Banjir Lahar Hujan Gunung Merapi, 24 Truk Pengangkut Pasir Sempat Terjebak
Hujan deras pada Kamis (3/2/2022) siang menyebabkan banjir lahar hujan di Gunung Merapi. Sebanyak 24 truk pasir sempat terjebak aliran lahar hujan di Sungai Boyong, Sleman. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Hujan deras pada Kamis (3/2/2022) siang di sekitar puncak Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, memicu banjir lahar hujan dari gunung api tersebut. Akibatnya, 24 truk pengangkut pasir sempat terjebak aliran lahan hujan di Sungai Boyong. Tidak ada korban jiwa karena para awak truk berhasil menyelamatkan diri.
”
Hujan lebat di atas (puncak Gunung Merapi) menyebabkan aliran Sungai Boyong juga meningkat. Total ada 24 truk yang terjebak,” kata Kepala Bidang Logistik dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Bambang Kuntoro, saat dihubungi, Kamis siang.
Bambang memaparkan, peristiwa tersebut terjadi pada Kamis sekitar pukul 12.30 di wilayah Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Truk-truk yang terjebak itu merupakan truk pengangkut pasir dari lokasi pertambangan galian C di Sungai Boyong. Sungai Boyong merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunung Merapi sehingga kerap dialiri lahar hujan.
Menurut Bambang, saat banjir lahar hujan, truk-truk tersebut telah diisi dengan pasir dan sedang bersiap untuk keluar dari lokasi pertambangan. Namun, berdasarkan laporan BPBD Sleman, ada tiga truk yang patah as sehingga tidak bisa berjalan. Kondisi itu mengakibatkan truk-truk lain ikut kesulitan meninggalkan lokasi pertambangan. “Jalur keluar truk ini hanya satu, sedangkan truk yang paling depan patas as sehingga menutupi jalur truk-truk lainnya,” katanya.
Bambang menambahkan, saat aliran lahar hujan kian deras, para awak truk akhirnya menyelamatkan diri. Adapun sebanyak 24 truk akhirnya terjebak aliran lahar hujan.
Dari 24 truk yang terjebak, ada satu truk yang terguling. Namun, beberapa jam kemudian, sebagian besar truk telah berhasil dievakuasi. Hingga Kamis sekitar pukul 15.50, kata Bambang, tinggal dua truk yang belum berhasil dievakuasi.
Para penambang biasanya juga telah membekali diri dengan radio komunikasi handy talkie untuk mengetahui perkembangan terkini aktivitas Merapi.
Bambang menyatakan, BPBD Sleman sebenarnya sudah berkali-kali menyampaikan imbauan kepada para petambang pasir di lereng Gunung Merapi untuk mewaspadai aliran lahar hujan. Para petambang biasanya juga telah membekali diri dengan radio komunikasi handy talkie untuk mengetahui perkembangan terkini aktivitas Merapi.
Oleh karena itu, apabila terjadi hujan deras di wilayah puncak Gunung Merapi, para petambang biasanya langsung mendapat informasi sehingga bisa menyelamatkan diri. “Harusnya ketika hujan lebat mereka dapat informasi dari radio komunikasi sehingga bisa menyingkir. Tapi karena memang ada truk rusak yang menutupi jalan, jadinya begini,” ungkap Bambang.
Bambang menuturkan, masyarakat yang beraktivitas di lereng Gunung Merapi harus mewaspadai perkembangan aktivitas gunung tersebut, termasuk apabila terjadi hujan lebat. “Kita ini kan ‘tamunya’ Merapi. Jadi, kita harus hati-hati dan waspada,” tuturnya.
Radius bahaya
Selain aliran lahan hujan, masyarakat juga diimbau mewaspadai aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Hingga kini, Gunung Merapi masih berstatus Siaga (Level III). Bahkan, pada 26 Januari 2022, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperbarui rekomendasi terkait potensi bahaya erupsi Gunung Merapi.
Dalam rekomendasi terbaru, radius bahaya erupsi Gunung Merapi diperluas karena topografi lereng gunung api itu mengalami perubahan. Perluasan radius bahaya terjadi pada wilayah aliran Sungai Bedog, Sungai Krasak, dan Sungai Bebeng. Pada rekomendasi sebelumnya, radius bahaya di aliran tiga sungai itu sejauh 5 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi. Namun, pada rekomendasi terbaru, radius bahaya diperluas menjadi maksimal 7 km.
”Seiring perkembangan aktivitas erupsi dan potensi bahayanya, perlu ada pemutakhiran rekomendasi bahaya kembali,” kata Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono.
Eko memaparkan, saat ini, terdapat dua kubah lava di Gunung Merapi yang terus mengalami pertumbuhan. Kubah lava di tengah kawah tumbuh dengan laju rata-rata 5.000 meter kubik per hari, sedangkan kubah lava di sisi barat daya tumbuh dengan laju rata-rata 10.000 meter kubik per hari.
Dari hasil analisis data yang diambil dengan drone atau pesawat tanpa awak serta kamera DSLR, kondisi kedua kubah lava di Merapi dan tebing-tebing puncak sekitarnya masih stabil. Namun, lanjut Eko, data juga menunjukkan perubahan topografi di hulu-hulu sungai di sisi barat daya Gunung Merapi akibat penumpukan material guguran dan awan panas.
“Perubahan topografi lereng akibat aktivitas erupsi berpengaruh kepada potensi bahaya guguran dan awan panas berikutnya. Untuk itu, perlu dilakukan pemutakhiran penilaian bahaya guguran dan awan panas menggunakan data topografi terbaru,” ungkap Eko.
Kondisi itulah yang membuat Badan Geologi memperbarui rekomendasi terkait potensi bahaya erupsi Gunung Merapi. Eko menyatakan, potensi bahaya erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya yang meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, serta Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Selain itu, ada potensi bahaya ke sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sementara itu, lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak Gunung Merapi.
“Masyarakat agar tidak beraktivitas di daerah berpotensi bahaya dan mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi,” tutur Eko.