Unsrat Janjikan Kerja Cepat Investigasi Kekerasan Seksual di Fakultas Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, membentuk tim khusus untuk menginvestigasi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang dosen terhadap mahasiswi. Dosen itu masih aktif.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, membentuk tim khusus untuk menginvestigasi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang dosen terhadap mahasiswi. Untuk sementara, dosen tersebut masih berstatus aktif dan tetap menjalankan tugas-tugas akademiknya.
Dihubungi pada Senin (7/2/2022), Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (FH Unsrat) Toar Palilingan mengatakan, tim khusus tersebut dibentuk pada Kamis (3/2/2022). Keesokan harinya, mahasiswi yang menjadi korban, D, dipanggil untuk dimintai keterangan.
”Kami juga sudah memanggil beberapa saksi seperti teman baik korban dan meminta keterangan yang dapat mendukung tuduhan korban. Mereka mendapat cerita atau curhatan (curahan hati) korban, dan ini penting untuk menguji kekuatan tuduhan,” kata Toar.
Lembaga Advokasi Mahasiswa (LAM) FH Unsrat mengungkap tuduhan ini pada awal Februari 2022. Menurut Gabriel Rosok, ketua lembaga tersebut, terlapor adalah VZL, salah satu dosen FH Unsrat. Pada November 2021, VZL diduga memanggil D ke mobilnya yang terparkir di area kampus dengan alasan minta dibantu merekap nilai bersama.
Saat itulah pelecehan seksual terjadi. Sebelumnya, VZL disebut sering menelepon D untuk minta bertemu meski selalu ditolak. Dosen itu juga pernah meminta D untuk melakukan tindakan yang tidak pantas dalam relasi antara mahasiswa dan dosen.
Menurut rencana, VZL akan segera dipanggil pekan ini, kemudian hasil pemeriksaan akan diserahkan kepada tim investigasi rektorat. Belum ada tindakan yang diambil fakultas, seperti menonaktifkannya, selagi proses investigasi berlangsung. Menurut Toar, kebijakan itu baru dapat diambil sebagai sanksi setelah proses pemeriksaan berlangsung.
”Nanti akan ada tindakan, tetapi harus melalui proses dan mekanisme pembuktian. Tidak masalah juga kalau sanksi (penonaktifan atau skors) menyusul. Kegiatan perkuliahan juga belum dimulai, sekarang masih pengisian kartu rencana studi. Kalau sudah terbukti, baru sanksi akan kami ambil,” ujarnya.
Toar pun meminta sivitas akademika Unsrat dan masyarakat umum memercayakan penanganan kekerasan seksual ini kepada tim khusus yang telah dibuat. Pembentukan tim ini juga merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Ia mengakui, tim khusus tersebut belum sesuai syarat dalam permendikbudristek, yaitu melibatkan unsur dosen, karyawan, dan mahasiswa. Sebab, diperlukan pelatihan khusus pula dalam menangani kasus kekerasan seksual di kampus. Namun, Toar menjanjikan tim tersebut dapat bekerja cepat dengan tetap mengutamakan kepentingan korban.
”Paling tidak, tim ini bisa menjadi lembaga yang dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan ketenangan bagi warga kampus, terutama mahasiswa dan korban. Tim ini juga memberikan kesempatan bagi yang juga merasa pernah menjadi korban pelecehan untuk melapor. Kami siap menangani,” katanya.
Detail tentang D pun tetap dirahasiakan fakultas, termasuk jenjang semester yang sedang ditempuhnya. Toar mengatakan, D masih harus terus melanjutkan studinya. Karena itu, pihak kampus akan mendampingi, melindungi, dan menjamin D dapat menyelesaikan kuliahnya tanpa rasa takut.
Sementara itu, juru bicara Rektor Unsrat, Max Rembang, tidak menanggapi permintaan wawancara. Sebelumnya, Jumat (4/2/2022), kepada awak media, ia menyatakan rektorat segera menerbitkan surat keputusan pembentukan tim investigasi. Tim tersebut akan mulai bekerja pekan ini. Unsur mahasiswa pun akan dilibatkan sesuai Permendikbudristek No 30/2021.
Max juga mengatakan proses investigasi akan berlangsung transparan dan obyektif. Rektorat tidak ingin ada anggapan universitas melindungi pelaku. Karena itu, tindakan tegas di ranah hukum akan ditempuh demi menjaga nama baik universitas.