Petani yang Dituduh Mencuri Sawit Meninggal, Aktivis Lingkungan Minta Kasus Dihentikan
Hermanus (36), seorang petani yang didakwa dengan tuduhan mencuri buah sawit di Desa Penyang, Kotawaringin Timur, meninggal. Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria pun meminta kasus itu dihentikan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
DEDI SUSANTO
Proses penangkapan dua warga Penyang di Desa Penyang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Senin (17/2/2020).
PALANGKARAYA, KOMPAS — Hermanus bin Bison (36), petani yang didakwa dengan tuduhan mencuri buah sawit di Desa Penyang, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, meninggal. Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria pun meminta agar kasus yang dinilai kriminalisasi itu dihentikan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah Dimas Novian Hartono menjelaskan, dari informasi yang didapatnya, Hermanus meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Dalam beberapa bulan belakangan, Hermanus ditahan di Polres Kotawaringin Timur.
”Mereka adalah korban kriminalisasi. Kami minta kasus ini dihentikan karena tidak lagi sesuai dengan kemanusiaan. Hermanus selama ini menjalani persidangan dengan situasi kesehatan yang cukup parah,” kata Dimas, di Palangkaraya, Minggu (26/4/2020).
Hermanus meninggal pada Minggu pukul 00.30 WIB. Ia sempat dirawat seharian di rumah sakit tersebut.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Areal perkebunan kelapa sawit tampak memadati dan mengubah hutan hujan tropis Kalimantan dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Kamis (10/11/2011).
Koalisi Keadilan untuk Pejuang Lingkungan dan Agraria pun meminta aparat untuk transparan dalam mengusut kematian Hermanus. Koalisi itu merupakan gabungan dari 34 lembaga, di antaranya Save Our Borneo (SOB), Walhi, Retina Institute, Greenpeace Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Aliansi Reforma Agraria, dan berbagai lembaga lainnya, termasuk lembaga mahasiswa di Kalimantan Tengah.
”Sejak awal kasus ini terindikasi kuat merupakan skenario untuk membungkam perjuangan masyarakat untuk mendapatkan haknya yang dirampas PT Hamparan Mas Bangun Persada (HMBP),” ungkap Dimas mewakili koalisi.
Dedi Susanto, kerabat Hermanus, mengungkapkan, hingga kini pihak keluarga masih bersedih dengan kepergian Hermanus. Menurut dia, hingga kini pihak rumah sakit ataupun aparat belum memberikan keterangan medis yang jelas terkait penyebab kematian Hermanus. ”Saat persidangan kemarin, batuk dan pilek almarhum kian parah,” ujar Dedi.
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Timur Ajun Komisaris Besar Mohammad Rommel tak mau memberikan banyak komentar. Ia hanya menjelaskan, almarhum memang dititipkan kejaksaan di Polres untuk ditahan. Namun, proses dan tanggung jawabnya kini ada di Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur. “(Hermanus) Meninggal di rumah sakit, bukan di tahanan,” ujarnya.
ARYO NUGROHO
Persidangan pembacaan eksepsi atas terdakwa James Watt (47), paralegal dan pejuang agraria di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (13/4/2020).
Jaksa penuntut umum (JPU) Rahmi, yang menangani kasus Hermanus dan dua orang lainnya, juga enggan berkomentar banyak. Ia hanya membenarkan yang bersangkutan meninggal di rumah sakit. Dia meninggal saat masih menjalani masa persidangan.
Penangkapan
Hermanus ditangkap bersama Didik, warga Desa Penyang lainnya, pada 17 Februari 2020. Mereka dituduh mencuri 13-18 tandan kelapa sawit milik PT HMBP. Sejak saat itu ia ditahan.
Pada Sabtu, 7 Maret 2020, kerabat Hermanus dan Didik, James Watt, yang merupakan paralegal Walhi dan Sawit Watch, juga ditangkap di rumah milik Walhi di Jakarta. Ia dituduh menyuruh Hermanus dan Didik memanen sawit.
Bama Adiyanto, kuasa hukum ketiganya, mengungkapkan, yang dilakukan almarhum Hermanus dan Didik saat itu bukan mencuri, melainkan memanen buah sawit yang tumbuh di lahan yang mereka klaim milik warga Desa Penyang. Mereka menilai lahan itu bukan milik perusahaan karena berada di luar wilayah hak guna usaha (HGU) perusahaan.
DEDI SUSANTO
Proses blokade jalan di lokasi milik perusahaan oleh perusahaan perkebunan di Kotawaringin Timur, Kalteng, Selasa (18/2/2020).
”Mereka sedang protes sebenarnya, mengapa perusahaan itu beroperasi di luar HGU. Itu yang sedang diperjuangkan, harusnya tidak ditangkap. Masalah itu tidak disebut oleh JPU dalam persidangan,” kata Bama.
Tim hukum pembela James Watt, Hermanus, dan Didik kemudian mengajukan eksepsi karena menilai dakwaan JPU tidak tepat. Dakwaan itu tidak mengindahkan konflik sebenarnya yang terjadi dan keabsahan tanah tempat Hermanus dan Didik memanen sawit sebagai tempat kejadian perkara.
Menanggapi hal itu, Manajer Legal PT HMBP Wahyu Bimo mengungkapkan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum karena menilai yang dilakukan para terdakwa merupakan pelanggaran hukum.
Lahan yang diklaim milik warga, menurut dia, merupakan lokasi yang akan disiapkan untuk pembangunan plasma untuk masyarakat yang diwakili sebuah koperasi. ”Kami membuka kesempatan kalau ada warga yang ingin mengelola plasma, tentunya lewat aturan dan koperasi,” kata Bimo.