Kuliner Pantura Jabar, Biarkan Pelanggan Tetap Temukan Kami di Sini...
Jalan Tol Trans-Jawa turut membuat jalur pantai utara merana. Sejumlah pelaku usaha angkat tangan, tetapi ada juga yang coba bertahan. Entah sampai kapan.
Jalan Tol Trans-Jawa memberi banyak manfaat bagi banyak pengguna jalan. Namun, mulus jalannya juga memberi tantangan tidak ringan bagi pelaku usaha di jalur pantai utara. Sebagian dari mereka angkat tangan, meski ada yang coba bertahan walau entah sampai kapan.
Di antaranya, Rumah Makan Pesona Laut di Eretan, Kabupaten Indramayu, Jabar. Siang itu, Rabu (15/12/2021), pelayan berbaju merah menghampiri pengunjung dengan senyum. Sambil memegang buku menu, ia menawarkan tempat duduk.
Dari 15 saung, hanya dua tempat yang terisi. Debu menempel di meja, pertanda jarang digunakan. Saking sepinya pengunjung, dua juru masak hanya selonjoran, sedangkan kasir menikmati kipas angin. Debur ombak yang bertemu bebatuan memecah keheningan.
Sebelum 2015, RM Pesona Laut yang terletak tepat di pinggir jalan pantura Eretan arah ke Cirebon tidak pernah sunyi. Apalagi, saat mudik Lebaran dan libur Tahun Baru. Jalur tersebut acap kali dipadati pemudik dari Jakarta dan sekitarnya. Macet pun tak terhindarkan.
Lebih dari 30 karyawan bekerja bergantian selama pukul 07.00 hingga 22.00. Mereka tidak hanya dari Kecamatan Kandanghaur, tetapi juga Losarang, Indramayu, bahkan ada yang tinggal di Kabupaten Subang, Jabar. Mereka hidup dari lalu lintas pengunjung di RM Pesona Laut.
”Dua kakak saya dulu juga kerja di sini. Alhamdulillah, hasilnya cukup untuk kehidupan sehari-hari. Bahkan, karyawan jalan-jalan ke Yogyakarta sekali setahun,” kata Iis Kholisotul Maulidiyah (24), kasir RM Pesona Laut.
Baca juga : Berhati-hati di Cipali, Bersenang-senang ke Kampung Kemudian
Dulunya, rumah makan tersebut juga berkolaborasi dengan BT Batik Trusmi Cirebon. Konsumen bisa sekalian belanja batik sembari menyantap kuliner laut. Sederhananya, rumah makan mempromosikan batik.
Akan tetapi, kisah adem itu menjelma muram sejak Jalan Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali beroperasi pertengahan 2015. Pengendara ramai-ramai meninggalkan pantura. Tol sepanjang 116,7 kilometer itu dapat memangkas jarak tempuh hingga 40 kilometer dibandingkan pantura.
Lebih dari 30.000 kendaraan melintasi Cipali setiap hari. Bahkan, saat mudik Lebaran, jumlahnya bisa menyentuh 100.000 kendaraan. Sebelum beroperasinya tol, kendaraan tersebut menghidupi pantura, jalur nadi perekonomian nasional.
Seperti cat papan reklamenya yang memudar, pesona RM Pesona Laut kini redup. Jumlah karyawannya menyusut, hanya 18 orang. Jam operasionalnya pun hanya pukul 08.00-20.00. ”Maghrib juga biasanya tutup karena sepi pisan (banget),” ucap Iis yang bekerja sejak 2016.
Tidak hanya Pesona Laut, puluhan rumah makan di pantura juga terpukul. Hanya rumput liar, lumut, dan kesunyian yang menghampiri. Ada yang beralih fungsi menjadi gudang, tempat alat berat, hingga markas organisasi masyarakat.
Tempat yang dulu kerap menjadi persinggahan penumpang bus kini seperti rumah hantu. Tol Trans-Jawa telah menggembosi jalur pantura yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Timur Herman Willem Daendels tahun 1808.
Pantura Indramayu memang terimbas pembangunan infrastruktur. Hanya ada satu pintu keluar tol di sana, yakni Gerbang Tol Cikedung. Itu pun jaraknya lebih dari 76 kilometer (km) ke pusat pemerintahan setempat. Untuk ke RM Pesona Laut, pengendara harus menempuh 95 km.
Bandingkan dengan Cirebon yang mempunyai setidaknya lima pintu keluar tol. Jarak ke pusat kotanya pun hanya beberapa kilometer. Tidak mengherankan, warga Indramayu acap kali memilih keluar tol di Cirebon untuk pulang.
Jika di tol tampak pemandangan hamparan sawah, hutan, dan tebing, jalur pantura menyajikan sawah, rumah warga, dan jejak usaha yang mati. Jalan berlubang dan bergelombang di beberapa titik pantura juga menantang.
Meski demikian, Iis dan karyawan lain tidak tinggal diam. ”Kami tetap menjaga kualitas makanan. Misalnya, ikannya segar, yang dibeli hari itu juga. Kalaupun ikan semalam, penyimpanannya harus bagus,” ujarnya.
RM Pesona Laut menyuguhkan ikan kakap, bawal, kerapu, baronang, cumi, udang, dan hidangan laut lain. Harganya cukup terjangkau, berbagai jenis ikan dijual Rp 12.500 per ons. Semuanya berasal dari tempat pelelangan ikan Eretan, sekitar 5 km dari RM.
Pihaknya juga merancang area rumah makan yang menghadap laut itu layaknya tempat wisata. Ada spot berfoto untuk Instagram dengan bingkai hiasan bola warna-warni dan tulisan ”Pesona Laut Love”. Ada pula kolam yang airnya langsung dari laut.
Mungkin karena kangen suasananya, orang-orang masih makan di sini. Bahkan, ada yang bela-belain keluar dari tol untuk ke Pesona Laut.
”Mungkin karena kangen suasananya, orang-orang masih makan di sini. Bahkan, ada yang bela-belain keluar dari tol untuk ke Pesona Laut. Bisa 10 sampai 15 pelanggan yang masih ke sini,” ungkapnya.
Di Google Review, rumah makan yang berusia lebih dari satu dekade itu mendapatkan 4,1 bintang dari penilaian tertinggi, 5 bintang. Warganet memberikan sekitar 220 ulasan, mulai dari keluhan tempat tak terjaga, pemandangan pantai nan indah, hingga nostalgia di RM Pesona Laut.
Akan tetapi, badai menerpa bukan hanya Cipali. Gelombang pandemi Covid-19 sejak tahun memaksa Iis dan teman-temannya sempat dirumahkan. ”Kami tetap digaji, tetapi setengahnya saja. Waktu Lebaran, kami sempat tutup. Kan, ada larangan mudik,” ujarnya.
Perubahan iklim juga mendera. Abrasi pantai dan pasang laut semakin menjadi tiap tahun. ”Tanggal 7 Desember tahun lalu, air pasang ngerusak (bangunan) pelangi yang jadi tempat foto-foto,” ucapnya.
Padahal, jarak tanggul laut ke tempat makan lebih dari 30 meter. Fondasi bangunan di dekat laut juga retak-retak, keropos. Bahkan, beberapa bangunan yang sempat dihantam ombak kini terbengkalai.
”Di sini, tiap hari rob. Enggak pernah kering. Kalau jalan mesti ngoyok (jinjit),” ucap warga Eretan Wetan itu tentang desanya yang sebulan terakhir dilanda rob. Biasanya, rob merengsek ke permukiman pagi hari. Tidak sedikit warga merogoh rupiah untuk meninggikan rumah.
RM Pesona Laut bak jatuh tertimpa tangga. Setelah Tol Cipali, kini pandemi Covid-19 dan perubahan iklim mengancam. Walakin, usaha itu masih jadi tumpuan Iis dan karyawan. ”Orangtua saya sudah sepuh. Jadi, saya enggak boleh kerja jauh,” ucapnya.
Tamatan sekolah menengah pertama ini juga tidak punya banyak pilihan tempat kerja. Bersama seorang kakaknya yang berprofesi guru, ia harus menghidupi orangtua dan seorang adik yang masih SMP. ”Adik saya jangan (kerja) di sinilah. Harus lebih baik. Cukup saya saja yang begini,” katanya.
Iis berharap, RM Pesona Laut kembali ramai seperti dulu. Apalagi, usaha itu turut berkontribusi terhadap perekonomian Indramayu karena menyetor pajak. Hingga semester II tahun ini, misalnya, pajak restoran mencapai Rp 1,9 miliar.
General Manager Operasi Astra Tol Cipali Suyitno menilai, jalan tol turut mengembangkan perekonomian dan pariwisata di daerah. Sebab, akses mobilitas barang dan jasa lebih cepat serta mudah. Waktu tempuh Jakarta-Cirebon via pantura yang lebih dari lima jam bisa menjadi tiga jam via tol.
Jumlah pengguna Tol Cipali juga meningkat dari awalnya 20.000 kendaraan per hari menjadi 50.000 per hari. ”Penambahan arus lalu lintas ini menunjukkan jalan itu dibutuhkan masyarakat. Pembangunan tol sudah kebijakan pemerintah. Kami hanya melaksanakannya,” ujarnya.
Libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 kembali menjadi ujian kesekian bagi RM Pesona Laut dan usaha lain di pantura: apakah tetap berdiri atau angkat kaki.
Baca juga : Bisnis di Pantura Mulai Menggeliat
Bertahan di Sumedang
Kisah berusaha bertahan juga tergurat di Warung Sate Ibu Oon di Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Jabar. Cita rasa tetap dijaga meski cemas bakal ditinggal pengguna Jalan Nasional 5 jika Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) beroperasi.
Sepiring sate dan semangkuk sup iga kembali beraksi di meja makan, Selasa (7/12/2021). Daging empuk dipotong dadu bercampur kecap manis dan colekan sambal. Uap hangat dari kuah sup beraroma rempah dan kaldu menggugah selera.
Kehangatan itu seperti obat sunyi dan dingin Sumedang yang diselimuti mendung siang itu. Warung yang bisa menampung lebih dari 30 orang hanya terisi kurang dari separuh. Pelanggan yang datang di jam makan itu bahkan bisa dihitung dengan jari.
Rosida (39) yang berjaga sebagai kasir lebih banyak termangu menunggu pelanggan datang. Hari itu, baru belasan orang yang datang sejak warung dibuka beberapa jam sebelumnya. Dia menatap aspal basah sehabis hujan, berharap pelanggan datang dan melepas penat di warungnya.
Selama pandemi Covid-19, Warung Sate Ibu Oon kehilangan ramainya pelanggan. Biasanya, warung yang berjarak sekitar 12 km dari pusat pemerintahan Sumedang ini ramai saat jam makan siang.
Bahkan, di awal pandemi, warung yang telah berdiri sejak 20 tahun lalu ini sepi ditinggalkan pelanggan lebih dari tiga bulan akibat dari pembatasan mobilitas masyarakat. Sebagai anggota keluarga yang ikut bergantung pada usaha ini, Rosida khawatir dengan kondisi tersebut.
”Saya masuk ke generasi kedua. Ibu yang mendirikan warung ini. Dulu, kalau mudik dan libur, kami mengeluarkan (daging) 30 kilogram lebih sehari. Hari biasa bisa keluar 20 kg. Sekarang, daging 15 kg sehari saat akhir pekan saja sudah bagus. Apalagi kalau hari biasa, jauh lebih sedikit,” ujarnya lesu.
Karena itu, saat mendengar kabar Tol Cisumdawu akan beroperasi, dia semakin pasrah. Alasannya, tol yang menghubungkan jalur Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) dengan Cipali ini berpotensi mengurangi lalu lintas kendaraan di Jalan Nasional 5.
”Kalau (di masa) mudik, pelanggan kami banyak yang berasal dari Jakarta dan Bandung menuju Cirebon. Kalau mereka banyak yang memilih lewat tol, ya, jalur ini ga bakal seramai mudik sebelum pandemi,” ucapnya sambil tersenyum miris.
Tidak hanya Warung Sate Ibu Oon, ribuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Sumedang juga bakal terdampak jika Jalan Nasional 5 ini sepi pelintas. Jalur sepanjang lebih kurang 100 km ini dianggap penting karena menjadi penghubung Bandung Raya dan Jabar selatan dengan pantura.
Baca juga : Seabad Tahu Bungkeng, Inspirasi Menghadapi Zaman
Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian Sumedang Wuddan Lukmanul Hakim menjabarkan, jumlah pelaku UKM di Sumedang yang terdata lebih dari 36.000 unit usaha. Sebagian besar di antaranya bergantung pada Jalan Nasional 5 ini.
”Kalau ditotal sama yang belum terdata, angkanya bisa lebih dari 80.000 usaha. Sebagian besar merupakan perdagangan dan bergantung pada ramainya jalur jalan itu. Bahkan, ada juga sektor produksi dari barang-barang dagangan ini. Jadi, bisa dikatakan jalur ini turut menopang perekonomian Sumedang,” ujarnya saat ditemui, Selasa (7/12/2021).
Wuddan menyatakan, pihaknya terus mencari berbagai peluang dari pembangunan ini, seperti pemasaran produk UMKM dan promosi daerah wisata di Sumedang. Salah satunya, membangun empat area peristirahatan (rest area) di kawasan Sumedang. Di lokasi tersebut, menurut rencana akan ditempatkan sejumlah UMKM dengan produk-produk andalan mereka, seperti tahu Sumedang atau kerajinan lain.
”Jadi, semua ada harapannya. Kami ingin menunjukkan Tol Cisumdawu itu menguntungkan. Setiap rest area punya keunikannya. Kami mengakomodasi pelaku UMKM untuk mendapatkan tempat di sana. Jadi, mereka masih mendapatkan pelanggan dari orang-orang yang melintas,” ujarnya.
Selain area peristirahatan, keuntungan lain yang bisa dimaksimalkan dari Tol Cisumdawu adalah potensi wisata. Adanya jalur tol membuat akses dari Tol Purbaleunyi ke Sumedang menjadi lebih mudah sehingga Sumedang bisa menjadi destinasi alternatif bagi pelancong yang hendak ke Bandung Raya.
”Jika wisatawan jenuh di sekitaran Bandung Raya, mereka bisa ke Sumedang. Bapak Bupati sudah mengingatkan hal tersebut, dan ini bisa menjadi peluang untuk kami dalam pemasaran UMKM di tempat wisata,” ujarnya.
Menurut Widdan, promosi wisata ini bisa kembali menghidupkan jalur nontol. Para pelintas masih tetap menggunakan jalur itu sehingga roda perekonomian tetap berjalan. Apalagi, kendaraan besar yang beralih ke jalan tol menambah kenyamanan berkendara di jalur nontol.
Pengamat ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Bandung, Setia Mulyawan, berpendapat, perpindahan pengguna jalan ini bisa menghambat laju ekonomi masyarakat di sekitar jalur. Bahkan, hal ini bisa berdampak pada perputaran roda ekonomi karena UMKM memegang peranan penting.
”Karena itu, pemerintah sebaiknya memberikan perhatian terhadap perubahan ini. Apalagi, jalur ini telah ramai selama berabad-abad. Artinya, usaha yang ada di sini bisa lebih dari dua generasi, dan biasanya sulit untuk lepas dari tekanan jika ada distorsi,” ujarnya.
Kami akan tetap bertahan di sini. Warung Sate Ibu Oon sudah paket lengkap antara makanan dan tempatnya, sulit untuk kami pisah. Biarkan para pelanggan tetap menemukan kami di sini.
Cita rasa
Agar tetap bisa bertahan, lanjut Setia, para pelaku usaha harus beradaptasi. Namun, penyesuaian yang ada tidak hanya bisa dilakukan dengan mencoba mencari pola baru, tetapi juga mempertahankan cita rasa yang unik dan menarik.
”Hal ini bisa dilakukan untuk usaha yang telah dikenal. Bisa saja karena keunikan, bahkan cita rasa, yang membuat orang-orang sengaja ke sana, baik itu karena penasaran atau ingin ke sana lagi setelah merasakan keunikannya,” ujar Setia.
Rasa penasaran ini yang membuat Raditya Nick (32), warga Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jabar, singgah di Warung Sate Ibu Oon. Dengan menggunakan sepeda motor bebek lawasnya, Nick terlihat lelah melintasi jalur di tengah gerimis.
Nick sedang dalam perjalanan menuju Kuningan. Posisi Warung Sate Ibu Oon yang berada di pertengahan rute perjalanannya membuat Nick memilih untuk beristirahat sambil mencoba sate yang banyak mendapatkan pujian di media sosial.
”Saya mau coba sate Ibu Oon karena banyak komentar positif di Google Maps. Ternyata enak,” ujarnya.
Menurut Nick, jalur ini tidak bakal ditinggalkan oleh seluruh pelintas Bandung-Cirebon. Bahkan, jalur ini cocok untuk rekreasi atau sekadar touring karena kendaraan besar tidak lewat jalur ini lagi.
Di sepanjang jalur, para pengendara akan disajikan pemandangan hamparan sawah dan perbukitan di ujung pandangannya. Jalan berliku membelah hutan hingga melintasi tanjakan dan turunan menjadi keseruan yang dijalani pelintas, seperti Nick yang memang sengaja berkendara jauh untuk melepas jenuh.
”Sayangnya kalau malam rada serem. Lampu jalan hanya sedikit. Kalau pengguna motor kayak saya jadi sulit. Kalau masalah jalan, justru akan lebih seru kalau tidak ada truk. Ngeri ngeliat roda mereka gede-gede,” ujarnya tertawa.
Dengan keunikannya, Warung Sate Ibu Oon dan ribuan pelaku usaha lain bisa bertahan meski Jalan Nasional 5 ini sepi dari pengunjung. Dengan cita rasa yang unik dan khas, akan tetap ada pelanggan yang singgah sambil menikmati jalur pos penuh sejarah ini.
”Kami akan tetap bertahan di sini. Warung Sate Ibu Oon sudah paket lengkap antara makanan dan tempatnya, sulit untuk kami pisah. Biarkan para pelanggan tetap menemukan kami di sini,” ujar Rosida mantap.
Baca juga : Hei... Mari Cicipi Nikmatnya Tahu Rasa Keberagaman Ini