Polda Sulut Janji Segera Temukan Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Bocah 10 Tahun
CT (10), bocah perempuan korban kekerasan seksual di Manado, Sulawesi Utara, masih terbaring lemah akibat luka dan kelumpuhan. Kepolisian masih berusaha keras mencari pelaku.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — CT (10), bocah perempuan asal Manado, Sulawesi Utara, yang menjadi korban kekerasan seksual sejak Desember 2021 masih terbaring lemah akibat perdarahan parah serta kelumpuhan. Kepolisian masih berusaha mengumpulkan bukti untuk menetapkan tersangka.
Dalam konferensi pers, Jumat (21/1/2022), Kepala Kepolisian Daerah Sulut Inspektur Jenderal Mulyatno mengatakan, ibu CT melaporkan kekerasan seksual yang menimpa anaknya ke Kepolisian Resor Kota Manado pada 28 Desember 2021. Saat itu, CT sudah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kandou dalam keadaan kritis.
”Dugaan perbuatan cabul ini bermula dari perdarahan yang dialami korban pada alat kelaminnya, Desember 2021. Ibunya menduga korban sedang menstruasi. Tetapi, setelah beberapa hari pendarahan tak berhenti dan kondisi anak semakin memburuk,” papar Mulyatno.
CT pun dibawa ke dokter umum, tetapi kemudian dirujuk ke RS Tingkat II Robert Wolter Mongisidi, Manado, pada 28 Desember 2021 siang. Dokter yang menangani CT menyarankan agar korban dirujuk ke RSUP Kandou dan ibunya melaporkan kondisi itu ke kepolisian sebagai tindak kekerasan seksual.
Mulyatno mengatakan, Polresta Manado segera berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulut serta tim dokter RSUP Kandou. Visum et repertum pun dilaksanakan dan terungkap ada robekan pada selaput dara korban.
Menurut dokter spesialis anak di Bagian Pediatri Sosial RSUP Kandou, Hesti Lestari, CT diterima dalam keadaan gawat darurat. Perdarahannya cukup parah dan terjadi kelumpuhan pada tubuh sebelah kiri. CT dirawat selama 10 hari di unit perawatan intensif (ICU) dan berhasil melewati fase kritis. CT kemudian dipindahkan ke ruang perawatan khusus anak.
Dari pemeriksaan lanjutan, Hesti mengungkapkan, ada banyak luka lebam di tubuh CT. Pemeriksaan radiologi juga membuktikan ada perdarahan pada otak kanan. ”Terdapat pula kondisi medis yang sangat serius pada korban, yaitu dugaan leukemia,” ujarnya.
Hesti menduga, benturan benda tumpul pada seorang penderita leukemia bisa berakibat fatal, tidak seperti pada orang pada umumnya. ”Kondisinya saat ini juga tidak bisa dibilang ringan. Korban sudah menerima transfusi darah beberapa kali, tetapi kondisi sel-sel darahnya belum stabil. Perlu pemeriksaan lanjutan agar korban dapat penanganan yang lebih tepat,” katanya.
Hingga kini, polisi sudah memeriksa 14 saksi yang meliputi, antara lain, ibu, ayah tiri CT yang bekerja sebagai pengamen, ayah kandung CT, tetangga, serta dokter dan psikolog. Kendati begitu, tersangka belum dapat ditetapkan karena CT belum bisa dimintai keterangan.
”Untuk menetapkan tersangka, kepolisian harus mengumpulkan informasi tentang kronologi kejadian, modus operandi, dan niat jahat pelaku sesuai Pasal 184 KUHAP. Penyidik masih berusaha keras untuk membuktikannya sesegera mungkin,” kata Mulyatno.
Kepala Polresta Manado Komisaris Besar Julianto Sirait mengatakan, kepolisian bahkan sudah memanggil dua orang yang dituding warganet di media sosial sebagai pelaku. Namun, semua baru akan terbukti jika CT, yang ia sebut sebagai saksi kunci, sudah dapat diperiksa.
Demi mengungkap kasus ini, kata Julianto, penyidik akan menggunakan teknik khusus yang tidak bisa ia ungkapkan. Hal ini mengingat kondisi yang tengah dialami CT. ”Polri tidak bekerja sendiri dalam kasus ini. Ada bantuan dari psikolog klinis, dokter, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Sulut,” ujarnya.
Kepala Dinas P3A Sulut Kartika Devi Tanos mengatakan, dirinya sudah mengunjungi korban. Ia menyatakan, Pemerintah Provinsi Sulut akan memberikan bantuan pendampingan hukum dan psikologis serta membiayai pengobatan CT. ”Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Sulut terkait status BPJS (Jaminan Kesehatan Nasional) korban,” katanya.
Devi menyatakan, pemerintah tidak akan meninggalkan korban kekerasan terhadap anak dan perempuan. Apalagi, saat ini program jaminan sosial tidak mencakup korban kekerasan seksual. ”Kami akan coba cari solusi bersama, terutama korban dari keluarga prasejahtera,” ujar Devi.