Tangis dan Doa Iringi Kepergian Riyan, Berharap Kekerasan pada Anak Tak Terus Terulang
Isak tangis warnai kedatangan ambulans pembawa jenazah Riyan, korban pembunuhan di Wanaraja, Banjarnegara. Bocah 9 tahun ini dibunuh kakak sepupunya yang baru berusia 18 tahun.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Kabut tipis turun perlahan menyelimuti deretan pepohonan pinus. Angin perbukitan meniupkan hawa sejuk dan seketika dinginnya menyergap kulit. Puluhan orang keluar-masuk rumah pasangan muda Rokib dan Khoimah yang dirundung duka. Anak laki-laki semata wayangnya meregang nyawa dan jenazahnya dibuang ke jurang dengan kepala penuh luka. Jerit dan tangis pecah ketika iringan mobil ambulans tiba membawa jenazah Riyan Gilang Romadhon, bocah 9 tahun yang tewas diduga dibunuh kakak sepupunya.
Ratusan warga berbondong-bondong memenuhi jalan Dusun Pecantelan, Desa Wanaraja, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (10/1/2022) sore. Kaum laki-laki bergandegnan tangan membentuk pagar mempersilakan ambulans melintasi jalan berbatu menuju rumah duka pukul 17.40. Para ibu dan anak-anak kecil bergerombol sambil berulang kali mengusap air mata yang jatuh ke pipi serta berujar, ”Astaghfirullah….”
Sesaat setelah ambulans berhenti di depan rumah duka, Rokib yang mengenakan jaket serta kopiyah keluar rumah dituntun sejumlah kerabatnya. Petani kentang yang usianya masih sekitar 30-an tahun itu langsung meronta dan berteriak histeris lalu ambruk digotong orang-orang di sekitarnya.
Setelah dievakuasi ke rumah tetangga di seberangnya, barulah jenazah Riyan yang sudah dibalut kain kafan diturunkan dari ambulans dan dibawa masuk ke rumah duka. Dalam kurun waktu sekitar 30 menit itulah yang jadi kesempatan keluarga besar melihat wajah Riyan untuk terakhir kali sebelum dimakamkan.
”Riyan bocahe nurut banget (anaknya menurut saja). Awake lemu (badannya gemuk). Rajin sekolah, mengaji,” tutur Ramiyati (40), salah satu tetangga yang berulang kali menyeka air matanya.
Alidi (12), teman bermain Riyan yang juga kakak kelas di sekolah, juga ikut terpana melihat temannya digotong dari ambulans ke dalam rumah. ”Saya sering bermain bal-balan dengan Riyan,” tutur Alidi.
Sehari sebelumnya, Minggu (9/1/2022), Riyan diajak pergi bermain dan memancing oleh Wahyudi (18), kakak sepupunya yang rumahnya hanya berjarak sekitar 20 meter. Kepala Dusun V Anto menceritakan, kedua orangtua Riyan bingung ketika Minggu sore anak tunggalnya itu belum juga pulang ke rumah.
”Bapak ibu Riyan saat itu bekerja di ladang. Saat pulang ke rumah, anaknya tidak ada, lalu mencari-cari ke tetangga-tetangga sekitar, tapi juga tidak ditemukan,” tutur Anto.
Anto mengatakan, meski sempat diumumkan di masjid, Riyan belum juga pulang. Saat itu, ada seorang warga yang melihat Riyan diboncengkan Wahyudi naik sepeda motor entah ke mana. Wahyudi pun kemudian dimintai keterangan warga dan diminta menunjukkan di mana Riyan berada. Namun, Wahyudi terus berkelit dan menunjukkan dua lokasi yang tidak benar. Setelah dibawa ke polsek setempat, Wahyudi mengakui bahwa Riyan telah dibunuh dan dibuang ke jurang.
Kemudian, Senin pagi, warga bersama ratusan relawan mencari Riyan di jurang sekitar Hutan Lemah Putih. Mereka pun menemukan jenazah Riyan pukul 05.30.
”Tubuh Riyan tersangkut di dahan pohon di jurang yang dalamnya sampai 200-an meter. Jarak antara bibir tebing dan dahan pohon itu sekitar 20 meter. Tubuhnya tertutupi daun dan tanah. Kami harus memakai tali dan peralatan untuk mengevakuasinya. Ada luka di kepala, yaitu di pelipis dan bagian belakang,” tutur Anto.
Setelah berhasil dievakuasi, jenazah Riyan langsung dibawa ke RSUD Banjarnegara untuk diotopsi. Pihak Polres pun telah menahan Wahyudi untuk diperiksa.
”Sementara (pelaku diduga) ingin menguasai handphone korban,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Donna Briadi. Menurut Donna, pihaknya masih terus mendalami motif dan modus pelaku karena keterangan yang diberikan Wahyudi masih berganti-ganti.
Biasanya seorang anak akan menginternalisasikan apa yang pernah ia lihat dan ia rasakan. Mungkin dia pernah melihat kekerasan dari orangtuanya.
Kepala Desa Wanaraja Eko Guntoro menyampaikan, Wahyudi merupakan kakak sepupu dari Riyan. Wahyudi disebut-sebut tidak pernah bersekolah, apalagi mengaji. Dia anak pertama dari tiga bersaudara. Mereka tinggal bersama sang ibu di desa itu. Sementara ayahnya merantau ke Bojonegoro, Jawa Timur. Eko dan warga sekitar merasa geram sekaligus heran mengapa pelaku bisa setega itu menghabisi nyawa seorang anak kecil.
Pengajar sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Tri Wuryaningsih menilai, pelaku mengalami kasih sayang yang tidak lengkap karena sang ayah merantau ke luar kota. Selain itu, perlu didalami lagi mengapa pelaku bisa sekejam itu. ”Biasanya seorang anak akan menginternalisasikan apa yang pernah ia lihat dan ia rasakan. Mungkin dia pernah melihat kekerasan dari orangtuanya,” tutur Tri.
Tri mengatakan, belajar dari kasus di Wanayasa ini tampak ada keinginan yang tidak terungkapkan dari pelaku, yaitu ingin memiliki telepon seluler. Dalam pengasuhan dan pengawasan, kata Tri, seyogianya dibangun komunikasi yang penuh kasih sayang supaya apa yang menjadi keinginan anak tersampaikan sekaligus juga orangtua bisa memberi pemahaman kepada anak atas kondisi atau keterbatasan yang dialami keluarga.
Dari catatan Kompas, kasus serupa juga pernah terjadi di Banjarnegara pada 2020. Setelah tiga hari tanpa kabar, Mafruf Romadhon (13) ditemukan tak bernyawa di sebuah kebun di Desa Prigi, Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (3/2/2020) malam. Diduga dibunuh. Jenazahnya ditemukan tengkurap, tertimbun sampah dan rumput (Kompas.id, 4/2/2020). Korban dibunuh oleh tetangganya dan juga mengalami kekerasan seksual.
Di tengah duka yang melanda Desa Wanaraja yang berjarak sekitar 35 kilometer arah utara Alun-alun Banjarnegara ini terkandung harapan supaya pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Sementara aparat bekerja, warga melantunkan doa supaya hal serupa tidak terjadi kembali. ”Semoga aman selalu dan tidak terjadi lagi,” ujar Eko.