Pengadaan Tempat Cuci Tangan Sekolah di Aceh Diduga Dikorupsi
Pengadaan 390 tempat cuci tangan di 23 sekolah di Aceh senilai Rp 44 miliar diduga dikorupsi. Sebanyak 17 orang telah diperiksa, tetapi belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan oleh Dinas Pendidikan Aceh dengan anggaran Rp 44 miliar diduga bermasalah. Kepolisian Daerah Aceh mendalami dugaan korupsi pada program tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh Komisaris Besar Winardy, Senin (7/3/2022), menuturkan, kasus dugaan korupsi pembangunan tempat cuci tangan tersebut kini sudah masuk penyidikan. Sebanyak 17 orang telah diperiksa, tetpi belum yang ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka yang diperiksa terdiri dari kepala dinas pendidikan, rekanan, hingga pihak sekolah.
Menurut Koordinator Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh Askalani, pembangunan tempat cuci tangan itu sarat masalah. Penawaran tidak melalui tender, tetapi penunjukan langsung.
Total ada 390 tempat cuci tangan untuk 23 sekolah di beberapa kabupaten/kota yang dibangun Pemprov Aceh. Fasilitas itu merupakan bagian dari penanganan Covid-19. Total anggaran yang dipakai mencapai Rp 44 miliar, bersumber dari dana otonomi khusus tahun anggaran 2020.
Pantaun Gerak, di beberapa sekolah tempat cuci tangan tidak berfungsi sesuai rencana. Pembangunan diduga tidak sesuai spesifikasi.
Hal itu juga sesuai dengan pantauan Kompas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Banda Aceh, Senin. Sebanyak 11 unit tempat cuci tangan yang dibangun pemerintah di sekolah itu tidak berfungsi. Saat keran dibuka, air tidak keluar. Sebagian selang air lepas dari dudukan. Tempat cuci tangan itu dibangun di depan kelas.
Kepala SMA Negeri 3 Banda Aceh Muhibbul Khibri mengatakan, tempat cuci tangan yang dibangun dengan dana penanganan Covid-19 itu awalnya berfungsi, tetapi belakangan beberapa keran dan mesin pompa rusak. ”Terakhir dipakai sebulan yang lalu,” kata Muhibbul.
Semua tempat cuci tangan yang dibangun dengan dana Covid-19 di sekolah itu saat ini tidak berfungsi. Padahal tempat cuci tangan tangan yang dibangun pihak sekolah hingga kini tetap berfungsi.
Pembangunan tempat cuci tangan itu dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan. Sekolah hanya menjadi penerima manfaat.
Askalani menilai, penujukan langsung (PL) dilakukan agar proyek mudah dibagi-bagikan kepada orang tertentu. Proyek itu dipecah menjadi ratusan PL untuk ratusan perusahaan. Secara regulasi PL hanya bisa dilakukan untuk proyek di bawah Rp 200 juta.
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Provinsi Aceh juga telah melakukan pemeriksaan secara acak terhadap beberapa tempat cuci tangan. "BPK menemukan rata-rata setiap unit kekurangan volume pembangunan Rp 6 juta. Dengan demikian kerugian negara mencapai Rp 2,3 miliar," ujar Askalani.
Dia berharap Polda Aceh mengusut kasus itu sampai tuntas. Sebab, kata Askalani, korupsi dana penanganan Covid-19 merupakan kejahatan luar biasa.
Korupsi dana penanganan Covid-19 merupakan kejahatan luar biasa. (Askalani)
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh Alfian menuturkan, penyalahgunaan dana penanganan Covid-19 sangat melukai rasa kemanusiaan warga Aceh. Saat warga terpuruk karena dampak Covid-19, ada pihak yang justru menikmati anggaran daerah.
”Ini anggaran untuk bencana, tetapi tega dikorupsi. Pelaku harus dihukuum berat, penjara seumur hidup atau hukuman mati,” kata Alfian.
Sebelumnya juru bicara Pemprov Aceh, Muhammad Mta, mengatakan, Pemprov Aceh komitmen menjalankan pemerintahan yang bersih atau bebas dari praktik korupsi. Namun, jika ada oknum aparatur negara yang tersandung kasus, dia mengatakan, itu menjadi ranah aparat penegak hukum.
Korupsi menjadi persoalan serius di Aceh. Sepekan yang lalu Polda Aceh menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi beasiswa dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Sementara pada Agustus 2021, Polda Aceh juga menetapkan sembilan tersangka kasus korupsi program pembibitan sapi.