Pengadilan Tinggi Banda Aceh Perberat Hukuman 9 Terdakwa Kematian Gajah
Putusan hakim PT Banda Aceh dengan memperberat hukuman bagi terdakwa dalam perkara kematian lima gajah sumatera menunjukkan keberpihakan hakim pada upaya perlindungan satwa. Hal itu diharapkan timbulkan efek jera.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh memperberat hukuman bagi sembilan terdakwa dalam perkara kematian lima ekor gajah sumatera di Kabupaten Aceh Jaya. Namun, hukuman dua terdakwa lainnya justru diringankan dalam putusan banding tersebut.
Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh merupakan hasil dari banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Jaya.
Kepala Subseksi Pidana Umum Kejari Aceh Jaya Anggie Rizky Kurniawan, saat dihubungi, Sabtu (9/4/2022), menuturkan, mereka menerima hasil putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
”Putusan tingkat banding itu pada dasarnya untuk mengkaji kembali nilai-nilai keadilan berdasarkan fakta. Intinya kami sudah terima dan sangat menghormati putusan dari hakim PT,” kata Anggie.
Putusan Majelis Hakim PT Banda Aceh dibacakan pada 29 Maret 2022. Ada 11 terdakwa dalam perkara kematian gajah sumatera di Aceh Jaya.
Sembilan terdakwa dihukum lebih berat daripada vonis yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Aceh Jaya, sedangkan dua terdakwa diringankan.
Para terdakwa yang hukumannya diperberat adalah Sudirman (49) dari hukuman sebelumnya 3 tahun 4 bulan menjadi 4,5 tahun dan Muhammad Amin (38) dari 2 tahun 4 bulan menjadi 3 tahun.
Kemudian Abdul Majid (69), Lukman Hakim (43), dan Muhammad Rozi (32) dari sebelumnya masing-masing hukuman 10 bulan penjara, menjadi 2 tahun. Begitu juga dengan terdakwa Zubardi (25), Hamdani (39), Hamdani Ilyas (46), dan Supriaydi (62) dari hukuman 10 bulan naik menjadi 1 tahun.
Sementara dua terdakwa yang hukumannya diringankan adalah M Noor (68) dan Isdul Farsi dari hukuman 1 tahun 10 bulan menjadi 1 tahun 4 bulan.
Sebelas terdakwa tersebut terlibat dalam kematian lima ekor gajah di Aceh Jaya, pada Januari 2020. Sudirman yang dihukum paling berat karena merupakan pihak yang memasang pagar listrik untuk membunuh gajah. Sementara tersangka lain terlibat dalam pemindahan bangkai dan upaya perdagangan bagian tubuh gajah.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Aceh Jaya melakukan banding karena vonis untuk sebagian terdakwa dari pengadilan negeri di bawah setengah dari tuntutan.
”Apa yang diputus oleh hakim PT tidak di bawah dari setengah tuntutan kami. Secara administrasi pun tidak ada aturan yang mewajibkan kami untuk upaya hukum kasasi lagi,” kata Anggie.
Manajer Program Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Missi Muizzan mengatakan, putusan hakim pengadilan tinggi memperberat hukuman bagi sembilan terdakwa, artinya kasus kematian satwa lindung dianggap persoalan serius.
Sementara itu, kuasa hukum para terdakwa, Hamdani, menyebutkan, putusan hakim tidak adil bagi terdakwa. Terdakwa tidak memiliki niat untuk membunuh gajah, tetapi hanya ingin melindungi kebunnya dari binatang liar. Apalagi, kebun yang dipasangi kabel listrik merupakan perkebunan warga, bukan di dalam kawasan hutan.
”Seharusnya negara, dalam hal ini BKSDA Aceh, menjaga satwa lindung agar tidak memasuki perkebunan warga,” kata Hamdani.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto mengatakan, vonis penjara bagi terdakwa jangan dinilai dari berapa besarannya, tetapi merupakan komitmen negara melindungi satwa yang terancam punah. Ia berharap putusan itu memberikan efek jera bagi pelaku dan pelajaran bagi warga lain.