat di ternak. Kerugiannya lebih pada bidang ekonomi,” ujar Tyas Noormalasari, dokter hewan di DKPPP Kota Cirebon. Adapun masa inkubasi virus tersebut dari 2 hingga 14 hari.
Oleh karena itu, seorang dokter hewan dan petugas bersiaga di setiap kecamatan. Di Kota Cirebon, terdapat lima kecamatan. ”Temuan kami hanya anoreksia karena nafsu makan berkurang. Ini bisa dipengaruhi perubahan cuaca. Obat dan vitamin masih cukup, tetapi kami menunggu vaksin dari Kementan,” katanya.
H Abdul Hamid, peternak sapi di Kota Cirebon, mengaku khawatir dengan wabah PMK. Apalagi, peternak akan menjual sapinya untuk Idul Adha dua bulan ke depan. Ia pun rutin menyemprotkan disinfektan ke area kandang yang berisi 70 sapi setiap pagi dan sore.
”Saya juga sudah siapkan tempat karantina kalau ada yang gejala PMK. Maunya,sih,sapinya dikasih vaksin untuk kekebalan, dan vaksinnya gratis,” ujar Hamid.