Pelajaran dari Insiden Seluncuran Waterpark Kenjeran
Pengawasan terhadap kelaikan, keandalan, dan keamanan sarana, wahana, dan fasilitas di obyek wisata menjadi upaya penting pencegahan kecelakaan agar peristiwa seluncuran ambrol Waterpark Kenjeran, Surabaya, tak berulang.
Peristiwa 17 orang luka dan cedera akibat terjatuh dari seluncuran air Waterpark Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur, yang patah dan ambrol, Sabtu (7/5/2022), memberikan pelajaran berharga. Kejadian naas itu terkait dengan banyak pihak.
Tuntutan tanggung jawab jelas diarahkan kepada pengelola Waterpark dalam kawasan Kenjeran Park di tepi Selat Madura itu. Pengelola dianggap tidak becus melindungi keamanan dan keselamatan pengunjung. Namun, gugatan juga bisa diarahkan kepada Pemerintah Kota Surabaya karena lemah pengawasan.
Sampai dengan Kamis (12/5/2022), Waterpark Kenjeran masih ditutup untuk penyelidikan oleh Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak. Lokasi kejadian masih dikelilingi garis polisi. Lokasi hiburan lainnya dalam Kenjeran Park, yakni Atlantis Land, Pantai Ria Kenjeran, dan Kelenteng Sanggar Agung, masih terbuka untuk umum.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Anton Elfrino Trisanto, lima saksi telah diperiksa. Mereka terdiri dari dua saksi pengelola dan tiga saksi korban. Penyelidikan juga didukung tim Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jatim.
”Masih dalam penyelidikan dan jika ada unsur kelalaian akan ditetapkan dan diumumkan tersangka,” kata Anton.
Sebelumnya, General Manager Kenjeran Park Paul Steven mengatakan, pengelola bertanggung jawab dengan menanggung seluruh biaya perawatan dan pengobatan korban di Rumah Sakit Umum Daerah dr Mohamad Soewandhi dan RSUD dr Soetomo.
”Mewakili manajemen, kami memohon maaf kepada masyarakat atas kejadian yang tidak diinginkan itu,” ujar Steven.
Pengelola menyanggah tudingan kurang memerhatikan kelaikan dan keamanan wahana, sarana, dan fasilitas permainan. Mereka mengklaim rutin merawat, memeriksa, dan sebelum membuka obyek wisata menguji terlebih dahulu wahana, sarana, dan fasilitas permainan untuk memastikan keamanan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pengelola harus bertanggung jawab terhadap keluarga korban. Pengelola obyek wisata juga harus memastikan aspek kelaikan wahana, sarana, dan fasilitas untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengunjung. Pengawasan dan pemeliharaan menjadi amat penting.
”Saya memperingatkan seluruh pemilik dan pengelola obyek wisata untuk mengevaluasi menyeluruh semua wahana, sarana, dan fasilitas untuk menjamin keselamatan pengunjung,” kata Eri.
Evaluasi menyeluruh diperlukan karena serangan Covid-19 sejak Maret 2020 mengakibatkan sebagian besar obyek wisata yang berwahana terpaksa berhenti operasi atau menerima pengunjung amat terbatas. Dalam dua tahun terakhir berbagai wahana di obyek wisata kemungkinan kurang terawasi karena tidak atau amat jarang terpakai.
Kejadian naas di waterpark itu terjadi dalam masa libur Lebaran 2022. Situasi pandemi Covid-19 terkendali. Aparatur melonggarkan pengetatan terhadap aktivitas sosial masyarakat. Di sektor pariwisata, obyek wisata boleh dibuka dan dikunjungi secara optimal, misalnya sampai mendekati kapasitas penuh.
Abdul Malik Sadin, orangtua dari tiga anak yang terluka akibat kejadian di waterpark, meminta aparatur dengan tegas dan adil menangani kasus kecelakaan itu. Pengelola harus bertanggung jawab dengan memastikan keamanan. Pihak-pihak lain juga jangan cuci tangan jika secara regulasi sebenarnya juga harus bertanggung jawab.
Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain mengubah UU No 10/2009 tentang Kepariwisataan. Dalam ketentuan UU Cipta Kerja Pasal 15 disebutkan, untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata, pengusaha pariwisata wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat.
Regulasi juga mewajibkan semua pengusaha pariwisata, antara lain, memberikan kenyamanan, keramahan, pelindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan. Selain itu, memberikan pelindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi. Pengusaha pariwisata juga harus turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya.
UU Cipta Kerja ternyata juga memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam hal penerbitan perizinan berusaha. Daerah agar menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata dan mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Namun, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, pengawasan taman rekreasi dengan adanya UU Cipta Kerja berada pada pemerintah pusat. Daerah hanya dapat menegur, tidak bisa menindak, jika ada pengaduan dari masyarakat atau kejadian.
”Kami akhirnya fokus pada pemulihan dan pendampingan korban karena terkait sanksi dan evaluasi perkara merupakan kewenangan pemerintah pusat,” kata Wiwiek. Surabaya melaporkan kejadian itu ke provinsi dan pusat serta menunggu hasil penyelidikan atau perjalanan kasus hukumnya.
Kesadaran
Dari peristiwa di Waterpark Kenjeran itu, Pemerintah Kota Surabaya meminta seluruh pengusaha pariwisata meningkatkan perhatian terhadap keamanan dan kelaikan sarana, wahana, dan fasilitas untuk menjamin keselamatan pengunjung.
Aparatur pemerintah berwenang untuk meminta dan memeriksa kelengkapan laporan dan kelaikan pengelolaan wahana, sarana, dan fasilitas di obyek wisata dan ruang publik. Itu juga berlaku terhadap ”aset” pemerintah dalam pengelolaan perusahaan daerah. Di Surabaya misalnya taman kota, museum, alun-alun, kebun binatang, taman flora, kebun bibit, hutan raya mangrove, dan taman hiburan pantai.
Eri mengatakan, secara berkala, seharusnya pengusaha atau pengelola pariwisata memberikan laporan perkembangan, perawatan, dan penanganan. Sumber daya manusia juga harus cukup untuk pengaturan aktivitas pengunjung dan memastikan aspek keselamatan dan keamanan dapat terlaksana dengan baik.
Saat ini Waterpark Kenjeran menjadi sorotan. Namun, terbuka kemungkinan kasus atau peristiwa serupa terjadi di mana saja, bahkan di ruang publik. Misalnya, di taman kota, anak terjatuh dari ayunan yang usang dan putus sehingga cedera serius. Contoh lain, seorang warga cedera dan terluka karena terjatuh saat memanjat patung atau tugu atau monumen yang tanpa pengawasan.
Insiden seluncuran Waterpark Kenjeran di Surabaya sepatutnya memantik kesadaran pengelola tempat wisata untuk semakin mengutamakan keselamatan pengunjung. Begitu pun dengan pihak terkait yang berwenang melakukan pengawasan dan monitoring secara rutin.