Pembangunan Bendungan di Hulu Martapura untuk Solusi Banjir Berulang
Pendataan korban dan kerusakan infrastruktur masih dilakukan pascabanjir di daerah hulu Martapura, Banjar, Kalimantan Selatan. Secara sipil teknis, pembangunan bendungan juga disiapkan sebagai solusi banjir berulang.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
MARTAPURA, KOMPAS — Pendataan korban dan kerusakan infrastruktur serta penyusunan rencana kontingensi masih dilakukan pascabanjir di daerah hulu Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Secara sipil teknis, pembangunan bendungan juga disiapkan dan diharapkan jadi solusi mengatasi banjir yang terus berulang di Daerah Aliran Sungai Martapura.
Banjir kembali melanda warga yang bermukim di hulu Daerah Aliran Sungai Martapura, Kabupaten Banjar, pada awal tahun 2022. Banjir itu seperti mengulang kejadian serupa pada awal tahun 2021. Sama seperti tahun lalu, banjir terparah kali ini juga terjadi di wilayah Kecamatan Pengaron dan Simpang Empat dengan ketinggian air lebih dari 2 meter.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar Ahmad Solhan mengatakan, banjir yang melanda daerah hulu Martapura sudah surut. Beberapa upaya penanganan pascabanjir sedang dilakukan, seperti mendata korban dan kerusakan akibat banjir serta menyiapkan rencana kontingensi (renkon) banjir.
Rencana kontingensi merupakan rencana terintegrasi yang berisi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah, masyarakat, serta lembaga usaha dalam menghadapi ancaman bencana. Perencanaan kontingensi bertujuan untuk memastikan kesiapan para pemangku kepentingan dan ketersediaan sumber daya dalam menghadapi potensi kejadian darurat bencana di suatu wilayah.
”Kami juga mengusulkan upaya perbaikan (rehabilitasi dan rekonstruksi) karena ada jembatan yang rusak akibat banjir,”kata Solhan saat dihubungi dari Banjarmasin, Selasa (18/1/2022).
Di samping itu, tindakan sipil teknis juga disiapkan sebagai solusi jangka panjang permasalahan banjir berulang di wilayah Banjar. Banjir di hulu Martapura selama ini selalu disebabkan meluapnya Sungai Riam Kiwa, yang merupakan bagian hulu dari Sungai Martapura.
”Pembangunan Bendungan Riam Kiwa sedang disiapkan sebagai salah satu infrastruktur pengendali banjir. Bendungan itu diharapkan akan efektif mereduksi banjir,”ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Sosial Kalsel, banjir di Pengaron melanda delapan desa serta merendam 1.801 rumah dan 46 fasilitas umum. Sebanyak 2.093 rumah tangga atau 6.259 jiwa di Pengaron terkena dampak banjir. Adapun banjir di Simpang Empat melanda enam desa serta merendam 1.793 rumah. Sebanyak 1.793 rumah tangga atau 5.415 jiwa terkena dampaknya.
Menurut Solhan, diperlukan dua bendungan untuk mengurangi risiko banjir di wilayah Banjar. Hal itu karena ada dua aliran sungai yang bermuara ke Sungai Martapura, yaitu Sungai Riam Kiwa dan Sungai Riam Kanan.”Luapan Sungai Riam Kanan selama ini relatif terkendali karena adanya bendungan atau waduk Riam Kanan,”katanya.
Jadi atensi
Pembangunan Bendungan Riam Kiwa di Banjar menjadi atensi pemerintah pusat dan Pemprov Kalsel. Berdasarkan hasil kajian pengamanan lingkungan hidup berbasis ekoregion di Kalsel diperlukan tindakan sipil teknis melalui pembangunan bendungan untuk mereduksi banjir.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugadirman dalam acara penyerahan dokumen hasil kajian di Banjarbaru, Kamis (13/1/2022), mengatakan, pembangunan bendungan menjadi salah satu rekomendasi penanganan pascabanjir besar melanda Kalsel awal tahun 2021. Banjir kala itu melanda 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.
Menurut Agung, pembangunan bendungan itu harus dilakukan dengan kajian lebih detail. Hal itu mengingat sebagian lokasi pembangunan Bendungan Riam Kiwa di Banjar masih masuk dalam kawasan hutan, yakni sekitar 700 hektar.
”Sesuai arahan Ibu Menteri KLHK agar segera dilakukan pembangunan fisik. Pemerintah pusat akan membantu memfasilitasi pendanaan dan perencanaan yang lebih detail,” katanya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengatakan, sejumlah program sedang dan terus dilakukan untuk mereduksi banjir. Kalsel terus berupaya melakukan berbagai kampanye kepada masyarakat untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim melalui program Desa Sasangga Banua dan program Sungai Martapura Bungas.
Selain itu, Pemprov Kalsel juga melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan pemerintah pusat pada skala tapak dalam mitigasi bencana. Misalnya, melalui program Kampung Siaga Bencana dan Taruna Siaga Bencana dari Kementerian Sosial, program Kampung Iklim dari KLHK, serta prinsip one river one management melalui Sekretariat Forum DAS Barito.
”Berbagai program dan kegiatan itu bertujuan untuk meminimalkan dampak dari bencana banjir. Semua kepala daerah di Kalsel juga harus berkomitmen mengimplementasikan hasil kajian dalam kebijakan pembangunan di daerah masing-masing,” katanya.