18 Tahun Tanahnya Dikuasai Perusahaan Sawit, Warga Penyang Menangi Gugatan
Hiden, warga Penyang, memenangi gugutan atas tanah seluas 15 hektar yang selama ini digarap perusahaan sawit di Kotawaringin Timur, Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Hiden, warga Desa Penyang di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, memenangi gugatan perdata atas tanahnya seluas 15 hektar yang selama 18 tahun dikuasai oleh perusahaan perkebunan sawit. Atas kemenangan itu, tanah milik Hiden yang sudah ditanami ribuan pohon sawit oleh perusahaan pun harus dikosongkan.
Bama Adiyanto, salah satu kuasa hukum Hiden dan warga Penyang, menjelaskan, kemenangan tersebut merupakan buah perjuangan masyarakat adat di Desa Penyang selama setahun belakangan mempertahankan haknya. Hiden merupakan salah satu dari lebih kurang 90 warga Penyang yang tanahnya diklaim perusahaan.
”Kunci kemenangan ini karena pihak tergugat atau perusahaan tidak bisa membuktikan sanggahannya sendiri. Selain itu, Pak Hiden memiliki surat pernyataan tanah yang sah sejak tahun 1991,” ungkap Bama di Palangkaraya, Kamis (17/2/2022).
Keputusan itu keluar dalam Sidang Putusan Perkara Perdata Nomor 9/Pdt.G/2021/PN.Spt tentang Perselisihan Hak Atas Tanah Seluas 15 Hektar antara Hiden, warga Desa Penyang, melawan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP) dan Koperasi Keluarga Sejahtera Bersama (KSB) sebagai tergugat pertama dan kedua, pada Rabu (16/2/2022). Persidangan dipimpin Hakim Ketua Doni Prianto dan hakim anggota Abdul Rasyid dan Firdaus Sodiqin.
Bama menjelaskan, selama 18 tahun tanah milik Hiden digarap oleh perusahaan dan koperasi dengan dalih masuk dalam hak guna usaha (HGU) perusahaan. Setelah diperiksa, ternyata perusahaan telah menanam dan beroperasi di luar HGU.
Total 15 hektar lahan milik Hiden, lanjut Bama, terbagi dalam dua bagian, yakni seluas 5,7 hektar dikuasai PT HMBP dan 9,3 hektar dikuasai oleh Koperasi Sejahtera Bersama (KSB), sebuah koperasi yang dibentuk oleh perusahaan untuk mengurus kebun plasma.
”Banyak lahan yang sudah digarap oleh perusahaan, tapi tidak pernah ada ganti rugi. Dengan kemenangan ini, beberapa warga lain yang tanahnya digarap juga akan mengajukan gugatan yang sama,” ungkap Bama.
Fidelis Harefa, kuasa hukum warga Penyang lainnya, menjelaskan, selain diperintahkan untuk mengosongkan lahan, PT HMBP dan Koperasi KSB juga dinyatakan hakim terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menguasai tanah milik Hiden selama 18 tahun. Mereka juga dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 6.654.000 kepada negara.
”Bila mereka banding, kami akan membuat kontra memori banding saja. Namun, apabila tidak ada upaya hukum lagi dari para tergugat, artinya kami menunggu agar putusan ini bisa dieksekusi,” kata Fidelis.
Konflik lahan antara warga Penyang dan PT HMBP bukanlah kasus baru. Kompas mencatat, pada 2020 lalu, tiga warga Penyang ditangkap dan dipenjara lantaran dituduh mencuri buah sawit. Tiga warga itu adalah James Watt, Dilik, dan Hermanus. Hermanus meninggal di dalam penjara sebelum sidang selesai.
Lahan tempat James Watt dan warga lainnya memanen sawit merupakan lahan yang selama ini diperjuangkan masyarakat Penyang yang diklaim perusahaan selama lebih kurang 18 tahun. Mereka ditangkap saat melakukan aksi protes terhadap perusahaan.
Dari catatan Kompas, terdapat 117 hektar lahan PT HMBP yang sudah diidentifikasi oleh panitia khusus DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan milik warga. Perusahaan saat itu dinilai melanggar aturan karena menggarap lahan di luar HGU.
Menanggapi putusan tersebut, Manajer Legal PT HMBP Wahyu Bimo mengungkapkan, pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum sesuai aturan. Sampai saat ini dirinya belum bisa berkomentar banyak karena masih menunggu keputusan atasannya.
Pihak perusahaan, lanjut Bimo, masih belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. ”Infonya sih demikian (kalah gugatan). Kami masih menunggu keputusan manajemen,” ujar Bimo yang dihubungi melalui telepon.
Direktur Save Our Borneo (SOB) Safrudin mengungkapkan, kasus yang dialami warga Penyang merupakan satu dari sekian banyak sengketa lahan yang terjadi di Kalimantan. ”Hanya sedikit saja yang memiliki keberanian seperti Hiden. Keputusan Majelis Hakim sudah cukup tepat dalam perkara ini dan bisa menjadi contoh yang baik bagi para penegak hukum lainnya,” katanya.