Penyelundupan Benih Lobster Senilai Rp 3,2 Miliar ke Singapura Digagalkan
Penyelundupan 30.911 benih bening lobster ke Singapura digagalkan. Penyelundupan senilai Rp 3,2 miliar ini jadi peringatan bagi pemangku kepentingan di Bandara Juanda menyusul dibukanya kembal penerbangan internasional.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Aparat Pangkalan Udara TNI Angkatan Laut Juanda, Surabaya, menggagalkan penyelundupan sebanyak 30.911 ekor benih bening lobster dengan tujuan Singapura. Kasus penyelundupan senilai Rp 3,2 miliar ini menjadi peringatan bagi seluruh pemangku kepentingan di Bandara Juanda, menyusul dibukanya kembali penerbangan langsung internasional dari Surabaya.
Komandan Pangkalan Udara TNI Angkatan Laut (Lanudal) Juanda Kolonel Laut Heru Prasetyo mengatakan, upaya penyelundupan benih bening lobster (BBL) dilakukan oleh ST (50), warga Sidoarjo, Jawa Timur. Pelaku menyaru sebagai penumpang pesawat milik maskapai Scoot Air TR263 dengan tujuan Singapura pada Kamis (12/5/2022).
”Dalam aksinya tersebut, dia membawa sebuah koper dan tas ransel yang dipakai untuk menyembunyikan benih lobster dan mengelabui petugas,” ujar Heru, Selasa (17/5).
Mantan General Manager Bandara Juanda Surabaya itu menambahkan, penyelundupan tersebut terungkap berkat informasi intelijen. Petugas pengamanan Terminal 2 Bandara Juanda yang mencurigai pelaku langsung memeriksa barang bawaannya. Dari hasil pemeriksaan itu didapati puluhan ribu ekor BBL yang dikemas dalam 41 kantong plastik.
Menurut rencana, BBL akan dijual di Singapura. Pelaku yang diduga bekerja dalam jaringan penyelundup internasional ini memilih modus lama, yakni membawa benih lobster sebagai barang bawaan dalam pesawat. Penyidik Bea Cukai Juanda dan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) I Surabaya masih mengembangkan kasusnya.
Kepala BKIPM I Surabaya Suprayogi mengatakan, BBL yang diselundupkan merupakan jenis mutiara dan pasir. Benih ini banyak dijumpai di perairan Indonesia, seperti di wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Penyelundup biasanya menjual benih tersebut di Singapura dan selanjutnya dibawa ke Vietnam untuk dibudidayakan.
”Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini adalah memperbolehkan penangkapan benih bening lobster untuk dibudidayakan. Namun, penjualan benih ke luar negeri tidak diperbolehkan agar nelayan dan pembudidaya lokal mendapatkan nilai tambah,” kata Suprayogi.
Penangkapan dan penjualan BBL di dalam negeri oleh nelayan atau pembudidaya harus disertai dengan surat keterangan dari dinas perikanan kabupaten/kota. Adapun untuk penjualan ke luar negeri harus tersertifikasi dari balai karantina.
Selain itu, lobster yang diekpor harus memenuhi standar untuk kebutuhan konsumsi. Untuk lobster pasir, misalnya, berat minimal 150 gram per ekor. Sementara itu, untuk lobster mutiara, berat minimal 200 gram per ekor. Selain memberikan nilai tambah bagi pembudidaya lokal, larangan ekspor benih lobster juga bertujuan melindungi kekayaan hayati Indonesia.
Suprayogi menambahkan, meski sudah ada larangan perdagangan BBL ke luar negeri, upaya penyelundupan tetap marak. Selama 2022, misalnya, tercatat telah terjadi tiga kasus penyelundupan benih lobster ke luar negeri. ”Dua kasus sebelumnya terjadi di Banyuwangi dan Kabupaten Malang. Untuk mencegah perdagangan benih lobster secara ilegal, upaya pengawasan terus ditingkatkan,” ucapnya.
Suprayogi menambahkan, penyelundup benih lobster akan diproses hukum. ST terancam dikenai hukuman pidana selama 8 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 92 juncto Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana perubahan UU Nomor 45 Tahun 2009 dan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Jatim I Padmoyo Tri Wikanto mengatakan, pihaknya masih mengembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan pelaku ST. Saat ditangkap, pelaku dalam kondisi sendirian. Penyidik juga berupaya mengungkap asal benih lobster yang akan diselundupkan.
Untuk kepentingan penyidikan, benih bening lobster hanya disisihkan sekitar 600 ekor. Adapun sisanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan budidaya perikanan. Budidaya lobster di dalam negeri masih merupakan hal baru. Sebelumnya, benih lobster ditangkap dari perairan dan dijual secara ilegal ke luar negeri.
Menurut Padmoyo, penyelundupan benih lobster melanggar ketentuan tentang kepabeanan, yakni Pasal 102 A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Ancaman hukuman bagi pelanggar ketentuan ini adalah minimal 1 tahun penjara dan paling lama 10 tahun penjara. Selain itu, denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Selain melibatkan Lanudal Juanda, BKIPM I Surabaya, dan BC Jatim, penindakan terhadap upaya penyelundupan benih lobster terwujud berkat peran serta Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya, PT Angkasa Pura I, dan Otoritas Bandara Wilayah III Surabaya.