Jaminan Kesehatan Aceh Dihentikan Sementara, Warga Diminta Daftarkan JKN
Penghentian sementara Jaminan Kesehatan Aceh dimulai sejak 1 April 2022. Pemprov Aceh meminta warga mendaftarkan diri ke sistem Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Aceh menghentikan sementara program Jaminan Kesehatan Aceh. Dengan demikian, premi Jaminan Kesehatan Nasional warga yang selama ini dibayarkan oleh Pemprov Aceh melalui program JKA dihentikan.
Penghentian sementara terhitung sejak 1 April 2022. Pemprov Aceh meminta warga mendaftarkan diri ke sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan yang ditunjuk untuk melaksanakan program JKN.
Ketua Komisi V Bidang Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Falevi Kirani, Jumat (11/3/2022), menuturkan, perlu evaluasi menyeluruh pelaksanaan program JKA. ”Anggaran yang dialokasi untuk JKA setahun Rp 1,2 triliun, tetapi pelayanan kesehatan tidak membaik,” kata Falevi.
Oleh karena itu, Falevi menginginkan Pemprov Aceh mendiskusikan kembali kerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memperbaiki sistem dan pelayanan.
JKA diluncurkan pada Juni 2010. Kala itu, melalui JKA, semua biaya pengobatan warga yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Aceh ditanggung Pemprov Aceh. JKA menggunakan dana otonomi khusus.
Akan tetapi, sejak 1 Januari 2014, program JKA diintegrasi ke dalam program JKN. Sejak pelaksanaan JKN, Pemprov Aceh hanya membayar premi kesehatan warganya yang tidak ditanggung oleh JKN.
Anggaran yang dialokasi untuk JKA setahun Rp 1,2 triliun, tetapi pelayanan kesehatan tidak membaik.
Falevi mengatakan, setiap tahun, sekitar 2,1 juta warga Aceh masuk dalam penerima bantuan iuran (BPI) dari JKN, iuran dibayar menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebanyak 801.204 pegawai negeri sipil/TNI/Polri dan 123.579 warga pekerja swasta membayar premi secara mandiri. Sisanya, sebanyak 2,2 juta warga Aceh, premi JKN dibayar oleh Pemprov Aceh melalui program JKA.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, kata Falevi, jumlah warga miskin di Aceh sebanyak 819.069 orang. Artinya, sangat mungkin penerima bantuan iuran dari JKA atau JKN termasuk bukan warga miskin.
”Kami ingin data penerima BPI JKN dan iuran dari JKA dibuka. Jangan-jangan ada nama ganda. Agar tidak ada ruang penyalahgunaan anggaran,” kata Falevi.
Juru Bicara Pemprov Aceh Muhammad Mta menuturkan, jika merujuk ke data kemiskinan Aceh versi BPS Aceh, selama ini penerima BPI JKN dan premi dari JKA sebagian besar warga ekonomi menengah ke atas.
Muhammad menambahkan, pertimbangan lain penghentian sementara program JKA karena dana otsus Aceh pada 2023 akan berkurang 50 persen dari biasanya.
Sejak 2008-2022, dana otsus Aceh sebesar 2 persen dari dana alokasi umum nasional. Namun, mulai 2023 hingga 2027 menjadi 1 persen dari DAU nasional.
Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) akan berkurang sehingga akan berpengaruh pada kemampuan menjalankan program JKA.
Muhammad mengatakan, pada 2022, Pemprov Aceh akan fokus menyelesaikan pembangunan rumah sakit regional di Aceh Tengah, Aceh Barat, dan Langsa.
Muhammad meminta pemkab/pemkot di Aceh untuk memastikan warga miskin di daerah masing-masing masuk dalam daftar 2,1 juta penerima BPI dari JKN. Sementara itu, warga yang mampu diminta mendaftarkan diri melalui jalur mandiri.
Kebijakan Pemprov menghentikan JKA menimbulkan kegelisahan warga miskin. Mereka khawatir tidak masuk dalam penerima BIP JKN dan JKA.
Angkasah (35), warga Kabupaten Nagan Raya, ditemui di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, menuturkan, selama ini dia berobat menggunakan BPJS tanpa pernah membayar iuran.
Namun, Angkasa tidak tahu dirinya masuk dalam daftar BIP JKN atau JKA. ”Bagi saya, warga miskin, yang penting bisa berobat. Namun, kalau JKA dihapus, apakah ada jaminan saya tidak perlu bayar BPJS,” kata Angkasah.
Koordinator Komunitas Peduli Anak Kanker Aceh Ratna Eliza mengatakan, JKA harus dipertahankan, tetapi dengan pelayanan yang lebih baik.
”Pasien yang saya dampingi semua keluarga miskin. Jangan sampai, ketika JKA dihapus, mereka tidak mampu berobat,” kata Ratna.
Namun, Ratna berharap penerima JKA diverifikasi kembali agar penerima tepat sasaran.