Sejumlah tokoh masyarakat Kota Bandung meminta agar Jalan Braga, jalan utama sepanjang 700 meter di jantung Kota Bandung itu, dikembalikan sebagai ikon Bandung. Jalan yang penuh romantika sejarah dan memiliki hari jadi itu kini nyaris tercerabut dari akarnya akibat tak mampu menghalau modernisasi perkotaan.
Hal itu terungkap dalam syukuran 135 Tahun Jalan Braga yang digelar para tokoh masyarakat dan seniman, Minggu (18/6/2017) malam di Jalan Braga, Kota Bandung. Inisiator syukuran yang juga Presiden HaikuKu Indonesia Diro Aritonang menjelaskan, peringatan 135 tahun Jalan Braga dimaksudkan agar generasi muda, terutama yang tengah duduk di Pemerintah Kota Bandung, tidak melupakan sejarah.
”Kami ingin melawan lupa karena jalan ini tidak diperlakukan sebagai mana mestinya. Bangunan-bangunan bernilai sejarah yang dilindungi sebagai cagar budaya banyak yang diubah fungsinya,” ujarnya. Bahkan, tokoh Sunda, Memet Hamdan, menyatakan, pihaknya merasa frustrasi jika mengingat masa lampau Jalan Braga. ”Toko-toko yang berarsitektur masa lalu hampir habis. Bangunan-bangunan art deco diubah jadi kawasan komersial dan hotel,” ujarnya.
Hal senada disampaikan pakar lingkungan Supardiono Sobirin. Ia menyampaikan pernyataannya melalui enam puisi Haiku yang menggambarkan Jalan Braga sejak lahir hingga kekinian. ”Kalau nilai sejarah Braga bisa dipertahankan akan mampu menghasilkan pendapatan dari sektor wisata. Jika 6 juta wisatawan yang datang ke Bandung berbelanja Rp 1 juta saja per orang, sudah mendatangkan uang Rp 6 triliun,” kata Memet Hamdan yang juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Jawa Barat.
Hari Minggu, 18 Juni 2017, Jalan Braga berusia 135 tahun. Nama Braga muncul setelah 18 Juni 1882, saat Asisten Residen Bandung, Pieter Sijthoff mendirikan kelompok tonil yang diberi nama Toneelvereeniging Braga. Sejak itu nama jalan yang sebelumnya bernama Karren Weg atau Pedati Weg disebut Jalan Braga.
Inilah satu-satunya jalan di kota di Indonesia yang memiliki hari jadi. Jalan yang sarat akan kenangan dan penuh romantika sejarah itu telah menjadi legenda dan memiliki heritage frenomenal hingga kini. Oleh karena itu, warga Braga yang terhimpun dalam Paguyuban Galur Braga dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Braga juga menginginkan agar Jalan Braga dikembalikan sebagai ikon Kota Bandung.
Tujuan wisata
Sekretaris Kota Bandung Yossy Irianto dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Dewi Kaniasari menyatakan, Jalan Braga tetap dipertahankan menjadi salah satu tujuan wisata di Kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java. ”Jumlah wisatawan ke Kota Bandung mencapai 5-6 juta orang, tetapi sebagian besar masih wisatawan dalam negeri,” ujar Dewi Kaniasari.
Tujuan wisata Jalan Braga di jantung Kota Bandung ini merupakan pusat keramaian dan bisnis utama. Sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Jalan Braga sudah dijadikan sebagai jalanan protokoler, sebagai terusan jalan utama dari arah Gedung Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung.
Karena itu, Braga disebut juga jalan eksklusif karena tokok-tokonya memiliki ciri khas, baik barang yang dijual maupun bentuk bangunannya. Tidak sembarang orang berbelanja di pertokoan Jalan Braga ini. Kadisbudpar Kota Bandung mengakui, belakangan ini Jalan Braga banyak mengalami perubahan.
Beberapa tahun lalu banyak kegiatan di Jalan Braga, seperti Braga Festival atau Culinary Night yang digelar oleh Pemkot Bandung. Tujuannya agar Braga bisa terus dipertahankan sebagai daerah tujuan wisata di Kota Bandung. ”Ke depan penyelenggaraan atraksi-atraksi wisata bisa digelar bersama dengan berbagai lapisan masyarakat. Pemkot tidak bisa berjalan sendiri tanpa partisipasi berbagai pihak terkait,” ujarnya.