Mudik, Makan, dan Jalan-jalan (Bagian 1)
Libur Lebaran menjadi momentum sukacita bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang telah menanti-nanti kesempatan untuk mudik ke kampung halaman. Apalagi, ada bonus makan-makan dan jalan-jalan ke berbagai destinasi.
Lebaran hampir tiba, mudik pun sudah leluasa. Setelah dua tahun dibekap pandemi, akhirnya kini warga bisa kembali menjalani tradisi ini. Survei Kementerian Perhubungan memperkirakan jumlah pemudik tahun ini 85,5 juta orang yang mengalir ke segala penjuru Nusantara.
Selain urusan menuntaskan rindu pada keluarga dan kampung halaman, pemudik lazimnya juga mengincar liburan di kota tujuan. Karena itu, pantai, gunung, atau obyek-obyek wisata lain di tengah kota dipastikan ramai pada Lebaran kali ini.
Namun, bukan sekadar memuaskan mata dan kaki, setiap liburan juga sudah sepantasnya memanjakan lidah. Karena itu, tempat-tempat jajanan, apalagi yang khas, turut masuk dalam rencana. Berikut ini kami sajikan sebagian kecil daftar yang bisa disambangi di kota tujuan mudik Anda.
Surabaya
Kota yang memiliki sekitar 1.000 taman bertema, pusat belanja, sentra kuliner, dan obyek wisata ini jelas menjadi incaran untuk liburan. Salah satu yang bakal menjadi magnetnya adalah Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Arek Suroboyo nyaris tidak pernah jemu mengunjungi KBS yang sejak 1920 berlokasi di pusat kota, tepatnya di Jalan Raya Darmo dan Jalan Setail. Dengan luas 15 hektar, KBS memiliki koleksi 2.100 satwa dari 212 spesies mamalia, aves, reptilia, pisces, serta beribu-ribu pohon. KBS pernah diklaim sebagai kebun binatang terlengkap se-Asia Tenggara.
Surabaya saat ini berada di level 1 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) atau berada dalam risiko paling rendah penularan Covid-19. Dengan status itu, pengelola obyek wisata dibolehkan mengoptimalkan jumlah kunjungan.
KBS beroperasi setiap hari pukul 08.00-16.00 WIB. Saat ini, pengelola KBS menerapkan pembelian tiket secara nontunai dengan QRIS, Brizzi, atau ticket corner. Pengunjung dengan kendaraan pribadi mendapat keleluasaan untuk parkir di area yang telah disediakan, yakni lapangan tepi Jalan Setail atau Terminal Intermoda Joyoboyo di seberang KBS.
Staf Humas Perusahaan Daerah Taman Satwa KBS Agus Supangkat, Minggu (24/4/2022), mengatakan, sejumlah fasilitas tetap diadakan untuk memberikan kenyamanan dan kegembiraan pengunjung. Misalnya, pengenaan tarif per orang untuk tunggang onta Rp 35.000, tunggang gajah Rp 50.000, Kidz Zoo Rp 15.000, akuarium Rp 20.000, dan wisata perahu khusus Senin-Jumat Rp 13.000.
Setelah menikmati KBS, pengunjung bisa beralih ke Pasar Wonokoromo atau Taman Bungkul. Pasar Wonokromo berjarak sekitar 600 meter ke selatan. Di pasar kondang ini terdapat area jajanan tradisional. Adapun Taman Bungkul berjarak sekitar 500 meter ke utara. Di pojok taman ini ada kuliner legendaris bernama Rawon Kalkulator.
Baca juga: Anti-getun dengan Nasi Cumi Ibu Atun Surabaya
Namun, jika merasa belum mendapat sentuhan total Surabaya, bergeserlah ke kawasan Kelurahan Genteng, kira-kira 5 kilometer ke utara. Kawasan ini sudah lama dikenal dengan kampung-kampung kuliner dan oleh-oleh khas ”Kota Pahlawan”.
Di sekitar Pasar Genteng di Jalan Genteng Besar berderet toko oleh-oleh khas olahan boga bahari, seperti kerupuk atau keripik terung, lorjuk, teripang, kulit ikan, bandeng asap, dan olahan bandeng. Ada pula beragam penganan seperti pia, kue satu, biskuit, dan jenang serta berbagai jenis petis, terasi, dan sambal.
Di Jalan Genteng Durasim, sedikit di utara Pasar Genteng, ada warung legendaris yang menyajikan rujak cingur dan sop buntut. Rujak cingur ala warung yang sudah ada sejak 1936 ini merupakan kegemaran mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Tentu saja, jangan lupakan Jalan Tunjungan yang kesohor. Sepanjang jalan yang sudah dipercantik itu sangat cocok sebagai tempat foto-foto dan jajan kuliner. Tak jauh dari situ ada Jalan Embong Malang, tempat salah satu warung ternama Surabaya berada, yakni Rawon Setan. Kalau mau cuci mata ke pusat belanja, tinggal menyeberang ke Tunjungan Plaza.
Jeneponto
Dalam radar pariwisata nasional, nama Jeneponto tentu masih asing. Namun, kabupaten di Sulawesi Selatan ini sesungguhnya menyimpan potensi wisata yang tak kalah menggoda. Apalagi, jaraknya yang hanya sekitar 90 kilometer dari Kota Makassar dan posisinya di pelintasan ke sejumlah kabupaten/kota di selatan Sulsel menjadikannya ideal untuk dikunjungi.
Salah satu yang menarik di Jeneponto adalah Air Terjun Tuma’lulua atau dikenal dengan nama lain Air Terjun Bossolo.Lokasinya di Desa Rumbia, Kecamatan Rumbia. Berada di tengah hutan dan lembah, air terjun setinggi sekitar 70 meter dengan tiga aliran inisering disebut surga tersembunyi.
Jika tak mau repot, pengunjung bisa menikmatinya dari atas Bukit Bossolo. Namun, jika ingin menikmatinya lebih dekat, merasakan gemuruh air jatuh dan menikmati percikannya, turunlah berjalan kaki sekitar 30 menit. Sedikit melelahkan, tapi terbayar sepadan dengan apa yang bisa dinikmati.
Pernah ditutup saat pandemi, saat ini air terjun siap menyambut pengunjung. Sejumlah gazebo dan baruga besar separuh terbuka tampak bersih. Toilet dan tempat cuci tangan pun disiapkan. Penunjuk arah juga akan memudahkan pengunjung ke lokasi ini, ditambah lokasi parkir yang lumayan luas dan teduh karena berada di antara pepohonan.
”Kami sudah siap, termasuk soal protokol kesehatan. Soal daya tampung, rasanya juga cukup, apalagi ini tempat terbuka,” ujar Nurdin, petugas di kawasan wisata ini.
Baca juga: Sulsel Coba Bangkitkan Sektor Wisata
Jika tak ingin ke air terjun, kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo’ bisa jadi salah satu alternatif. Pemandangan jejeran kincir angin raksasa ditengah persawahan itu sayang untuk dilewatkan, apalagi saat matahari terbenam.Di sini juga banyak ternak kuda milik warga yang merumput dilahan-lahan sekitar sawah.
Puas jalan-jalan dan ingin mengisi perut, Jeneponto punya beberapa kuliner unik. Coto kuda, konro kuda, dan nasi ketan bambu atau yang sering disebutlammang mudah dijumpai disini.
Olahan daging kuda memang sejak lama menjadi kuliner khas daerah ini. Warung yang menyediakan kuliner itu tersebar di banyak tempat. Adapun lammang adalah panganan terbuat dari ketan dan santan yang dimasak dalam bambu dengan lapisan daun pisang. Panjang bambu sekitar 40 sentimeter.
Pusat jajanan ini ada di Kecamatan Bangkala. Disepanjang sisi jalan nasional yang membelah daerah ini dipenuhi penjuallammang. Harganya hanya Rp 10.000 jika membeli isinya saja atau Rp 14.000 jika membeli dengan kemasan bambunya.Lauknya cocok dengan serundeng atau telur asin.
“Kalau hari-hari biasa, biasanya terjual 50 buah. Tapi, kalau lagi musim mudik, bisa sampai 300 buah terjual setiaphari,” kata Risal (40), salah satu penjuallammang.
Bandung
Kota ini adalah epitomenya wisata. Tak perlu jauh-jauh melipir, wilayah di pusat ”Kota Kembang” ini saja tak habis-habisnya untuk dijelajahi, terutama soal urusan kuliner. Salah satu yang legendaris dan ikonik adalah Jalan Braga.
Disebut ada sejak tahun 1882, Jalan Braga menjadi pusat keramaian tertua di Kota Bandung. Apabila dulu menjadi pusat mode Hindia Belanda, kini sajian kulinernya menyelamatkan muka Jalan Braga dan sekitarnya dari kehancuran.
Kupat tahu gempol yang berdiri sejak 1965 juga tidak boleh dilewatkan.
Saat banyak toko mode berguguran dihajar pusat belanja modern, Braga Permai yang berdiri sejak 1923 masih tegar dengan menu melegenda. Silakan coba kue dengan nama khas Belanda, seperti tompoesjes, ontbijtkoek, dan booterstaf. Ada juga salad huzarensla hingga sandwich uitsmijter dan bitterbalen.
Berada di Jalan Tamblong, tidak jauh dari Braga, silakan mencicipi es krim di Rasa Bakery and Cafe. Berdiri sebagai toko aneka cokelat pada 1932, es krim menjadi andalannya sejak 1975. Menu favorit Coconut Royale, misalnya, menyajikan es krim kombinasi rasa stroberi, cokelat, dan vanila di atas potongan batok kelapa.
Tidak hanya dihidupi kuliner tempo dulu, tempat-tempat baru juga bermunculan di Braga. Salah satunya C’mar yang jadi ikon kuliner malam Bandung. Menu khasnya mulai dari sop daging hingga babat yang dipotong gunting. Sempatkan pula ke toko Kopi Djawa dengan racikan kopi gula arennya yang tiada dua. Apabila belum puas dengan rasa manisnya Bandung, ada Sugarush dengan kue macaron-nya, tepat di sebelah Kopi Djawa.
Berjarak sekitar 8 kilometer dari Braga, Jalan Kalipah Apo juga wajib dikunjungi. Ikonnya adalah Lotek Kalipah Apo yang berdiri sejak 1953. Belakangan, Jalan Kalipah Apo juga jadi rumah bagi kolak, susu segar, hingga sajian lomie.
Baca juga: Kembalikan ”Braga Weg” sebagai Ikon Bandung
Beralih ke Jalan Gempol, sekitar 200 meter dari Gedung Sate, berbagai penggoda lidah menunggu. Dikenal sebagai kompleks pegawai Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1920-an, sajian legendaris di sekitar situ bisa jadi rekomendasi.
Roti gempol sejak tahun 1952 harus dicoba. Roti buatan sendiri ini bintang utamanya adalah roti bakar gandum atau putih tawar yang lembut berisi daging-keju-telur sama enaknya dengan cokelat-kacang. Kupat tahu gempol yang berdiri sejak 1965 juga tidak boleh dilewatkan. Pelanggan rela mengantre demi menikmati olahan tahu lembut Cibuntu (Bandung), saus kacang tanah Tuban, bawang goreng wangi Sumenep, dan kerupuk singkong.
Tak jauh dari sana, antrean juga mengular di sate jando, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk, di belakang Gedung Sate. Hanya dijual di pinggir jalan, sate lemak susu sapi itu mengundang penasaran sekaligus kembali lagi menikmati sensasinya yang gurih.
Sekitar 2 km dari Gedung Sate, Jalan Cihapit menawarkan banyak warna. Di dalam kompleks Pasar Cihapit, Warung Nasi Bu Eha adalah primadonanya. Sejak tahun 1947, menu soto bandung hingga gepuk dan sambal dadak tak pernah meleset memuaskan pelanggan. Hingga kini, Bu Eha (90) masih turun tangan memasak dan melayani pelanggannya.
Belakangan, kawasan ini kian semarak. Ada gado-gado, lotek, sajian sambal penyet, hingga kue balok membawa nama Cihapit. Terkini adalah kehadiran Mie Tjo Kin. Mi ini sempat viral tidak hanya karena tempat yang ciamik untuk foto media sosial, tapi juga sensasi mi kenyal hingga taburan ayam kaya rasa.
Karanganyar
Daerah dengan ikon wisata Tawangmangu ini merupakan destinasi klasik liburan warga Jawa Tengah, terutama di Solo dan sekitarnya. Tak hanya Grojogan Sewu, pilihan melancong di Tawangmangu kian lengkap dengan wisata agro hingga edukatif. Deretan kafe dan restoran panoramik menawarkan pengalaman bersantap sembari meresapi keindahan alam lereng Gunung Lawu.
Sejak masa kolonial Belanda, Tawangmangu selalu menjadi tujuan tetirah masyarakat, termasuk di masa libur Lebaran. Belakangan, perkebunan teh Kemuning jadi favorit wisatawan. Sebelum dikelola PT Rumpun, perkebunan teh itu awalnya merupakan wilayah kekuasaan Pura Mangkunegaran. Sebelum ditanami teh, areal di ketinggian 800-1.540 meter di atas permukaan laut ini lebih dulu ditanami kopi pada 1814.
Saat libur Lebaran, akan diterapkan sistem buka-tutup.
Di kawasan yang sama juga ada kedai teh Ndoro Donker. Kedai ini memanfaatkan rumah tua Belanda yang konon ditinggali oleh Tuan Donker, seorang ahli tanaman Belanda. Di tempat ini, pengunjung bisa menikmati aneka racikan teh dengan makanan tradisional hingga Eropa.
Selain kebun teh, banyak pengunjung, terutama keluarga besar, belakangan memilih The Lawu Park sebagai tujuan wisata. Hal ini karena destinasi yang berbatasan dengan Kabupaten Magetan di Jawa Timur tersebut menawarkan banyak pilihan wahana wisata, mulai dari flying fox, taman kelinci, hingga taman salju.
Manajer Lawu Park, Anggun Nila Monica, mengatakan, jumlah wisatawan sepanjang libur Lebaran tahun lalu mencapai 5.000 orang. Musim ini, jumlahnya diperkirakan melonjak. Oleh karena itu, saat libur Lebaran, akan diterapkan sistem buka-tutup. ”Jika sudah mencapai seribu orang, akan ditutup pintunya sampai ada yang keluar,” ujarnya.
Satu lagi wisata edukatif yang bisa jadi pilihan, yakni Rumah Atsiri Indonesia. Tempat yang dibangun pada 1963 sebagai pabrik citronella tersebut kini berubah menjadi museum dan toko aneka produk beraroma seperti sabun dan minyak esensial.
Lihat juga: Geliat Wisata Lereng Gunung Lawu
Untuk kuliner, pengunjung sama sekali tak perlu cemas. Jika dua dasawarsa lalu sate kelinci jadi rujukan utama pelancong, kini berjajar kafe dan restoran kekinian yang menawarkan menu tradisional hingga modern.
Meski demikian, warga yang akan berkunjung ke Tawangmangu pada masa libur Lebaran ini tetap harus waspada. Sebab, dari pusat kabupaten Karanganyar, jalur menuju Tawangmangu terus menanjak dan berkelok. Kendaraan mesti dipastikan dalam kondisi prima, terutama tekanan ban, rem, dan kopling.
Sebelum pandemi Covid-19, kemacetan kerap terjadi di sepanjang jalur menuju Tawangmangu saat libur Lebaran, terutama akhir pekan. Wisatawan juga dituntut jeli memilih waktu berkunjung karena libur Lebaran jatuh di musim hujan. ”Di sini, kalau sudah hujan sejak pagi, biasanya akan seharian,” ujar Anisa, warga setempat.
Berada di wilayah perbukitan, kawasan ini juga termasuk rentan longsor. Adapun menjelang sore, kabut tebal biasanya turun menyelimuti kawasan sehingga pengendara dituntut ekstra waspada.
Kepala Bidang Destinasi Wisata Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Karanganyar Teguh Haryono menyatakan, para pelaku usaha wisata di daerahnya sangat siap menerima kedatangan wisatawan pada Lebaran nanti, terutama di Tawangmangu. Protokol kesehatan diminta tetap diterapkan ketat kendati tingkat penularan Covid-19 terus melandai.
Berlanjut ke: Mudik, Makan, dan Jalan-jalan (Bagian 2)