Pengungsi Gempa Pasaman Barat Mulai Diserang Penyakit
Pengungsi gempa mulai diserang sejumlah penyakit di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Oleh
PANDU WIYOGA, YOLA SASTRA
·4 menit baca
PASAMAN BARAT, KOMPAS — Pengungsi gempa mulai diserang sejumlah penyakit di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Kurangnya kebersihan di pengungsian dan perubahan cuaca disebut menjadi penyebabnya.
Di Pasaman Barat, terdapat 14 posko besar pengungsian. Lokasi pengungsian dengan jumlah pengungsi terbanyak ada di halaman kantor Bupati Pasaman Barat. Di tempat tersebut, terdapat lebih kurang 2.800 pengungsi.
Salah satu pengungsi di sana, Aini (23), Jumat (4/3/2022), mengatakan, anaknya terserang campak sejak 28 Februari lalu. Kini, ia dan anaknya yang berusia 6 tahun itu menempati tenda khusus di halaman kantor Bupati Pasaman.
”Kami ditempatkan di tenda (khusus) ini supaya tidak menulari orang lain. Kata petugas kesehatan, anak saya akan sembuh sekitar tiga hari lagi,” kata pengungsi perempuan asal Jorong Timbo Abu, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat, itu.
Koordinator Kesehatan Posko Bencana Alam Gempa Bumi Pasaman Barat, Mayor (Ckm) Khairul Wendri, Kamis (3/3/2022) malam, mengatakan, ada 1.558 pengungsi yang mengeluh sakit di 14 posko pengungsian. Pengungsi rata-rata mengalami infeksi saluran pernapasan akut, diare, demam, maag, dan gatal-gatal.
Khairul menambahkan, penyakit pengungsi itu kebanyakan disebabkan oleh buruknya kebersihan di lingkungan tenda. Selain itu, faktor perubahan cuaca dinilai juga ikut berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pengungsi.
Soal kebersihan di pengungsian dikeluhkan oleh Neni (25). Saat ini, ia dan suami mengungsi di hutan sawit Jorong Limpato, Nagari Kajai.
Di sana, ada bekas lumpur di terpal yang dijadikan warga sebagai alas tenda. Hujan yang terjadi beberapa kali membuat kondisi tenda menjadi lembap dan kotor.
Menurut Neni, banyak anak buang air sembarangan karena toilet darurat jumlahnya sangat kurang di lokasi itu. Selain itu, pasokan air bersih juga cepat habis. Akibatnya, warga harus sering pergi ke sungai untuk mengambil air.
”Sebenarnya saya ingin pulang, tetapi rumah kami sudah rata dengan tanah,” ujar Neni, Rabu (2/3/2022).
Saat ini, Neni juga tengah hamil anak pertamanya. Usia kandungan dia sudah sembilan bulan dan waktu kelahiran tinggal menghitung hari. Namun, ia merasa belum pasti akan melahirkan di mana.
Sebenarnya saya ingin pulang, tetapi rumah kami sudah rata dengan tanah.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy meminta agar ada peningkatan kebersihan dan kebutuhan di tenda pengungsi, khususnya toilet dan air bersih. Ia melihat ketersediaan kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK) di tempat-tempat pengungsian belum mencukupi.
”Saya sudah berkomunikasi dengan Sekjen Kementerian PUPR agar segera menyediakannya. Jika ada bantuan dari instansi lain, termasuk TNI-Polri, kalau punya MCK mobile, saya imbau segera dikirim,” ujar Muhadjir saat berkunjung ke Pasaman Barat, Kamis (3/3/2022).
Dalam kesempatan itu, Muhadjir juga meminta petugas di posko pengungsian mengadakan pelayanan kesehatan dan penyembuhan trauma (trauma healing).
Pencarian korban
Sementara itu, di Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Pasaman, upaya pencarian korban longsor pascagempa bermagnitudo 6,1, Jumat (25/2/2022), masih berlangsung. Dari 6 korban hilang, baru dua orang yang ditemukan oleh tim SAR dan warga sekitar.
Kepala Seksi Operasi dan Siaga Kantor Basarnas Padang Octavianto, Jumat, mengatakan, upaya pencarian dan penyelamatan korban diperpanjang tiga hari atas permintaan Bupati Pasaman Benny Utama terhitung Jumat ini. Sebelumnya, upaya pencarian sudah berlangsung tujuh hari.
”Pencarian dan penyelamatan korban fokus di Nagari Malampah. Korban masih hilang 4 orang lagi, warga Siparayo. Sebelumnya, sudah ditemukan 2 orang dalam kondisi meninggal. Kami fokus sepenuhnya di area seluas 5 km persegi longsoran di Malampah,” kata Octavianto, saat dihubungi, Jumat.
Octavianto menjelaskan, sebelumnya ada 8 orang korban longsor di lokasi yang merupakan perladangan jagung tersebut. Walakin, 2 orang di antaranya selamat. Mereka menyaksikan 6 korban hilang lainnya berlarian dikejar lumpur saat longsor.
Menurut Octavianto, ada sejumlah kendala yang menyulitkan upaya pencarian korban. Pertama, upaya pencarian masih secara manual dibantu masyarakat setempat, padahal areal pencarian relatif luas.
Meskipun dinas terkait sudah menyediakan alat berat, itu tidak bisa digunakan karena tidak bisa dibawa ke atas ke lokasi longsor. ”Selama ini kami manual, tusuk-tusuk tanah pakai kayu, tercium bau tidak sedap, lalu digali. Prosesnya lama,” ujarnya.
Selanjutnya, kontur tanah lunak dan berlumpur juga menyulitkan. Belum lagi ancaman longsor susulan karena masih musim hujan. ”Risiko longsor susulan bisa terjadi kapan saja. Berdasarkan peringatan dini BMKG, cuaca masih sering hujan,” ujar Octavianto.