Jadi Tersangka, Pelapor Dugaan Korupsi di Cirebon Surati Menko Polhukam
Nurhayati, pelapor dugaan kasus korupsi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menjadi tersangka, mengirim surat kepada Menko Polhukam Mahfud MD. Ia berharap mendapatkan keadilan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Nurhayati, pelapor dugaan kasus korupsi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menjadi tersangka, mengirim surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Mantan Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, itu berharap mendapatkan perlindungan dan keadilan.
”Kami membuat surat ke Menko Polhukam Mahfud MD karena ada atensi dari beliau untuk perlindungan terhadap Bu Nurhayati,” ujar Elyasa Budianto, kuasa hukum Nurhayati, Rabu (23/2/2022). Elyasa termasuk lima anggota Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII) yang mendampingi kasus ini.
Sebelumnya, pada 30 November 2021, polisi menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Citemu. Padahal, mantan bendahara desa itu turut mengungkap tindakan eks Kuwu (Kepala Desa) Citemu berinisial S yang diduga menyelewengkan anggaran desa lebih dari Rp 818 juta pada 2018-2020.
Elyasa berharap Mahfud yang juga alumnus UII dapat memberikan solusi atas kasus yang menjerat Nurhayati. ”Yang pasti, Kemenkopolhukam (diharapkan) akan memberikan titik tengah penyelesaian, apakah deponering (penyampingan perkara) dari perkaranya Bu Nurhayati dan menunda lanjut ke perkara pokok si kuwu. Suratnya dikirim hari ini,” ungkapnya.
Langkah mengirim surat kepada Menko Polhukam tersebut membatalkan rencana awal kuasa hukum untuk mengajukan gugatan praperadilan. Elyasa menampik adanya dugaan tekanan dari sejumlah pihak agar menunda praperadilan. Namun, pihaknya mengaku berkomunikasi dengan polisi. ”Kalau tidak ada hasil, harus disegerakan masuk praperadilan,” lanjutnya.
Melalui suratnya, Nurhayati menegaskan tidak terlibat dalam dugaan korupsi, termasuk menikmati uang negara. Sebagai bendahara sejak 2017, ia hanya menjalankan tugas mencairkan dana desa sesuai dengan perintah atasannya. Penetapan tersangka terhadap dirinya dinilai membuat masyarakat kecil takut menguak kasus korupsi di desa atau instansi lainnya.
Elyasa menilai, Nurhayati seharusnya tidak dipidana sesuai Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan itu menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan dari penguasa berwenang tidak boleh dipidana. ”Ini preseden buruk dan mematikan semangat pemberantasan korupsi,” ucapnya.
Melalui suratnya, Nurhayati menegaskan tidak terlibat dalam dugaan korupsi, termasuk menikmati uang negara. Sebagai bendahara sejak 2017, ia hanya menjalankan tugas mencairkan dana desa sesuai perintah atasannya.
Menurut Elyasa, kliennya merupakan saksi yang membantu pengungkapan kasus dugaan korupsi. Itu sebabnya, kliennya semestinya dilindungi. Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Rabu sore ini, kata Elyasa, tim LPSK akan melihat kondisi Nurhayati yang sedang menjalani isolasi mandiri.
Sebelumnya, Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar menegaskan, penanganan kasus Nurhayati sudah sesuai prosedur. Nurhayati diduga menyerahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada kepala desa sebanyak 16 kali. Ini melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Ia pun terancam melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001. Penetapan Nur sebagai tersangka, lanjutnya, berdasarkan bukti keterangan saksi dan sejumlah dokumen. ”Kami masih belum dapat membuktikan bahwa Saudari Nurhayati menikmati uangnya,” katanya.
Menurut Fahri, penetapan Nurhayati sebagai tersangka juga atas informasi jaksa penuntut umum (JPU). ”Kami melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap tersangka itu juga ada petunjuk dari tim JPU agar dilakukan pendalaman terhadap Nurhayati. Perbuatannya melawan hukum dengan memperkaya Saudara S,” ungkapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumber Cirebon Hutamrin menegaskan, jaksa tidak mengintervensi penyidik Polri dalam penetapan tersangka terhadap Nurhayati. Pihaknya hanya memberikan petunjuk agar penyidik memperdalam keterangan Nurhayati selaku saksi saat itu. ”Kami tidak pernah mengatakan Nurhayati itu harus jadi tersangka,” ujarnya.