Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Kades Kinipan Dilanjutkan
Sidang dugaan kasus korupsi Kepala Desa Kinipan Willem Hengki dilanjutkan dengan ditolaknya eksepsi kuasa hukum oleh hakim. Masyarakat adat Laman Kinipan berharap kadesnya cepat kembali dan bebas.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sidang dugaan korupsi jalan usaha tani di Desa Kinipan terus dilanjutkan setelah hakim yang dipimpin Erhammudin menolak eksepsi terdakwa. Sidang itu diwarnai aksi solidaritas mahasiswa dan ratusan masyarakat dari Kinipan.
Sidang keempat dengan agenda putusan sela itu digelar pada Senin (21/2/2022) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Hadir dalam sidang tersebut semua jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa, dan kuasa hukumnya.
Dalam putusannya, Erhammudin membacakan beberapa pertimbangan dari pihaknya untuk tetap melanjutkan ke pokok perkara. Menurut hakim, dakwaan dari pihak Kejaksaan Negeri Lamandau sudah sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku sehingga proses persidangan bisa terus berjalan untuk membuktikan Kepala Desa Kinipan bersalah atau tidak.
Selama proses persidangan, ratusan mahasiswa dan masyarakat Kinipan beraksi di depan kantor pengadilan. Mereka tergabung dalam Gerakan Solidaritas untuk Kinipan. Sebuah bus dan beberapa mobil datang pada Senin pagi yang disewa oleh masing-masing penumpang dari Desa Kinipan yang jaraknya lebih kurang 600 kilometer dari Kota Palangkaraya untuk menghadiri sidang keempat kades mereka.
”Kami menginginkan kades kami dibebaskan karena ia tidak bersalah. Kami ini orang bodoh, tapi jangan dibodohi,” ujar Arnia Rani (62).
Arnia yang datang bersama anak dan cucunya ikut beraksi di bawah terik matahari. Tanpa topi, ia berupaya berteriak meski ringkih. Beberapa mahasiswi bahkan menangis saat melihat banyak warga lansia yang datang dan berorasi.
Meski beraksi selama sidang berjalan, para peserta tidak sempat masuk ke dalam area persidangan. Mereka hanya beraksi di depan gerbang masuk pengadilan.
Seusai persidangan, JPU dan kuasa hukum sempat cekcok persoalan kewajiban melapor terdakwa ke Kejaksaan Negeri Palangkaraya. Keributan itu hampir memancing peserta aksi untuk ricuh, tetapi Kepala Desa Kinipan Willem Hengki yang sempat diberikan kesempatan berbicara meminta peserta aksi untuk kembali dengan tenang dan tidak berbuat anarkistis.
Jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin oleh Okto Samuel Silaen menyambut baik keputusan hakim. Menurut dia, meski dinilai tidak cermat oleh kuasa hukum terdakwa dalam eksepsi, semua pasal dalam dakwaan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
”Putusan ini menunjukkan hakim dan kami (JPU) itu sejalan. Kami ingin menegakkan keadilan dari kasus tindak pidana korupsi, bukan persoalan lainnya, sidang ini akan kami lanjutkan dengan pokok materi,” kata Okto yang ditemui seusai persidangan.
Aryo Nugroho dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya mengungkapkan, pihaknya kecewa dengan keputusan hakim yang tidak menerima semua sanggahan atau pertimbangan dalam eksepsi soal dakwaan yang tidak cermat. Keputusan hakim yang menurut Aryo tidak obyektif akan menimbulkan keraguan dan sesat hukum.
”Akan ada upaya-upaya lanjutan terkait ini. Kami akan siap menghadapi sidang-sidang berikutnya,” ungkap Aryo.
Hutan adat
Selama ini, Willem Hengki bersama warga Kinipan dinilai merupakan tokoh desa yang aktif memperjuangkan pengakuan hutan adat seluas 16.000 hektar di mana 2.600 ha di antaranya sudah dibuka untuk perkebunan sawit perusahaan. Hal itu yang memicu dugaan kasus korupsi Willem Hengki.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Bayu Herinata yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Kinipan mengungkapkan, pihaknya yakin kasus Willem Hengki merupakan bagian dari upaya pelemahan gerakan masyarakat adat Kinipan dalam mempertahankan wilayah adatnya.
Mencari-cari kesalahan atau masalah yang menyeret tokoh adat ataupun tokoh desa yang menjadi aktor gerakan perlawanan suatu komunitas agar konflik sebenarnya teralihkan sudah terlalu sering terjadi di Kalteng.
Upaya pelemahan itu, lanjut Bayu, terlihat dari upaya aparat penegak hukum yang terkesan memaksakan Willem Hengki menjadi tersangka hingga terdakwa. Kasus serupa terjadi di Desa Penyang, Kabupaten Kotawaringin Timur, juga Kepala Desa juga Sekretaris Desa di Desa Birumaju, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng.
”Mencari-cari kesalahan atau masalah yang menyeret tokoh adat ataupun tokoh desa yang menjadi aktor gerakan perlawanan suatu komunitas agar konflik sebenarnya teralihkan sudah terlalu sering terjadi di Kalteng,” kata Bayu.
Melihat hal itu, JPU Okto Silaen beranggapan pihaknya tidak melihat kasus yang sedang ditangani memiliki hubungan dengan perjuangan hutan adat ataupun isu lingkungan lainnya.
”Kami melihat Willem Hengki sebagai kepala desa yang sedang berurusan dengan hukum dan upaya kami memberantas korupsi di negara ini,” ungkap Okto.
Editor:
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.