Diikuti 1.043 Orang, Tradisi Mangenta Suku Dayak di Kalteng Raih Rekor MURI
Tradisi mangenta yang dikenalkan ke publik dalam rangkaian acara Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2022 mendapat rekor MURI dengan peserta terbanyak. Acara itu jadi bagian peringatan hari jadi Provinsi Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Tradisi mangenta Suku Dayak dalam Festival Budaya Isen Mulang 2022 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia atau MURI dengan jumlah peserta terbanyak, yakni 1.043 orang. Tradisi mangenta menjadi catatan baru karena belum ada daerah, bahkan negara lain yang menggelar tradisi serupa secara massal.
Pada Minggu (22/5/2022), ribuan orang berkumpul di Bundaran Besar Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, untuk menyaksikan 1.043 peserta mangenta beraksi. Ribuan peserta datang dari 14 kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah.
Mangenta merupakan tradisi memasak kenta atau beras ketan dari leluhur Suku Dayak yang turun temurun diberikan ke generasi berikutnya. Dalam upacara adat, mangenta dilakukan seusai panen padi sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Dayak kepada Sang Pencipta yang memberikan berkah panen.
Dari pantauan Kompas, padi ketan disangrai di sebuah wajan sembari dipanaskan dengan kayu api di bawahnya. Padi yang mulai matang akan meletup-letup dan mengelupas sendiri dari kulitnya. Setelah itu, padi dibersihkan agar menyisakan beras ketan.
Beras ketan yang masih panas itu kemudian dipindahkan ke wadah kayu tempat mereka menumbuk. Semua peralatan kayu itu terbuat dari ulin. Sanja (45), salah satu peserta asal Kabupaten Katingan, mengungkapkan, rasa kenta yang ditumbuk menggunakan kayu dan batu akan berbeda. Jenis alat tumbuk memengaruhi rasa.
”Setelah selesai ditumbuk sampai hancur, dibersihkan lagi dengan air. Setelah itu baru diolah,” kata Sanja.
Mangenta merupakan tradisi memasak kenta atau beras ketan dari leluhur Suku Dayak yang turun temurun diberikan ke generasi berikutnya.
Sanja mengungkapkan, kenta yang sudah ditumbuk kasar dicampur air hangat, gula pasir, atau gula merah, lalu dicampur kelapa muda. Setelah itu kenta dibagikan kepada para pengunjung yang datang dan langsung disantap.
”Dulu itu kalau panen, pasti ada tradisi membuat kenta. Sekarang ini kalau hari raya di rumah kadang masih bikin makanan, ini khas di Kalteng,” kata Sanja.
Terkait kegiatan tersebut, Senior Manager MURI Awan Rahargo, menjelaskan, awalnya peserta yang terdaftar hanya 530 orang. Namun, animo terus meningkat sehingga peserta bertambah menjadi 1.043 orang.
Jumlah peserta itu, lanjut Awan, merupakan yang terbanyak dalam kategori baru ini. ”Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia,” ujarnya.
Awan mengungkapkan, pihaknya bangga bisa punya kesempatan menyaksikan tradisi leluhur bangsa yang sudah turun-temurun dilakukan. ”Kenta merupakan salah satu makanan tradisional khas masyarakat Dayak di Kalteng. Ini bisa dibilang langka karena sudah jarang ditemui,” ucapnya.
Menurut Awan, perlu upaya-upaya konkret untuk memperkenalkan kenta ini kepada masyarakat luas sebagai bagian dari pelestarian budaya. ”Ini menjadi salah satu pelestarian budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. MURI hadir dan akan mempersembahkan piagam penghargaan,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah Adiah Chandra Sari mengungkapkan, FBIM 2022 merupakan tahap awal dari mengenalkan budaya termasuk masakan khas di Kalteng. Di acara mangenta itu, pihaknya mengundang seluruh koki atau chef dari berbagai restoran dan hotel di Kalimantan Tengah. Harapannya makanan tradisional bisa disajikan dan dikenalkan lewat tempat-tempat tersebut.
”Mungkin bisa disajikan sebagai makanan penutup karena manis, bisa juga ditambahkan coklat dan lainnya, tetapi dasar dan cara pembuatannya tak berubah,” kata Adiah.
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk pelestarian warisan budaya kuliner Kalteng. Mangenta merupakan proses mengolah bahan dari padi menjadi kenta atau ketan dan merupakan kearifan lokal kuliner Kalteng.
”Tradisi ini diharapkan selalu menjiwai perilaku masyarakat dalam membangkitkan semangat gotong royong dan tanggung jawab sosial, disiplin, serta pantang menyerah dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ucap Sugianto.
Sugianto mengungkapkan, selama hampir dua tahun, FBIM batal dilaksanakan karena pandemi Covid-19. Namun, melihat kasus aktif Covid-19 di Kalteng yang mulai terkendali, acara tersebut bisa kembali digelar.
”Mangenta akan diperkenalkan kembali ke masyarakat, khususnya di Kalteng, karena selain sudah dikaji, hari ini diperkenalkan juga proses membuat kenta. Harapannya ini bisa menjadi bagian dari warisan budaya yang harus kita jaga. Khususnya generasi muda harus tahu cara mangenta,” jelasnya.