Covid-19 Melandai, Tingkat Okupansi Hotel Surabaya Belum Memuaskan
Situasi Covid-19 yang melandai tak secara otomatis meningkatkan tingkat keterisian hotel di Surabaya. Di bulan puasa dan Lebaran, tingkat keterisian mungkin rendah karena Surabaya bukan daerah tujuan mudik.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Suasana di Hotel Santika Pandegiling, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/3/2020).
SURABAYA, KOMPAS — Situasi Covid-19 yang kian melandai tidak secara otomatis segera meningkatkan tingkat keterisian kamar penginapan di Surabaya, Jawa Timur. Rata-rata tingkat okupansi saat ini yang sebesar 50 persen dinilai belum memuaskan.
”Okupansi memang tumbuh seiring situasi pandemi yang melandai, tetapi belum memuaskan,” kata General Manager Hotel Santika Pandegiling Ricky Rimbawan, di Surabaya, Jumat (15/4/2022). Peningkatan keterisian sejauh ini berasal dari warga yang bepergian antarkota antarprovinsi menuju Surabaya atau transit di ibu kota Jatim tersebut.
Situasi pandemi yang membaik mendorong peningkatan perjalanan masyarakat untuk kebutuhan pekerjaan hingga pariwisata. Saat situasi pandemi belum melandai, perjalanan kurang leluasa atau ada pembatasan sehingga masyarakat, termasuk konsumen perhotelan, menunda bepergian dan menginap.
Ricky melanjutkan, okupansi akan membaik ketika semakin banyak kegiatan terpadu meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) diadakan di Surabaya. Peserta MICE yang mayoritas dari luar kota akan membutuhkan penginapan atau akomodasi. Kian bertambahnya kegiatan MICE yang mengundang masyarakat dari luar Surabaya membuat potensi kenaikan okupansi hotel bisa terwujud.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Mentari pagi menerobos Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (27/2/2022).
Di masa Ramadhan atau bulan puasa, pengelola hotel berusaha meningkatkan pendapatan dengan menyediakan tempat serta mengatur acara, akomodasi, dan konsumsi untuk buka puasa bersama. Kegiatan ini masih dalam lingkup MICE, tetapi skalanya lokal. Misalnya, buka puasa yang diadakan oleh suatu perusahaan di Surabaya dengan mengundang jaringan pegawai dan mitra.
Secara terpisah, Direktur Penjualan dan Pemasaran Hotel Majapahit Tenny Gustiva mengatakan, bulan puasa dimanfaatkan hotel-hotel untuk menawarkan program buka puasa yang menarik. Setiap hotel memiliki menu andalan atau otentik dan harga bersaing atau rasional sehingga diharapkan menarik bagi wisatawan. ”Di Majapahit, konsumen yang menginap rata-rata sudah pengalaman atau memiliki keterikatan dengan hotel dan Surabaya,” katanya.
Di masa kolonial Hindia-Belanda, Hotel Majapahit bernama Oranje. Dalam masa pendudukan Jepang, nama hotel diubah menjadi Yamato. Di sinilah pada 18 September 1945 terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda oleh warga Surabaya yang kemudian turut memicu Pertempuran Surabaya kurun November 1945.
Manajer Komunikasi Pemasaran Hotel Majapahit Annisa Hikmawati menambahkan, dengan biaya Rp 228.000 per orang, pengunjung dapat menikmati buka puasa dengan ragam makanan khas Timur Tengah, Asia, dan Nusantara diiringi hiburan musik. Selain itu, ada undian berhadiah menginap dua malam di hotel mewah Accor di Bali atau suite Hotel Majapahit. ”Untuk penyediaan menu buka puasa, kami kerja sama dengan UMKM di Surabaya,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, keberadaan penginapan di Surabaya lebih untuk mendukung kegiatan MICE. Ini berbeda dengan kabupaten/kota lain yang memiliki kawasan atau obyek wisata alam, seperti Probolinggo, Malang, Pasuruan dengan Bromo-Tengger-Semeru, atau Banyuwangi.
Menurut Dwi, hotel-hotel di daerah obyek wisata, dengan situasi pandemi yang membaik, bisa pulih lebih cepat. Ini sesuatu yang wajar karena salah satu penggerak ekonomi pariwisata di Jatim adalah warga Surabaya. Mereka berwisata ke luar Surabaya dan dimungkinkan menginap. ”Okupansi di Surabaya bisa ditingkatkan lagi dengan memperbanyak kegiatan skala MICE dan berbagai festival,” katanya.
Saat Lebaran nanti, kemungkinan okupansi di Surabaya akan turun. Situasi itu wajar karena Surabaya bukan daerah tujuan mudik. Namun, tingkat keterisian penginapan bisa dipelihara dengan penawaran program menarik bagi pemudik yang harus transit atau melalui Surabaya sebelum mencapai kampung halaman di berbagai kabupaten/kota di Jatim.