Seniman Lokal dan Mancanegara Bakal Meriahkan Nyadran Terowongan Tirtapala Banyumas
Puluhan seniman akan memeriahkan prosesi Nyadran Terowongan Tirtapala di Banyumas. Prosesi ini digelar sebagai wujud syukur atas air yang berlimpah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Puluhan seniman dari 18 kelompok seni di Kabupaten Banyumas, luar kota, dan juga luar negeri, akan memeriahkan prosesi ritual ”Nyadran Terowongan Tirtapala” di lereng Gunung Slamet. Kegiatan syukuran yang digelar pada 19 Februari 2022 di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, tersebut sebagai upaya menghidupkan lagi peninggalan budaya setempat.
”Lewat Nyadran terowongan, kami ingin menghidupkan kembali budaya yang hilang. Puluhan tahun lalu, Nyadran terowongan itu pernah ada, cuma sekarang tidak dilakukan lagi karena pertumbuhan zaman. Sekarang akan kami hidupkan lagi,” kata Ketua Paguyuban Pelestari Terowongan Air Tirtapala (Palestari) Tri Agus Triyono, Minggu (6/2/2022) di Banyumas.
Terowongan air Tirtapala merupakan saluran pengairan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat di lereng Gunung Slamet sekitar 1950. Terowongan Tirtapala merupakan terowongan berukuran lebar 80 sentimeter dan tinggi sekitar 160 sentimeter dengan panjang sekitar 550 meter. Terowongan ini mengalirkan air Sungai Logawa menuju enam desa di Kecamatan Kedungbanteng.
”Sebelum ada terowongan ini, warga hanya bisa panen sekali setahun karena mengandalkan sawah tadah hujan. Sejak adanya terowongan ini, mereka bisa panen 2-3 kali setahun,” kata Triyono.
Untuk itu, lanjut Triyono, tema utama Nyadran Tirtapala, yakni simbolisasi kesuburan yang ditimbulkan dari air sebagai sumber kehidupan. Simbol-simbol itu akan diperlihatkan melalui keanekaragaman seni dan budaya yang akan ditampilkan. ”Air itu lambang kesuburan dan sumber kehidupan. Jadi kami ingin keanekaragaman seni dan budaya yang ditampilkan akan melambangkan kesuburan,” katanya.
Menurut Triyono, 18 kelompok seni itu, antara lain berasal dari Banyumas, Subang, Indramayu, Magelang, dan beberapa seniman dari luar negeri, seperti Meksiko, Italia, dan Ekuador. Seniman dari luar negeri nanti akan ikut menari dan menabuh calung. Hal ini wujud rasa syukur kepada Tuhan dan rasa syukur atas limpahan air yang sudah diwariskan untuk anak cucu sampai sekarang sudah lebih dari 60 tahun. ”Ini bentuk apresiasi dan prestasi buat pejuang yang mengupayakan air sampai ke desa,” ujarnya.
Pada Minggu sore, sejumlah kelompok berlatih bersama di Rumah Lengegr di Banyumas. Kepala Rumah Tangga Rumah Lengger Sirwan mengatakan, pihaknya menyiapkan kolaborasi tari bernama Calengsai atau singkatan dari calung, lengger, dan barongsai. ”Ini menggabungkan dua kultur budaya dari Jawa dan Tionghoa. Ini melambangkan kita Indonesia terdiri atas beragam budaya, tapi rukun dan bersatu. Walaupun berbeda, kita tetap satu padu dan rukun,” kata Sirwan.
Sirwan menyampaikan, pihaknya menyiapkan 7 penari lengger lanang, 7 penabuh dan sinden, serta 10 pemain barongsai dari kelompok ”Singa Timur Purwokerto”.
Selain itu, di sana berlatih pula sejumlah penari dari sanggar Pitaloka Magelang. Ketua Sanggar Pitaloka Dewi Astuti menuturkan, pihaknya akan membawakan tari Lobong Ilang. Tarian ini mengisahkan transisi remaja putri menuju dewasa dan jadi satria perempuan, yaitu perempuan yang tangguh, berani, tegas, tapi tidak meninggalkan kewanitaannya.