Dugaan Kekerasan Seksual Anak Belum Terungkap, Korban Meninggal karena Leukemia
CT (10), bocah 10 tahun yang diduga menjadi korban kekerasan seksual, meninggal setelah hampir sebulan dirawat di rumah sakit akibat leukemia yang dideritanya. Kepolisian belum berhasil mengungkap kasus ini.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — CT (10), bocah 10 tahun yang diduga menjadi korban kekerasan seksual, meninggal setelah hampir sebulan dirawat di rumah sakit akibat leukemia yang dideritanya. Hingga kini, kepolisian belum berhasil mengungkap apakah kekerasan seksual betul terjadi dan siapa pelakunya.
CT mengembuskan napas terakhir, Senin (24/1/2022), di pusat perawatan anak pengidap kanker Estella Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof dr RD Kandou, Manado, Sulawesi Utara, sekitar pukul 07.00 Wita. Tim dokter menyimpulkan, ia meninggal akibat kanker darah mieloblastik akut (acute myeloid leukemia).
Penyakit itu terungkap setelah ia dirujuk ke RSUP Kandou pada 29 Desember 2021 dalam kondisi sangat lemah akibat perdarahan yang tak kunjung berhenti dari kemaluannya sejak 7 Desember 2021. ”Setelah dipindahkan ke Estella (pasca-pertolongan gawat darurat), kondisi CT belum stabil sepenuhnya. Kadar darahnya sering naik turun,” kata dr Stefanus Gunawan, dokter spesialis anak yang merawat CT.
Sebelum meninggal, hemoglobin atau protein dalam sel darah merah di tubuh CT hanya 6,9, jauh dari normal di kisaran 11-13. Adapun trombosit atau keping darah yang berperan penting dalam pembekuan darah turun hingga 8.000, sangat jauh dari angka normal, 150.000. Stefanus mengatakan, hal itu yang menyebabkan perdarahan CT tak kunjung berhenti.
CT dirujuk ke RSUP Kandou dalam kondisi buruk. Joel Laihad, dokter spesialis kebidanan yang menanganinya di instalasi gawat darurat (IGD) hampir sebulan lalu, mengatakan, banyak ditemukan lebam di tubuhnya, termasuk tangan, kaki, dan daerah selangkangan. Ia juga lumpuh pada tubuh bagian kiri akibat perdarahan di otak.
Selain perdarahan dari daerah kemaluan, tim dokter juga menemukan robekan pada selaput dara yang, menurut Joel, tampak sudah cukup lama. Kondisi itulah yang mencuatkan dugaan kekerasan seksuat terhadap CT. ”Visum et repertum sudah dilaksanakan dan hasilnya sudah kami serahkan kepada kepolisian,” ujar Joel.
Hesti Lestari, dokter spesialis anak yang juga menangani CT, mengatakan, sulit untuk mengetahui berapa lama almarhum telah menderita luka di selaput daranya, begitu pula penyebabnya. Tim dokter pun menyimpulkan penyebab kematian bukanlah luka akibat kekerasan seksual, melainkan leukemia yang diderita CT. ”Itu dua kasus terpisah,” katanya.
Stefanus menambahkan, CT tidak sempat mendapatkan perawatan untuk kanker darah yang ia derita. Sampel darahnya sudah dikirim ke RS Kanker Dharmais di Jakarta agar tim dokter bisa memberikan perawatan yang tepat baginya. Namun, hasil tes tersebut baru diterbitkan pada pukul 09.20 Wita, dua jam setelah CT wafat.
Sementara itu, kepolisian masih terus berupaya mengungkap kebenaran dugaan kekerasan seksual terhadap CT. Sebanyak 14 saksi telah diperiksa, termasuk ibu kandung dan ayah tiri korban yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen, ayah kandung CT, dan jajaran dokter. Namun, belum ada tersangka yang ditetapkan.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Manado Komisaris Besar Julianto Sirait mengatakan, keterangan saksi dan hasil visum et repertum kini menjadi dua barang bukti utama untuk mengungkap apa yang sebenarnya menimpa CT. Kepolisian belum sempat mengumpulkan bukti yang cukup dari CT sebagai saksi kunci karena kondisi medisnya.
Ini tetap akan kami tindak lanjuti. (Julianto Sirait)
”Tetapi, kami tetap melanjutkan penyidikan dugaan tentang terjadinya pemerkosaan. Ke depan, kami sudah merencanakan langkah-langkah yang lain. Ini tetap akan kami tindak lanjuti,” ujar Julianto tanpa menjelaskan metode yang akan diterapkan kepolisian. Sebelumnya, ia juga telah menyatakan akan menggunakan ”metode khusus”.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Sulut Inspektur Jenderal Mulyatno mengatakan, keadaan yang melingkupi kasus CT saat ini tergolong cukup ”unik”. Kendati begitu, ia menyatakan kepolisian menaruh perhatian yang sangat serius. ”Kami akan pantau perkembangannya setiap hari dan melakukan kerja intensif untuk menemukan cara terbaik mengatasi kasus ini,” katanya.
Data Polda Sulut menunjukkan kekerasan seksual begitu dominan di Sulut. Pada 2021, terdapat 271 kasus pencabulan dan 25 kasus pemerkosaan. Angka ini menurun dari 331 kasus pencabulan dan 34 kasus pemerkosaan pada 2020. Namun, angka ini masih jauh lebih tinggi daripada 137 kasus pencurian motor, kriminalitas terbanyak kedua pada 2021.
Sementara itu, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) Sulut mencatat 475 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2021. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Sulut Kartika Devi Tanos mengatakan, pihaknya telah mengembangkan aplikasi pelaporan warga.
”Kami harap kasus seperti ini tidak terulang lagi. Pada saat yang sama, kami juga akan terus memberikan pendampingan hukum dan psikologis bagi keluarga korban (CT),” kata Devi.