Sedikitnya 622 Ekor Ternak di Jabar Terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku
Sebanyak 622 ekor ternak di Jawa Barat terdeteksi mengalami penyakit mulut dan kuku atau PMK. Penyakit itu tersebar di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Indramayu, serta Kota Banjar dan Tasikmalaya.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Sebanyak 622 ekor ternak di Jawa Barat terdeteksi mengalami penyakit mulut dan kuku atau PMK. Selain menggelar sosialisasi dan memberikan bantuan vitamin kepada peternak, pemerintah daerah juga mengawasi pergerakan hewan ternak. Berbagai upaya itu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Koordinator Wilayah III Satuan Tugas PMK Jabar Ahmad Gufron mengatakan, hingga Senin (16/5/2022) sore, terdapat 622 ternak yang dilaporkan terjangkit PMK. ”Penyebarannya lebih dahsyat dari Covid-19 karena lewat udara pun bisa tertular,” ujar Gufron saat menghadiri sosialisasi PMK di Kantor Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kuningan, Selasa (17/5).
Ratusan hewan ternak yang tertular tersebar di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Indramayu, serta Kota Banjar dan Tasikmalaya. Awalnya, pihaknya menerima informasi dugaan kasus PMK di Garut pada Jumat (6/5). Keesokan harinya, petugas langsung mengecek ke lapangan. Pada Senin (9/5), pihaknya mendeteksi kasus positif PMK.
Dua hari terakhir, kasus terbaru ditemukan di Kuningan dengan jumlah 7 ekor sapi dan Indramayu dengan 4 ekor sapi. Pihaknya menduga kasus PMK di Kuningan berasal dari Tasikmalaya. ”Kalau (kasus PMK) di Indramayu masih tracing (penelusuran),” ucap Gufron yang menangani wilayah III Jabar, yakni Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.
Pemerintah Provinsi Jabar, lanjutnya, telah membentuk satuan tugas untuk mengantisipasi PMK. Warga dapat melapor ke nomor 081394478396 jika menemukan kasus PMK. Penyakit pada hewan yang disebabkan virus itu memiliki gejala demam tinggi, luka seperti sariawan di rongga mulut, serta keluar busa dan lendir berlebihan di mulut. Gejala lainnya, luka pada kuku dan kaki ternak.
Penyakit yang menyerang sapi, kerbau, domba, dan hewan berkuku lainnya itu tidak menular ke manusia. Adapun masa inkubasi penularannya berkisar 2 hingga 14 hari. Gufron memastikan, PMK dapat disembuhkan dengan mengisolasi hewan serta memberinya vitamin dan antibiotik. ”Dari 622 yang (tertular) sampai kemarin, 200 (ternak) sembuh,” ucapnya.
Potensi kerugian (akibat PMK) itu sekitar Rp 20 triliun di Indonesia. Ini baru sektor primer saja, belum turunannya.
Meski demikian, pihaknya tetap mengawasi lalu lintas ternak yang masuk ke Jabar. Pihaknya akan menolak ternak yang berasal dari daerah tertular PMK. Adapun ternak dari daerah tak terdampak bisa masuk ke Jabar dengan persyaratan surat keterangan kesehatan hewan dan rekomendasi. Petugas di daerah tujuan akan memverifikasi berbagai dokumen itu.
Menurut Gufron, pemerintah kabupaten/kota tengah menyiapkan detail pengawasan lalu lintas ternak tersebut, termasuk membuat posko. ”Potensi kerugian (akibat PMK) itu sekitar Rp 20 triliun di Indonesia. Ini baru sektor primer saja, belum turunannya. Itu sebabnya penanganannya harus multi-stakeholder. Tidak mungkin pemerintah dan peternak saja,” tuturnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan Dadi Hariadi mengatakan, enam pusat kesehatan hewan di Kuningan siap mendampingi para peternak mencegah PMK. Pemkab juga masih berkoordinasi dengan peternak terkait pengawasan mobilisasi ternak antardaerah. ”Rata-rata sapi di Kuningan itu berasal dari luar, seperti Boyolali dan Tasikmalaya,” ujarnya.
Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Kuningan Rofiq mengatakan, populasi sapi potong di Kuningan mencapai 28.000 ekor, sapi perah 7.000 ekor, dan domba 120.000 ekor. Bahkan, sentra sapi perah di Cigugur terkenal dengan produk susunya. ”Populasi ternak di sini sangat luar biasa. Kalau (PMK) menyebar, kerugian ekonomi luar biasa,” ujarnya.