Radius Bahaya Erupsi Merapi Diperluas, Warga Belum Perlu Mengungsi
Radius bahaya erupsi Gunung Merapi diperluas karena topografi lereng gunung api itu mengalami perubahan. Meski begitu, warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi belum perlu mengungsi.
Oleh
REGINA RUKMORINI, HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperbarui rekomendasi terkait potensi bahaya erupsi Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Radius bahaya erupsi Gunung Merapi diperluas karena topografi lereng gunung api itu mengalami perubahan. Meski begitu, warga yang tinggal di lereng Merapi belum perlu mengungsi.
Berdasarkan data Badan Geologi, perluasan radius bahaya terjadi pada wilayah aliran Sungai Bedog, Sungai Krasak, dan Sungai Bebeng. Pada rekomendasi sebelumnya, radius bahaya di aliran tiga sungai itu sejauh 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Namun, pada rekomendasi terbaru, radius bahaya di wilayah tiga sungai itu diperluas menjadi maksimal 7 km.
”Seiring perkembangan aktivitas erupsi saat ini dan potensi bahayanya, perlu ada pemutakhiran rekomendasi bahaya kembali,” kata Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).
Eko memaparkan, sejak 5 November 2020, Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III). Selain itu, sejak 4 Januari 2021, Merapi juga telah mengalami fase erupsi yang bersifat efusif. Erupsi efusif itu ditandai dengan pembentukan kubah lava yang kemudian diikuti dengan munculnya guguran lava dan awan panas.
Saat ini, terdapat dua kubah lava di Gunung Merapi yang terus mengalami pertumbuhan. Kubah lava yang ada di tengah kawah tumbuh dengan laju rata-rata 5.000 meter kubik per hari, sementara kubah lava di sisi barat daya tumbuh dengan laju rata-rata 10.000 meter kubik per hari. Berdasarkan data 20 Januari 2022, volume kubah lava di tengah kawah sebesar 3.007.000 meter kubik, sementara volume kubah lava barat daya 1.670.000 meter kubik.
Eko menyatakan, dari hasil analisis data yang diambil dengan drone atau pesawat tanpa awak dan kamera DSLR, kondisi kedua kubah lava di Merapi dan tebing-tebing puncak sekitarnya masih stabil. Namun, data juga menunjukkan telah terjadi perubahan topografi di hulu-hulu sungai di sisi barat daya Gunung Merapi akibat penumpukan material guguran dan awan panas.
”Perubahan topografi lereng akibat aktivitas erupsi berpengaruh kepada potensi bahaya guguran dan awan panas berikutnya. Untuk itu perlu dilakukan pemutakhiran penilaian bahaya guguran dan awan panas menggunakan data topografi terbaru,” kata Eko.
Eko menyebut, dengan menggunakan data topografi terbaru, hasil pemodelan menunjukkan apabila kubah lava di sisi barat daya longsor secara masif, akan muncul awan panas guguran ke arah Sungai Bedog, Bebeng, dan Krasak sejauh maksimal 6,3 km serta ke Sungai Boyong sejauh 3,9 km. Adapun jika kubah lava di tengah kawah mengalami longsor secara masif, akan muncul awan panas guguran ke arah Sungai Gendol sejauh 5 km dan Sungai Woro sejauh 3 km.
Kondisi itulah yang membuat Badan Geologi memperbarui rekomendasi terkait potensi bahaya erupsi Gunung Merapi. Eko menyatakan, potensi bahaya erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya yang meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Selain itu, ada pula potensi bahaya ke sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sementara itu, lontaran material vulkanik jika terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak Gunung Merapi.
”Masyarakat agar tidak beraktivitas di daerah potensi bahaya dan mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi,” kata Eko.
Tak berpengaruh
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menyatakan, perubahan rekomendasi bahaya itu tidak berpengaruh pada penduduk yang tinggal di wilayah Gunung Merapi. Hal ini karena tidak ada penduduk yang tinggal di sekitar wilayah Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng dalam radius 7 km dari puncak Gunung Merapi.
Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi belum perlu mengungsi. “Tidak berpengaruh ke penduduk. Kebetulan jarak 7 km tersebut belum ada penduduk yang ke arah Sungai Bedog, Krasak dan Bebeng,” kata Hanik melalui pesan singkat, Rabu malam.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Makwan juga menyatakan, perubahan rekomendasi terkait bahaya erupsi Gunung Merapi itu belum berpengaruh kepada masyarakat di wilayah Sleman. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di wilayah lereng Merapi di Sleman belum perlu mengungsi.
Meski begitu, Makwan mengimbau warga yang tinggal di lereng Merapi untuk terus meningkatkan kewaspadaan. BPBD Sleman juga telah mensosialisasikan rekomendasi terbaru itu kepada para perangkat desa yang lokasinya berdekatan dengan wilayah hulu Sungai Bedog. ”Tetap kewaspadaan menjadi penting karena kita, kan, tidak tahu perubahan kondisi gunung ini seperti apa,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang Edi Wasono mengatakan, masih akan mendiskusikan masalah antisipasi dan pemetaan resiko bencana erupsi Gunung Merapi bersama BPPTKG. Rapat koordinasi dengan BPPTKG itu menurut rencana digelar pada Jumat (28/1/2022).
Edi menambahkan, BPBD Kabupaten Magelang telah menyiapkan tempat pengungsian jika sewaktu-waktu ada warga yang harus mengungsi karena peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Saat ini, Kabupaten Magelang memiliki tempat evakuasi akhir (TEA) yang siap digunakan kapan pun dibutuhkan.
Menurut Edi, berdasarkan pemantauan BPBD Kabupaten Magelang, semua fasilitas di TEA siap digunakan dan hanya perlu dilakukan pembersihan kamar mandi. Di luar TEA juga telah disiapkan rumah-rumah warga sebagai pengungsian. Total jumlah warga Kabupaten Magelang yang berada di kawasan rawan bencana III atau yang berisiko tinggi terkena dampak erupsi Merapi mencapai lebih kurang 53.000 orang.