Banjir Masih Kepung Warga di Hulu Martapura, Kalsel
Banjir pada awal tahun 2022 masih mengepung warga Kalimantan Selatan yang bermukim di hulu daerah aliran Sungai Martapura. Sebagian warga masih bertahan di lokasi pengungsian mandiri meskipun air sudah berangsur surut.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
MARTAPURA, KOMPAS — Banjir yang kembali terjadi di wilayah Kalimantan Selatan pada awal tahun 2022 ini masih mengepung warga yang bermukim di hulu daerah aliran Sungai Martapura, Kabupaten Banjar. Hingga Kamis (13/1/2022) siang, sebagian warga masih bertahan di lokasi pengungsian mandiri meskipun air sudah berangsur surut.
Tingginya intensitas curah hujan dalam beberapa hari terakhir telah memicu banjir di Kabupaten Banjar dan Hulu Sungai Tengah sejak Selasa (11/1/2022). Banjir di Hulu Sungai Tengah dilaporkan sudah surut, sementara di Banjar masih merendam permukiman warga di Kecamatan Pengaron dan Simpang Empat.
Banjir terparah kali terjadi di Pengaron dengan ketinggian air lebih dari 2 meter pada Rabu, (12/1/2022). Kondisinya pun hampir sama dengan banjir setahun lalu, yakni pada awal 2021. Banjir disebabkan meluapnya Sungai Riam Kiwa, yang merupakan bagian hulu Sungai Martapura.
”Banjir di Pengaron dan Simpang Empat sudah mengalami penurunan sekitar 1 meter. Namun, kebanyakan warga yang mengungsi belum kembali ke rumah,” kata Azidin Noor, operator radio dan pendataan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Dinas Sosial Provinsi Kalsel, yang berada di posko banjir Kecamatan Simpang Empat, saat dihubungi pada Kamis siang.
Azidin tidak bisa menyebut secara pasti jumlah warga yang mengungsi karena tidak terdata di posko. Sebagian warga mengungsi ke rumah kerabatnya yang memiliki loteng, sebagian lagi mengungsi ke kebun karet. ”Tidak ada posko pengungsian di kantor kecamatan. Adanya posko dapur umum,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Kalsel, banjir di Kecamatan Pengaron melanda delapan desa, merendam 1.801 rumah warga dan 46 fasilitas umum. Sebanyak 2.093 keluarga atau 6.259 jiwa terkena dampak banjir. Adapun, banjir di Simpang Empat melanda enam desa serta merendam 1.793 rumah warga. Sebanyak 1.793 keluarga atau 5.415 jiwa terkena dampaknya.
Banjir di Banjar sebelumnya juga melanda Kecamatan Sungai Pinang dan Telaga Bauntung. Jika ditambah dengan data dari dua kecamatan itu, maka jumlah warga terdampak banjir di Banjar sejak Selasa (11/1/2022) tercatat 4.062 keluarga atau 12.280 jiwa.
Untuk membantu korban banjir, ujar Azidin, Tagana Provinsi Kalsel dan Tagana Kabupaten Banjar membuka layanan dapur umum di Simpang Empat, kemudian Tagana Kabupaten Hulu Sungai Selatan membuka layanan dapur umum di Pengaron. ”Masing-masing dapur umum menyiapkan 2.000 bungkus makanan untuk satu kali makan,” katanya.
Mengulang
Banjir di Kalsel awal tahun ini seperti mengulang kejadian serupa pada awal tahun lalu. Pada 14 Januari 2021, banjir mengepung sebagian besar wilayah Kalsel. Dari 13 kabupaten/kota di Kalsel, hanya dua kabupaten yang tidak terdampak banjir pada waktu itu. Banjir pada awal tahun lalu juga bermula di Banjar dan Hulu Sungai Tengah.
Sehari sebelumnya, Kepala Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin Karmana menyampaikan, hingga seminggu ke depan, hampir seluruh wilayah Kalsel masih berpotensi hujan dengan intensitas yang bervariasi, dari ringan hingga lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang. ”Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem dan dampak yang dapat ditimbulkan,” katanya.
Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem dan dampak yang dapat ditimbulkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana dalam acara temu media di Taman Hutan Raya Sultan Adam, Kabupaten Banjar, Rabu (29/12/2021), mengemukakan, Sungai Martapura yang berhulu di Kabupaten Banjar dan bermuara di Kota Banjarmasin memiliki berbagai permasalahan.
Permasalahan di hulu sungai sepanjang 95,64 kilometer itu adalah hilangnya sumber resapan air karena penggundulan hutan dan alih fungsi hutan. Di tengah sungai ada pencemaran berbagai kegiatan domestik. Di hilir sungai ada permukiman kumuh serta pencemaran limbah domestik dan industri.
Karena itu, pada 5 Juni 2021, Dinas Lingkungan Hidup Kalsel meluncurkan program Sungai Martapura Bungas (bersih, unggul, dan asri) sebagai program prioritas untuk memperbaiki kualitas air dan daerah aliran Sungai Martapura.
”Prioritas program Sungai Martapura Bungas adalah pengendalian pencemaran dari limbah domestik dan sampah. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah penanaman masif di sepanjang Daerah Aliran Sungai Martapura,” kata Hanifah.
Menurut Ketua Pena Hijau Indonesia Denny S Ainan, program Sungai Martapura Bungas harus dilakukan secara terpadu. Tak hanya di bagian hilir, tetapi hingga ke bagian hulu. Sebab, luas kawasan hutan tangkapan air di hulu Sungai Martapura, yakni di Sungai Riam Kanan dan Sungai Riam Kiwa mencapai 178.000 hektar (ha). ”Areal seluas 67.000 ha di antaranya sangat kritis dan harus segera diperbaiki,” ujarnya.