Jadi Perbincangan di Grup WA, Saatnya Pemerintah Sosialisasikan IKN Nusantara Lebih Baik
Jika ada kalangan TNI-Polri dan keluarganya membicarakan IKN di grup percakapan, berarti ada hal mengganjal pada kebijakan IKN, terutama hankam, Saat ini pun kelompok masyarakat sipil sedang menggugat UU IKN di MK.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbincangan terkait dengan Ibu Kota Negara Nusantara di kalangan TNI-Polri dan keluarganya menunjukkan sosialisasi tentang IKN harus dilakukan lebih baik lagi. Sebagai warga negara Indonesia, mereka dapat saja membicarakannya.
Penilaian itu disampaikan pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (2/3/2022). ”Jika ada kalangan TNI-Polri dan keluarga mereka membicarakan dalam WAG (grup percakapan di aplikasi Whatsapp) terbatas soal IKN, berarti masih ada hal yang mengganjal (terkait) kebijakan IKN tersebut di kalangan mereka, terutama dari sudut hankam (pertahanan keamanan),” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajaran TNI-Polri dapat memberikan contoh kepada masyarakat terkait kedisiplinan nasional. Presiden menegaskan, disiplin tentara dan kepolisian berbeda dengan masyarakat sipil.
”Misal berbicara mengenai IKN. Enggak setuju IKN. Itu sudah diputuskan loh oleh pemerintah dan sudah disetujui oleh DPR. Kalau di dalam disiplin TNI-Polri sudah tidak bisa diperdebatkan. Kalau di sipil silakan, apalagi di WA Group dibaca gampang. Saya baca itu, hati-hati dengan ini. Dimulai dari hal kecil nanti membesar dan kita akan kehilangan kedisiplinan di TNI maupun di Polri,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2022 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Pada kesempatan itu, Presiden kemudian menegaskan, gagasan besar tentang IKN sudah dimulai sejak tahun 1957. Kala itu, Presiden Jokowi menyebut Presiden Soekarno sudah akan memindahkan ibu kota ke Palangkaraya. Namun, rencana ini batal karena ada pergolakan. ”Zaman Pak Harto juga mau dipindah ke Jonggol di Jabar, batal karena ada pergolakan di 97-98,” ujar Presiden.
Presiden Jokowi menyampaikan, kajian tentang pemindahan IKN sejatinya sudah sangat lama. ”Kalau tidak kita eksekusi kajian yang ada ini, ya sampai kapan pun tidak akan terjadi. Memang butuh keberanian ada risikonya, ya ada risiko dari situ. Tetapi kita tahu, kita ingin yang namanya pemerataan bukan Jawa-sentris, tetapi Indonesia-sentris,” tambah Kepala Negara.
Jika timbul perbincangan terkait IKN di kalangan TNI-Polri dan keluarga, hal ini menunjukkan keputusan pindah IKN belum partisipatif, terutama dari aspek pertahanan dan keamanan.
Lebih lanjut menanggapi teguran Presiden itu, Achmad berpendapat, Presiden tak perlu bersikap koersif. Menurut dia, kalangan TNI-Polri aktif kelihatan tidak menentang keputusan pemerintah tersebut.
Jika timbul perbincangan terkait IKN di kalangan TNI-Polri dan keluarga, hal ini menunjukkan keputusan pindah IKN belum partisipatif, terutama dari aspek pertahanan dan keamanan. Presiden Jokowi dan pembantunya justru harus lebih baik lagi dalam menyosialisasikan dan bukan menganggap mereka yang membicarakan soal IKN sebagai kebablasan demokrasi.
”Sebagai warga dan insan Indonesia, boleh saja mereka membicarakannya,” katanya.
Di kalangan masyarakat sipil pun, Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) sedang digugat oleh beberapa kelompok masyarakat di Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Selasa (1/3/2022), para tokoh nasional secara resmi mendaftarkan permohonan uji materi (judicial review) terhadap UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN di MK.
Achmat Nur Hidayat, sebagai salah satu inisiator, mengatakan, permohonan diajukan terhadap dua aspek sekaligus, yaitu uji formil dan uji materi. Para pemohon melihat UU Nomor 3 Tahun 2022 bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, baik dari sisi pembentukannya maupun materi muatannya.
”Dalam pengujian formil, para pemohon melihat pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2022 memiliki cacat formil yang bersifat serius karena berimplikasi pada inkonstitusionalitas UU IKN dari sisi pembentukannya,” ujarnya.
Komite Judicial Review (KJR) UU IKN menyebutkan, tim advokasi memiliki alasan formil yang kuat, serupa dengan gugatan UU Cipta Kerja. ”Berkaca pada putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian UU Cipta Kerja yang untuk pertama kalinya mengabulkan permohonan uji formil, pengujian atas UU IKN juga mendalilkan aspek formil ini dengan argumentasi yang kuat, termasuk merujuk kepada beberapa pertimbangan MK dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020,” kata Syaiful Bakhri, Guru Besar Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta yang juga anggota tim advokat KJR UU IKN.
Adapun aspek materi muatan yang akan diuji lewat permohonan ini terkait dengan format otorita sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus penyelenggara ibu kota negara bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 18A Ayat (1), dan Pasal 18B Ayat (1).
Di dalam UU IKN, keberadaan otorita mengandung ketidakjelasan atau dualisme karena di satu sisi disebut sebagai pemerintah daerah khusus, tetapi di sisi lain otorita merupakan lembaga setingkat menteri. ”Dualisme ini jelas menimbulkan kerancuan konsep otorita itu sendiri dan, karenanya, sangat beralasan untuk diuji konstitusionalitasnya, khususnya terhadap norma pemerintahan daerah dalam UUD 1945,” ujar Syaiful.
Di samping alasan konstitusionalitas, aspek lain yang turut mendasari permohonan adalah tentang waktu pemindahan IKN dalam UU IKN. Dalam pandangan para pemohon, kebijakan dalam UU IKN tidak mempertimbangkan kondisi bangsa dan negara hari ini yang masih berjuang untuk kembali bangkit dalam segala sektor akibat hantaman pandemi Covid-19.
”Seharusnya pemerintah fokus pada kebangkitan ekonomi dan menuntaskan persoalan pandemi Covid-19, bukan justru memaksakan kebijakan yang tidak secara langsung berdampak pada masyarakat luas,” kata Abdul Malik, salah seorang inisiator KJR UU IKN.
Kebijakan dalam UU IKN tidak mempertimbangkan kondisi bangsa dan negara hari ini yang masih berjuang untuk kembali bangkit dalam segala sektor akibat hantaman pandemi Covid-19.
KJR UU IKN menyatakan, upaya mengajukan uji materi dan formil ke MK ini sesungguhnya merupakan bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional dengan cara melakukan koreksi melalui kanal konstitusional yang disediakan oleh UUD 1945. Kanal konstitusional dimaksud adalah mengajukan pengujian di MK. Tim hukum KJR UU IKN sudah mengirimkan empat koper berkas-berkas bukti terkait UU IKN per Selasa 1 Maret 2022 kepada MK.