Ungkap Dugaan Korupsi Atasannya, Mantan Bendahara Desa Citemu di Cirebon Jadi Tersangka
Mantan Bendahara Desa Citemu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berinisial N melaporkan kepala desanya yang diduga menggelapkan ratusan juta rupiah. Namun, kini N juga ditetapkan sebagai tersangka.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Mantan Bendahara Desa Citemu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berinisial N menjadi tersangka korupsi setelah melaporkan kepala desanya yang diduga menggelapkan dana ratusan juta rupiah. Kepolisian Resor Cirebon Kota mengklaim telah menjalankan penyidikan sesuai dengan ketentuan dan petunjuk jaksa penuntut umum.
Satuan Reserse Kriminal Polres Cirebon Kota menetapkan N sebagai tersangka dugaan kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Citemu, Kecamatan Mundu, pada 30 November 2021. N sebelumnya turut mengungkap tindakan eks Kuwu (Kepala Desa) Citemu berinisial S yang diduga menyelewengkan anggaran desa lebih dari Rp 818 juta.
”Kami melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap tersangka N itu juga ada petunjuk dari tim JPU (jaksa penuntut umum) agar dilakukan pendalaman terhadap N. Perbuatannya melawan hukum dengan memperkaya Saudara S,” kata Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar, Sabtu (19/2/2022), di Cirebon.
Menurut Fahri, N diduga melanggar Pasal 66 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam regulasi itu, pengeluaran APBDes dikeluarkan oleh kepala urusan keuangan kepada kaur dan kepala seksi pelaksana kegiatan atas persetujuan kepala desa.
”Uang (APBDes) itu tidak diserahkan ke sana (kaur dan kasi pelaksana kegiatan), tapi diserahkan ke kepala desa. Ini sudah 16 kali selama tiga tahun sejak 2018 dan merugikan keuangan negara,” lanjut Fahri. N pun terancam melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20/2001.
Menurut Fahri, penetapan ibu dua anak itu sebagai tersangka sesuai dengan keterangan saksi dan sejumlah dokumen. Meski demikian, pihaknya tidak menemukan bukti bahwa N menikmati hasil korupsi tersebut.
”Berdasarkan informasi yang diberikan N, (pencairan dana) itu atas perintah si kuwu. Tapi, ia sadar dan mengetahui,” katanya.
Pihaknya mengklaim telah profesional menangani kasus N sebagaimana kaidah hukum dan prosedur. Pihaknya tetap membuka ruang konsultasi dan diskusi untuk berbagai pihak yang terkait. Saat ini, polisi masih menunggu kesembuhan N yang masih dirawat di rumah sakit. Setelah itu, N akan menjalani proses hukum di persidangan.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumber Cirebon Hutamrin menegaskan, jaksa tidak mengintervensi penyidik Polri dalam penetapan tersangka terhadap N. Pihaknya hanya memberikan petunjuk agar penyidik memperdalam keterangan N selaku saksi saat itu.
”Kami tidak pernah mengatakan, (N) itu harus jadi tersangka,” ungkapnya.
Kuasa hukum N, Elyasa Budianto, menampik kliennya terlibat kasus korupsi. N, lanjutnya, hanya bertugas mengambil dana ke bank atas rekomendasi camat setempat, lalu menyerahkannya ke aparat desa yang berwenang.
”Kalau (pencairan dana desa) itu menjadi tersangka, kenapa hanya N? Itu ada peran-peran yang menjadi saksi, seperti camat,” katanya.
Elyasa menuturkan, N seharusnya tidak dipidana sesuai Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan itu menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan dari penguasa berwenang tidak boleh dipidana. Penetapan pelapor sebagai tersangka, lanjutnya, merupakan preseden buruk dalam pemberantasan korupsi.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa Citemu Lukman Nurhakim mengatakan, BPD telah menerima laporan N terkait dugaan korupsi yang dilakukan S sejak 2019. ”Akhirnya, saya laporkan (S) ke Polres Cirebon Kota, 2020. Di akhir 2021, kok, berbalik Bu N jadi tersangka. Dia hanya mencairkan dana desa atas perintah atasannya,” katanya.
Menurut Lukman, N berani mengungkap perbuatan S yang diduga menggelapkan uang pembangunan rumah tidak layak huni hingga dana santunan anak yatim. Selama ini, ia mengenal N sebagai aparat yang bersih.
”Dia tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban fiktif. Seharusnya dia dilindungi, bukan jadi tersangka,” katanya.