Kematian Otto memperpanjang kematian gajak jinak. Pada 2020 dua gajah jinak mati. Pada Agustus 2020, gajah jinak jantan di CRU Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, mati mendadak, dan September 2020 seekor gajah jinak mati.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kematian gajah jinak bernama Otto di Conservation Response Unit, pusat mitigasi konflik satwa di Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara, mengejutkan dunia konservasi di Aceh. Semua penyelidikan terhadap kasus kematian gajah di Aceh harus dilakukan terbuka dan berujung efek jera.
Kematian Otto, gajah sumatera (Elephasmaximus sumatranus) berusia 25 tahun, terjadi pada Minggu (27/12/2020). Namun, kabar kematiannya baru beredar pada Jumat, 1 Januari, atau lima hari setelahnya.
Ironisnya, usia Otto masih muda dan selama ini dirawat berkala tim khusus di Conservation Response Unit (CRU) itu. Kehilangannya semakin berlipat karena Otto yang ditangkap di Aceh Jaya beberapa tahun lalu itu adalah garda depan penengah konflik gajah liar dengan manusia di Aceh Utara.
Kematian Otto memperpanjang kematian gajak jinak di Aceh. Pada Agustus 2020, gajah jinak jantan di CRU Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, mati mendadak. Sebulan kemudian, seekor gajah jinak betina di CRU Peusangan, Kabupaten Bener Meriah, mati setelah diserang gajah liar.
Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh periode 2016-2020, jumlah gajah mati 42 ekor. Sebanyak 57 persen dipicu konflik, mati alami (33 persen), dan perburuan (10 persen).
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, Sabtu (2/1/2020), menegaskan, tidak menutup informasi kematian gajah jinak itu. Tim medis masih memeriksa penyebab kematian. Agus menambahkan, dari hasil nekropsi, sejauh ini ditemukan perubahan warna di bagian usus, yaitu menghitam. Selain itu, ada juga manifestasi endoparasit atau parasit yang tumbuh dalam organ.
Tim medis juga mengambil beberapa sampel berupa jantung, hati, paru-paru, limpa, usus, feses, lidah, untuk diperiksa di Laboratorium Forensik Mabes Polri. Sementara sepasang gading disimpan polisi hingga selesai proses hukum.
”Tim medis sudah mengambil sampel untuk uji lab. Nanti, hasilnya kami infokan kembali,” kata Agus.
Direktur Flora Fauna Aceh Dewa Gumay mendesak BKSDA Aceh membuka hasil investigasi kematian gajah jinak. Dewa mengatakan, dalam beberapa kasus sebelumnya, usus yang menghitam diduga kuat dipicu racun.
”Untuk BKSDA Aceh, kita harapkan lebih transparan agar menjadi masukan yang konstruktif dalam menyusun arah kebijakan perlindungan gajah,” ujar Dewa.
Sebelumnya, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Ajun Komisaris Besar Hairajadi mengatakan, polisi bakal menyelidiki semua kasus kematian gajah. Kematian gajah di Pidie, misalnya, akibat tersengat pagar listrik di kebun warga. Pemasang kabel di kebun itu lantas dijadikan tersangka.
Akan tetapi, kata Hairajadi vonis terhadap terdakwa kasus kejahatan satwa liar masih rendah. Akibatnya, tidak memberikan efek jera. ”Kami berharap ada putusan tinggi agar memberikan efek jera bagi para pelaku,” kata Hairajadi.