Hak Interpelasi dan Peliknya Komplikasi Masalah Indramayu
Hubungan eksekutif-legislatif di Indramayu tengah tegang. Bila dibiarkan, semua ini hanya akan membuat warga Indramayu jauh dari sejahtera.
Rapat paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/1/2022) siang, sontak memanas. Wakil rakyat berlomba bersuara sambil mengacungkan tangan. Beberapa di antaranya berdiri dan saling menunjuk, bahkan nyaris baku jotos. Padahal, di luar sana warga masih banyak yang tidak berdaya.
”Saya minta semua duduk. Ini pimpinan. Yang tidak berkepentingan, keluar!” ujar Ketua DPRD Indramayu Syaefudin dengan suara tinggi saat menenangkan forum.
Tidak hanya mematikan mik salah satu anggota Dewan, pihaknya juga memanggil sekuriti. Beginilah suasana rapat pengajuan hak interpelasi terhadap Bupati Indramayu Nina Agustina.
Sebanyak 41 dari 50 anggota Dewan mengusulkan hak istimewa tersebut. Mereka berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Golkar, dan Demokrat. Bahkan, Fraksi Merah Putih dan Gerindra yang mengusung bupati juga turut mendukung. Hanya Fraksi PDI-P yang menolak interpelasi.
Kecuali Abdul Rohman, seluruh anggota Fraksi PDI-P akhirnya walk out karena tidak sepakat dengan hak interpelasi. Sebagai pendukung bupati, partai ”banteng” itu merasa punya tanggung jawab moral membatalkan interpelasi. PDI-P pun menyarankan legislatif lobi dengan eksekutif. Namun, suara mayoritas fraksi menolaknya.
Ada banyak alasan Dewan meminta hak interpelasi, mulai dari seleksi calon direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Darma Ayu hingga kekosongan jabatan pengawas, dewan komisaris, dan direksi sejumlah BUMD. Kekosongan jabatan definitif juga terjadi di beberapa satuan perangkat kerja daerah.
Baca juga: Viral Mengadu ke Jokowi, Rokaya Akhirnya Pulang dari Irak
Dewan turut mempersoalkan hubungan Bupati Nina dengan Wakil Bupati Lucky Hakim yang diduga retak meski belum setahun menjabat. ”Tidak difungsikannya wakil bupati dalam pengelolaan pemerintahan bukan lagi hanya rumor, tetapi dalam berbagai kesempatan ketidakharmonisan bupati dan wabup tampak jelas,” kata Ruyanto, juru bicara pengusul hak interpelasi.
Misalnya, foto Lucky Hakim yang diturunkan di kantor-kantor Pemkab Indramayu. Di media sosial, pemkab pun tak tampak potret artis tersebut. Ketika rapat dengan DPRD, bupati malah mengutus sekretaris daerah atau asisten daerah dibandingkan wakilnya. Saat peringatan Hari Jadi Indramayu, wakil bupati tidak duduk berdampingan dengan bupati.
Suami-istri
Anggota DPRD Indramayu Fraksi PDI-P, Liyana Listia Dewi, menilai, tidak ada urgensitas penerapan hak interpelasi. Permasalahan seleksi pejabat BUMD, misalnya, dinilai lebih politis. ”Hak interpelasi ini tidak berkaitan langsung dengan kepentingan publik luas,” ujarnya.
Sebaliknya, Ketua DPRD Indramayu Syaefudin mengatakan, interpelasi merupakan hak Dewan mengawasi eksekutif demi kepentingan publik. ”Saya pikir biasalah (hak interpelasi). Tanya saja kok. Interpelasi ini baru pertama kali. Tapi, bukan berarti harus selalu,” ujarnya.
Pihaknya pun mendesak Bupati Nina menanggapi hak interpelasi pada Jumat (11/2/2022). Forum itu, lanjutnya, tidak akan mengganggu hubungan legislatif dan eksekutif. ”Saya ini ’suami-istri’ sama Bu Nina dalam pemerintahan. Jadi, wajib kami mengingatkan,” ujar politisi Golkar ini.
Bupati Nina menepis isu keretakan hubungannya dengan wakil bupati. Sejumlah pertanyaan anggota Dewan, terkait pengelolaan BUMD, juga telah dijawab melalui asisten daerah. Meski demikian, pihaknya tetap akan memenuhi undangan Dewan.
”Intinya saya bekerja, bekerja, dan bekerja untuk perubahan Indramayu. Saya kan manusia yang bukan sempurna. Jika ada kesalahan, ya, kita duduk bareng. Kasihan, masyarakatnya bingung,” ungkapnya.
Baca juga:
Kasus Tengkes Turun, Anak Balita Indramayu Paling Kurus Se-Jabar
Kegaduhan eksekutif-legeslatif ini semestinya tidak boleh berkepanjangan. Warga Indramayu butuh solusi dan aksi bukan basa-basi. Jangan sampai warga selalu dipaksa menyelesaikan beragam masalahnya sendiri yang justru kerap berujung duka.
Ratna Erna Sari (20), warga Sudimampir Lor, Kecamatan Balongan, pernah mencobanya dan gagal. Saat hendak berusaha mengubah nasib menjadi pekerja migran, ia terjebak jalur nonprosedural.
Ujungnya buntung. Sejahtera tidak dia dapat. Ratna tewas saat menyeberang laut ke Johor, Malaysia, Senin (17/1/2022).
”Saya tuhsudah cegat (Ratna) berangkat. Apalagi, anaknya belum dua tahun. Tapi, dia ngeliat tetangga berangkat ke luar negeri dan bisa bangun rumah,” kata Wartipan (50), paman Ratna.
Tidak hanya lihat rumput tetangga yang hijau, lilitan utang dan impitan ekonomi terus mengejar dan memaksa Ratna pergi. Suaminya, Casmana, hanya buruh pacul dengan upah berkisar Rp 40.000 per hari.
Sudah lama Indramayu dikenal sebagai kantong pekerja migran. Tahun 2019, ada 23.360 warga bekerja di luar negeri dan sebagian besar di sektor informal. Seperti Ratna, hampir semua motifnya desakan ekonomi.
”Bila bisa sejahtera di rumah sendiri, buat apa pergi jauh-jauh merantau ke negeri orang. Kan buktinya tidak bisa (sejahtera di Indonesia),” kata salah seorang pekerja migran asal Indramayu yang ditemui Kompas beberapa waktu lalu di Hong Kong.
Tidak hanya pekerja migran yang dipaksa melanglangbuana menyelesaikan masalah hidupnya. Mereka yang bertahan, seperti nelayan, hidupnya juga jauh dari nyaman. Tidak sedikit nelayan Indramayu harus melintasi samudera demi bertahan hidup. Sebagian dari mereka bahkan meninggal dunia sebelum benar-benar sejahtera.
April 2021, sebanyak 13 nelayan dinyatakan hilang akibat tabrakan kapal. Empat nelayan juga meninggal. Sebanyak 15 orang lainnya ditemukan selamat. Sebagian besar korban merupakan anak yang harusnya sekolah.
Muhammad Anik (17), warga Kandanghaur, mengatakan, putus sekolah bagi nelayan sudah lazim. Masalah ekonomi jadi pemicu utamanya.
”Saya berhenti sekolah karena mau kerja di laut. Lebih enak dapat duit. Setengah bulan melaut bisa dapat Rp 600.000,” ujar Anik yang putus sekolah saat duduk di bangku kelas VIII sekolah menengah pertama.
Dengan rata-rata lama sekolah hanya 6,3 tahun atau tamat sekolah dasar, terang saja warga kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka Indramayu pada 2020 mencapai 9,21 persen atau 86.639 orang. Kondisi ini turut memicu angka kemiskinan yang menyentuh 12,7 persen atau sekitar 228.600 orang.
Dalam Studi Status Gizi Indonesia yang dirilis Kementerian Kesehatan mendata, prevalensi anak balita wasted atau kurus Indramayu paling tinggi di Jabar, yakni 12,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata prevalensi anak balita kurus di provinsi itu, 5,3 persen. Idealnya, prevalensi anak balita kurus kurang dari 5 persen (Kompas.id, 29 Desember 2021).
Bahkan, kisahnya semakin suram ketika beberapa kasus pembunuhan terjadi dalam keluarga bermotif ekonomi. Tragedi itu membuka sisi gelap kemiskinan dan lemahnya ketahanan keluarga di Indramayu.
Dalam catatan Kompas, kasus pembunuhan oleh suami terhadap istri beberapa kali terjadi di Indramayu. Oktober 2017, terjadi pembunuhan di Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Oktober 2017. Dupendi (35) tega membunuh istrinya, Daliri (30), dengan kapak karena menolak rujuk.
Dupendi sempat mencoba bunuh diri dengan kapak itu, tetapi masih bisa terselamatkan. Saat itu, Daliri mengajukan cerai karena suaminya tidak menafkahinya.
Pertengahan 2019, SP (15), warga Desa Dukuh Tengah, Karangampel, dibunuh UN (19), suaminya, yang juga tetangga desa. SP dicekik hingga tewas setelah meminta jalan-jalan setelah Lebaran.
Pada September 2020, ketika pandemi sudah membekap dunia, nyawa Junah (65) diambil suaminya sendiri, M (65). Pasangan suami istri dari Bangodua ini sudah lama kerap cekcok akibat kendala ekonomi.
Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia Indramayu Yuyun Khoerunnisa menilai, kasus pembunuhan suami terhadap istri menunjukkan jurang kemiskinan. Hal itu memperlihatkan lemahnya ketahanan keluarga di Indramayu.
Ini jelas ironi. Alasannya, Indramayu tidak miskin potensi. Dibanggakan pemerintah sebagai lumbung pangan nasional, Indramayu mampu memproduksi 1,3 juta ton gabah kering giling per tahun atau yang terbesar di Indonesia. Hasil perikanan tangkap juga mencapai 150.530 ton tahun 2020 atau menjadi yang terbesar di Jabar.
Faktanya, berbagai potensi itu belum juga menyejahterakan warga. Korupsi di Indramayu justru lebih sering mengemuka ketimbang kisah warga yang sejahtera. Dua eks bupati, yakni Irianto MS Syafiuddin atau Yance dan Supendi pernah terjerat korupsi.
Ibarat penyakit, persoalan di Indramayu sudah komplikasi. Nina, yang dilantik pada 26 Februari 2021 sebagai bupati, sempat menimbulkan harapan. Anak mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar ini menggeser kekuasaan mendiang Yance dan istrinya, Anna Sophanah, yang hampir 20 tahun.
Namun, menurut Iman Soleh, pengamat politik dari Universitas Wiralodra Indramayu, Nina tidak bisa sendirian. Tidak mudah menjalankan roda pemerintahan tanpa dukungan legislatif.
Persoalannya, Golkar masih menguasai DPRD, mengalahkan PDI-P yang mendukung Nina. Apalagi, muncul isu PDI-P kurang solid beberapa waktu terakhir.
”Bupati harus segera melakukan komunikasi darurat dengan anggota Dewan. Kalau tidak, ke depan, setiap kebijakan (bupati) akan ditentang Dewan,” ucapnya.
Jangan sampai eksekutif-legislatif terlalu sibuk dengan hak interpelasi. Kini, masih banyak masyarakat Indramayu yang dipusingkan kemiskinan dan kisah miris lainnya. Ujungnya, bahagia sulit didapat apalagi sejahtera.
Baca juga: Kuliner Pantura Jabar, Biarkan Pelanggan Tetap Temukan Kami di Sini...