Nasi cumi Pasar Atom Ibu Atun di Surabaya, Jawa Timur, yang melegenda bisa dibilang tidak akan pernah mengecewakan atau anti-getun bagi penggemarnya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Semua orang yang pernah mencicipi nasi cumi hitam ala Surabaya, Jawa Timur, tiada yang kecewa atau getun dengan produk warung atau kedai di tepi Jalan Waspada. Selamat datang dan menikmati nasi cumi Pasar Atom Ibu Atun yang amat terkenal.
Di Surabaya, banyak tersebar warung yang menjual berbagai masakan, termasuk cumi hitam. Namun, sedikit yang menjadi rujukan atau favorit, terutama kedai Ibu Atun.
Selain terkenal, warung ini melegenda karena sudah begitu tua, diyakini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 atau dalam masa kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
Awalnya, nasi cumi Ibu Atun berada di warung tenda di tepi Jalan Waspada. Seiring waktu berjalan, kuliner ini kian dikenal dan digemari. Dari mulut ke mulut, racikan Ibu Atun meninggalkan kesan mendalam bagi siapa saja yang pernah mencobanya. Apalagi warung ini buka 24 jam alias nonstop.
Jika menggemari racikan sederhana, pesanlah menu biasa, yakni seporsi nasi hangat, cumi hitam, sedikit taburan serundeng, peyek udang, dan sambal terasi. Memang sederhana tetapi rasa kombinasi ibarat pelangi dan abadi menempel pada rongga mulut.
Ketika turun ke lambung, masakan yang gurih, agak pedas, dan beraroma rempah itu terus menyentil nafsu sehingga perut terpaksa minta tambah porsi senilai Rp 28.000.
Racikan lebih
Jika menggemari racikan lebih, pesanlah menu campur (Rp 35.000) atau komplet (Rp 42.000). Untuk nasi cumi campur ada tambahan empal daging sapi, tahu, dan telur rebus bumbu pedas. Yang menu komplet, nasi cumi campur masih ketambahan jeroan sapi atau paru, babat, dan usus bumbu gurih dan agak pedas.
Jika termasuk kelompok pencinta kuliner metode tabrakan, bisa pesan rawon nasi cumi. Mari merasakan ”kecelakaan rasa” di mulut ketika sup arekan yang mendunia itu bercampur dengan tumisan cumi hitam.
Rasa kombinasi yang cenderung gurih pedas akan semakin kuat dan bisa dijamin membuat penikmatnya merem melek keenakan.
Saat serangan pandemi Covid-19 (sedang ganas-ganasnya pada 2020, pengelola warung nasi cumi Ibu Atun justru mengembangkan usahanya.
Warung tenda kini tiada lagi tetapi berganti dengan kedai dalam rumah toko bertingkat di sebelahnya. Puluhan tahun, keluarga Ibu Atun menabung untuk kemudian menempati kedai yang terasa lebih modern, resik, alias bukan warung tenda lagi.
Nasi cumi benar-benar bikin ketagihan (Pandji Anoraga)
Di dinding restoran yang cerah itu tertempel foto-foto para pejabat dan pesohor yang pernah mampir dan mengakui kelezatan nasi cumi di sisi utara Pasar Atom itu.
Kualitas dan konsistensi rasa atau nyaris tidak berubah menjadi pencapaian yang patut diapresiasi oleh para pencinta kuliner ini.
Jika mencukil bagian dari buku Monggo Dipun Badhog (Dukut Imam Widodo), nasi cumi sebenarnya satu di antara puluhan sampai ribuan makanan di Surabaya sehingga Bumi Pahlawan ini juga dikenal sebagai surga badhogan alias makan enak.
Bagi Pandji Anoraga (36), karyawan perusahaan migas di Jakarta yang sering bertugas ke Surabaya, setiap kali berada di Kota Pahlawan, wajib menyantap nasi cumi di Jalan Waspada. ”Nasi cumi benar-benar bikin ketagihan,” ujar bapak dua anak ini.