Pemudik Sepeda Motor, antara Kebutuhan dan Keselamatan
Belasan juta orang diperkirakan mudik dengan sepeda motor pada masa Lebaran tahun ini. Meski tak dianjurkan karena berisiko dari aspek keselamatan, sepeda motor tetap menjadi pilihan banyak orang karena sejumlah alasan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
Belasan juta orang diperkirakan mudik dengan sepeda motor pada masa Lebaran tahun ini. Meski tak dianjurkan karena berisiko dari aspek keselamatan, sepeda motor tetap menjadi pilihan banyak orang karena sejumlah alasan.
Di lorong rumah kontrakan yang sempit itu, sebuah sepeda motor Honda Astrea Grand warna hitam putih berdiri dengan standar dua. Sepasang ban dan dua pasang shockbreaker motor itu tampak masih baru. Sang pemilik, Muhammad Taufik Hidayah (33), terlihat menekan-nekan tuas rem tangan dan rem kaki sepeda motornya.
Dia juga memeriksa rantai sepeda motor yang tampak kendur. Semua itu dilakukannya untuk mengecek kondisi kendaraan yang diproduksi tahun 1993 tersebut. Pengecekan harus dilakukan karena sepeda motor itu akan digunakan Taufik untuk mudik dari Jakarta ke Pekalongan, Jawa Tengah, pada H-3 Lebaran nanti.
”Tiga bulan sebelum Lebaran sudah disiapkan. Dua bulan lalu saya ganti ban dan shockbreaker. Kondisi aki, rantai, dan lainnya juga dicek. Seminggu sebelum pulang, tinggal servis biasa dan ganti oli,” kata Taufik, Selasa (19/4/2022) sore, di rumah kontrakannya di Jakarta Barat.
Taufik merupakan satu dari jutaan warga yang berencana mudik Lebaran dengan sepeda motor tahun ini. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, diperkirakan sekitar 16,9 juta orang akan mudik dengan sepeda motor. Pemudik dengan sepeda motor menjadi terbanyak kedua setelah pemudik dengan mobil pribadi yang diprediksi 22,9 juta orang.
Bagi Taufik, mudik dengan sepeda motor bukan hal baru. Sejak 2013, hampir setiap Lebaran ia pulang kampung dengan sepeda motor. Hanya pada 2020, saat awal pandemi Covid-19, Taufik tidak pulang.
Petugas kebersihan di salah satu perusahaan di Jakarta itu menyebut, mudik dengan sepeda motor jadi pilihan karena lebih fleksibel dengan jadwal liburnya. Ia selalu mendapat jadwal libur yang mepet dengan Lebaran, sedangkan saat itu tiket angkutan umum susah didapat dan mahal.
Sebagai contoh, ongkos mobil travel Jakarta-Pekalongan pada H-3 naik menjadi Rp 350.000 dari biasanya Rp 200.000. Ongkos bus dengan rute sama pada H-3 naik menjadi Rp 350.000 dari biasanya Rp 150.000. Adapun dengan sepeda motor, kata Taufik, cuma butuh Rp 100.000 untuk beli bensin, itu pun bisa dibagi dua dengan teman yang dibonceng.
Jarak dari Jakarta ke kampung Taufik di Desa Sidomukti, Kecamatan Karanganyar, Pekalongan, sekitar 386 kilometer. Taufik dan kawan-kawan biasanya menempuh jarak itu selama 8-12 jam, tergantung dari jumlah kendaraan rombongan dan tingkat kemacetan jalan.
Mudik dengan sepeda motor juga dilakukan Ilham Khalik (48), pedagang es tebu di Pekanbaru, Riau. Saban tahun ia menempuh perjalanan sekitar 230 km selama 5-6 jam dengan Yamaha Jupiter Z tahun 2005 dari Pekanbaru ke Nagari Ampang Gadang, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sekitar 5 km dari Kota Bukittinggi.
Tiga bulan sebelum Lebaran sudah disiapkan. Dua bulan lalu saya ganti ban dan shockbreaker. Kondisi aki, rantai, dan lainnya juga dicek. (Muhammad Taufik Hidayah)
Ilham mudik dengan sepeda motor karena membutuhkan kendaraan saat di kampung halaman. Jika tidak ada sepeda motor, ia dan keluarga akan susah pergi ke mana-mana untuk merayakan Lebaran. Pertimbangan lainnya adalah hemat biaya. Biaya travel resmi Pekanbaru-Bukittinggi menjelang Idul Fitri biasanya naik dari Rp 120.000 menjadi Rp 180.000.
”Kalau naik sepeda motor, cuma modal bensin Rp 40.000. Kita bisa juga menikmati perjalanan,” kata Ilham yang rutin mudik naik sepeda motor sejak 2005.
Sebelum mudik, Ilham selalu melakukan servis mesin rutin dan mengecek kondisi ban, oli, rem, rantai, serta komponen lain. Adapun terkait fisik, kata Ilham, tidak ada persiapan khusus. Yang penting sebelum bersepeda motor, badan mesti fit dan cukup tidur.
Tidak dianjurkan
Walaupun jadi pilihan belasan juta orang, mudik dengan sepeda motor sebenarnya tak dianjurkan. Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menjelaskan, Kemenhub tidak menganjurkan mudik dengan sepeda motor karena memiliki risiko besar terhadap keselamatan.
”Apalagi umumnya orang mudik membawa muatan lebih, seperti yang dibonceng dan barang-barang bawaan. Belum lagi faktor cuaca yang makin mengancam keselamatan pemotor,” kata Adita.
Adita menuturkan, untuk mengurangi pemudik sepeda motor, Kemenhub menggelar program mudik gratis dengan bus, kapal laut, dan kereta api. Peserta mudik gratis bisa pulang kampung dengan transportasi umum, sementara sepeda motornya ikut diangkut.
Praktisi keamanan berkendara sekaligus pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting, Jusri Pulubuhu, mengatakan, mudik dengan sepeda motor tidak direkomendasikan karena dua alasan.
Pertama, sepeda motor tidak seperti mobil yang punya bumper, pintu, bodi, dan mesin di depan yang bisa menyerap benturan saat kecelakaan. Karena itu, saat kecelakaan, pengendara sepeda motor langsung berbenturan dengan obyek lain dan rentan terjadi cedera serius hingga kematian.
Kedua, sepeda motor cenderung tidak stabil sehingga pengendara mesti bisa menyeimbangkannya setiap waktu, selain mesti mengoperasikan komponen lain, seperti rem dan transmisi. Maka, tingkat kesulitan mengoperasikan sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil.
”Apalagi, mudik itu kan saat bulan puasa, saat orang mengalami istirahat kurang dan suplai makanan tidak normal. Ditambah situasi lalu lintas yang padat, maka mudik dengan sepeda motor jelas tidak direkomendasikan,” kata Jusri.