Mimpi Nelayan Menebar Jaring di Kawasan Hilir IKN
Teluk Balikpapan di Kalimantan Timur bakal menjadi salah satu akses utama dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Warga nelayan di sekitarnya memiliki asa agar pembangunan tidak merusak sumber hidup mereka.
Tawaran konsep Ibu Kota Negara Nusantara menjadi kota berkelanjutan harusnya tidak membuat khawatir warga di sekitar Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Namun, saat aroma pembangunan mulai dekat, ketakutan akan penggusuran hingga hilangnya ladang tangkap ikan menghantui para nelayan di sekitar kawasan ibu kota baru.
Warga di kampung-kampung nelayan pada Minggu (6/3/2022) beraktivitas seperti biasa. Yang tidak biasa adalah obrolan mereka. Seperti di Kelurahan Jenebora, kampung nelayan yang letaknya lebih kurang 50 kilometer dari titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Siang itu, sekelompok ibu-ibu sedang sibuk membangun usahanya seusai mendapat bantuan modal usaha dari pemerintah setempat. Ada Siti Fahmi (58) yang merupakan ketua kelompok yang juga istri dari ketua RT 002, Saleha (46), Faridah (45), dan beberapa anggota kelompok lainnya.

Mahmud (60), Syaiful (52), dan Titin (40) sedang berbincang di depan rumah di Kelurahan Jenebora, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (6/3/2022). Mereka kesulitan mendapat minyak goreng meskipun rumah mereka terletak di seberang pabrik pengolahan minyak sawit di muara Teluk Balikpapan.
Sambil menyiapkan dagangan, mereka ngobrol soal pindahnya ibu kota. ”Enak nanti kalau sudah bangun bandara di Gresik (kelurahan tetangga). Mau ke mana-mana enggak usah nyeberang lagi ke Balikpapan,” kata Saleha.
”Iya, kalaupun enggak bisa naik pesawat, bisa lihat-lihat pesawat naik-turun,” kata Farida, disusul gelak tawa ibu-ibu lainnya.
”Terserah sajalah, kita ini ikut saja apa kata pemerintah. Mau pindah ke sini ibu kotanya juga ndak apa, asal kampung ini jangan dipindah ke mana-mana,” kata Siti.
Perkembangan berita dan informasi soal pembangunan infrastruktur di sekitar IKN memang selalu menjadi gosip renyah di kampung nelayan itu dan daerah sekitarnya. Kunjungan pejabat sekelas menteri ke kampung tetangga menambah kepercayaan mereka bahwa membangun pelabuhan dan bandara di kampung itu semakin nyata.
Terakhir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi datang ke Kelurahan Gresik pada 21 Februari 2022. Kelurahan itu berjarak hanya sekitar 5 kilometer dari Jenebora. Setelahnya, tersiar berita bahwa pemerintah akan membangun bandara VVIP di sana. Bandara dengan landasan 3.000 meter itu akan dibangun guna menunjang mobilitas pejabat di ibu kota baru.
Baca Juga: Pelantikan Bambang Susantono Dhony Rahajoe Dinilai Tepat
Kekhawatiran mulai muncul. Mahmud (60), suami Siti yang juga merupakan ketua RT 002, Kelurahan Jenebora, mengungkapkan, sampai saat ini tidak ada sosialisasi ke kampungnya. Ia pun baru tahu jika di kampungnya bakal dibangun calon bandara penunjang IKN.
Meski menyambut baik kedatangan semua pejabat, warga tidak bisa menutupi ketakutannya. Mereka khawatir akan direlokasi. Lebih buruk lagi, desas-desus beredar bahwa sejumlah kawasan mangrove bakal dibuka untuk pelabuhan, penunjang pembangunan IKN di Teluk Balikpapan.
”Kami, kan, pasang alat tangkap ikan di mangrove itu. Ndak hanya untuk ikan, tetapi pasokan kepiting itu, ya, sumbernya di situ,” kata Mahmud.
Menurut Mahmud, mangrove di sekitar Teluk Balikpapan merupakan urat nadi kehidupan para nelayan. Mereka memasang belat, bubu, dan rakang—alat tangkap tradisional nelayan sekitar Teluk Balikpapan—di kawasan mangrove. Sampai saat ini, alat-alat itu mudah ditemui di berbagai sudut hutan bakau di sekitar teluk.

Nelayan Jenebora, mulai melaut pada MInggu (6/3/2022) di Moan, Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Para nelayan di Jenebora dan sekitarnya berharap pembangunan IKN tidak merusak wilayah mangrove yang jadi pusat mata pencarian warga.
Jenebora dan setidaknya empat kampung nelayan lainnya berada di Teluk Balikpapan, yang saat ini merupakan urat nadi perekonomian dan perindustrian Provinsi Kalimantan Timur. Di sana, puluhan kapal industri hilir mudik membawa hasil produksi mulai dari tambang batubara, minyak kelapa sawit mentah (CPO), hingga minyak. Tak hanya itu, Teluk Balikpapan juga tempat empat pelabuhan umum untuk penumpang dan kargo terbesar yang ada di Kaltim.
Jaraknya yang dekat dengan titik nol membuat Teluk Balikpapan masuk dalam zona pembangunan. Bahkan, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Kaltim, seluruh bagian teluk adalah zona pelabuhan.
Ancaman bagi nelayan kian nyata. Sebab, dalam perda tersebut, tak ada zona tangkap nelayan tradisional di seluruh perairan teluk. Zona tangkap nelayan tradisional berada di Selat Makassar, berjarak puluhan mil dari Jenebora.
Baca Juga: Arab Saudi Tertarik dalam Pembangunan IKN
Sebenarnya, jauh sebelum ingar bingar IKN Nusantara berembus, aktivitas industri di sekitar Teluk Balikpapan sudah menjadi ancaman ribuan nelayan sejak 1980-an. Haji Bastah (71), nelayan di Kelurahan Jenebora, berkisah, jangkar kapal-kapal yang parkir di teluk merusak terumbu karang dan alat tangkap tradisional nelayan.
Setiap hari ia memasang rengge atau jaring tradisional di perairan teluk. Akan tetapi, hampir setiap hari pula rengge miliknya rusak karena menjadi tempat berlabuh tongkang.
”Rengge jadi rusak karena mereka parkir sembarang kapal dan tongkang, mereka enggak lihat buang jangkar di bawahnya ada rengge. Sudah saya laporkan ke perusahaan minta supaya jangan parkir di situ, tetapi masih saja sampai sekarang,” ungkap Bastah.
Sudah puluhan alat tangkap milik Bastah dan nelayan lainnya rusak. Bastah pun mengaku tak pernah mendapatkan ganti rugi. Ia hanya bisa pasrah. Ia tak mungkin pindah ke tempat lain karena banyak faktor. Merengge di tempat baru bakal memakan biaya bahan bakar kapal lebih besar. Belum lagi mencari titik-titik yang banyak ikannya.

Seorang nelayan menyiapkan bubu untuk menangkap ikan di Kelurahan Jenebora, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (6/3/2022). Masyarakat di Teluk Balikpapan itu terancam berkurang wilayah tangkapnya akibat aktivitas industri dan pembangunan ibu kota negara.
Hal serupa juga dirasakan oleh Saiful (52), pengepul kepiting yang mempekerjakan puluhan nelayan untuk membuat rakang, jebakan untuk kepiting atau ikan yang dipasang di pohon bakau.
”Kalau habis mangrove, terus ganti jadi pelabuhan, kami enggak bisa lagi cari kepiting. Mau cari di mana? Di mangrove semua ikan bertelur, kepiting bertelur, dan lain-lain. Laut tercemar aja ikan pindah,” kata Saiful.
Menurut Saiful yang sejak kecil sudah melaut, sejak ada aktivitas industri tahun 1980-an, para nelayan sudah semakin jauh mencari ikan. ”Dulu itu lepas jaring di belakang rumah pun jadi,” ujarnya.
Baca Juga: Satu Abad Kesibukan Teluk Balikpapan
Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Mappaselle menjelaskan, pembangunan infrastruktur di kawasan IKN tidak boleh merusak bentang alam yang saat ini kondisinya terus tergerus. Teluk Balikpapan salah satunya.
Teluk itu merupakan muara dari 54 daerah aliran sungai dengan 32 pulau kecil di sekitarnya. Teluk dengan kawasan mangrove seluas 16.800 hektar itu merupakan habitat dari beragam satwa kunci, seperti bekantan (Nasalis larvatus), pesut (Orcaella brevirostris), dugong, buaya muara, ratusan jenis burung, dan banyak jenis ikan.
Sampai saat ini, lanjut Mappaselle, kawasan mangrove di Teluk Balikpapan statusnya tidak dilindungi. Seluruh kawasan mangrove di sana merupakan areal penggunaan lain (APL) yang sewaktu-waktu bisa ditebang untuk berbagai kepentingan.

Foto udara bentang jembatan Pulau Balang di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (10/03/2021). Jembatan ini menghubungkan Balikpapan dan Penajam Paser Utara melalui Teluk Balikpapan yang terdiri dari bentang panjang dan bentang pendek.
Pembangunan IKN yang masif, kata Mappaselle, tidak boleh mengabaikan masyarakat yang sudah menetap puluhan tahun dan kawasan penting lainnya. Sebab, dari pengamatannya, apa pun yang dibangun di wilayah IKN saat ini akan berpengaruh terhadap kawasan lain, terutama di Teluk Balikpapan yang berada di hilir IKN.
”Kita akan membayar mahal di kemudian hari jika diabaikan,” ujar Mappaselle.
Sebelumnya, Gubernur Kaltim Isran Noor menyampaikan bahwa masyarakat tak perlu khawatir. Pemerintah, kata Isran, akan membangun IKN sesuai dengan yang direncanakan, yakni kota hijau yang berkelanjutan.
”Masyarakat tidak akan diganggu, hanya masuk dalam kawasan (IKN). Kalau ditata, iya, supaya dia bagus, permukiman bagus, infrastruktur bagus. Kalau mengusir (warga) tidak,” katanya.
Baca Juga: Lincah Pesut Kian Ciut di Rumah Sendiri
Dengan dilantiknya Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara, pembangunan ibu kota baru semakin dekat. Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi berharap pembangunan kota yang ramah lingkungan benar-benar terwujud.
”Harapan kami Kepala Otorita IKN bisa mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, berkesinambungan, dan ramah lingkungan. Menjadikan Nusantara sebagai pusat peradaban baru dunia,” ujar Hadi melalui Whatsapp kepada Kompas, Kamis (10/3/2022).
Direktur Ruang-Waktu Knowledge-Hub for Sustainable (Urban) Development Wicaksono Sarosa menilai kebijakan pemindahan ibu kota saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan perkotaan di Indonesia. Menurut dia, pemerintah perlu juga memiliki kebijakan perkotaan nasional.
Lulusan University of California itu mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru dalam kebijakan pemindahan ibu kota. Wicaksono mengatakan, negara harus memastikan tidak ada satu orang pun yang bakal mengalami penurunan kualitas hidup dalam kebijakan besar ini.
”Jangan sampai pertimbangan teknis banyak yang terabaikan. Demikian pula dengan pentingnya partisipasi publik. Walaupun sekarang sudah diputuskan, masih banyak hal (yang perlu diperhatikan), khususnya warga di lokasi ataupun di sekitarnya,” kata Wicaksono.