DPR Aceh dan Pemprov Didesak Cari Solusi Bijak Terkait JKA
Para pihak berharap Jaminan Kesehatan Aceh tidak dihentikan. Program tersebut dianggap paling pro rakyat.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Para pihak mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh tidak menghentikan program Jaminan Kesehatan Aceh. Eksekutif dan legislatif diminta segera bermusyawarah untuk mencari solusi yang bijak.
Ketua Nahdlatul Ulama Provinsi Aceh Faisal Ali, dihubungi Kamis (17/3/2022), menuturkan, Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah program yang manfaatnya dirasakan langsung oleh warga Aceh. Menurut Faisal, menghentikan program JKA menjadi bentuk ketidakberpihakan pemerintah kepada warga.
”Program lain juga untuk warga, tetapi JKA ini memang langsung dirasakan. Warga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk berobat,” kata Faisal.
Faisal meminta pihak legislatif (DPR Aceh) dan eksekutif (Pemprov Aceh) untuk duduk bersama dengan melibatkan para pakar guna mencari solusi yang bijak.
”Jika alasannya karena anggaran terbatas, mungkin ada program lain yang bisa dirasionalisasi sehingga JKA tetap bisa dilanjutkan,” kata Faisal.
Program Jaminan Kesehatan Aceh diluncurkan pada Juni 2010. Melalui JKA, semua biaya pengobatan warga yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Aceh ditanggung Pemprov Aceh. JKA menggunakan dana otonomi khusus.
Akan tetapi, sejak 1 Januari 2014, program JKA diintegrasi ke dalam program JKN. Sejak pelaksanaan JKN, Pemprov Aceh hanya membayar premi kesehatan warganya yang tidak ditanggung oleh JKN.
Belakangan, Pemprov Aceh menghentikan program JKA. Terhitung 1 April 2022, semua warga Aceh diminta untuk mendaftarkan diri ke program Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pemprov Aceh telah mengumumkan penghentian JKA terhitung 1 April 2022. Warga yang selama ini premi BPJS dibayar oleh JKA harus mendaftarkan diri kembali ke BPJS. Artinya, mereka harus membayar premi secara mandiri atau mendaftar sebagai peserta PBI dari JKN.
Jika alasan karena anggaran terbatas, mungkin ada program lain yang bisa dirasionalisasi sehingga JKA tetap bisa dilanjutkan.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi V Bidang Kesehatan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Falevi Kirani menuturkan, pekan depan pihaknya akan menggelar pertemuan dengan para pemangku kepentingan untuk membahas nasib JKA.
”Mudah-mudahan minggu depan sudah ada keputusan final,” kata Falevi.
Falevi mengatakan, kemungkinan JKA untuk dilanjutkan sangat terbuka. Akan tetapi, evaluasi harus dilakukan agar pengelolaan anggaran dan sistem pelayanan dapat diperbaiki.
Falevi menyorot besaran anggaran untuk JKA dalam setahun mencapai Rp 1,2 triliun, tetapi pelayanan kesehatan, menurut dia, tidak membaik.
Pemprov Aceh mengalokasikan anggaran Rp 1,2 triliun untuk membayar premi dan jasa medis bagi 2,2 juta warga Aceh. Belakangan, besaran anggaran tersebut dianggap membebani anggaran daerah karena penerimaan dana otonomi khusus mulai tahun depan menyusut.
Juru Bicara Pemprov Aceh Muhammad Mta menuturkan, nasib JKA ditentukan dari hasil evaluasi oleh DPR Aceh. Muhammad mengatakan, pemprov dapat saja melanjutkan jika DPR Aceh menyetujui anggaran.
”Penentuan program JKA ini bukan hanya pada pemerintah, melainkan juga pada pihak legislatif,” kata Muhammad.
Ketua Umum Partai Aceh Muzakkir Manaf meminta anggota DPR Aceh dari Partai Aceh untuk memperjuangkan program JKA agar tetap berlanjut. Muzakkir mengatakan, program JKA lahir dari rahim Partai Aceh, saat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf masih menjadi pengurus partai tersebut.
”Pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat Aceh tidak boleh dihentikan. Gubernur dan DPR Aceh harus segera menyelesaikan polemik ini. Jangan mengorbankan rakyat,” kata Muzakkir.