Dinas Kesehatan Surabaya Laporkan Jual Beli Vaksin ”Booster”
Dinas Kesehatan Kota Surabaya melaporkan dugaan jual beli vaksin Sinovac sebagai ”booster” atau penguat secara ilegal. Pemberian dosis penguat sementara ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Jawa Timur, melaporkan dugaan jual beli vaksin booster atau penguat secara ilegal. Laporan sedang ditindaklanjuti oleh tim penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya.
”Kami telah melaporkannya ke Polrestabes Surabaya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina, Rabu (5/1/2022) petang. Nanik baru sehari secara resmi menjabat Kepala Dinas Kesehatan Surabaya menggantikan Febria Rachmanita yang menjadi Asisten Administrasi Umum.
Menurut Nanik, lembaganya telah mengetahui adanya dugaan jual beli vaksin penguat di Surabaya sehingga menindaklanjutinya dengan pelaporan ke Polri. ”Bagaimana hasil penelusurannya, kami menunggu dari Polrestabes Surabaya,” ujar mantan Sekretaris Dinas Kesehatan Surabaya itu.
Diberitakan dalam Kompas.id, Rabu (5/1/2022), vaksin Sinovac diduga diperjualbelikan sebagai booster atau penguat secara ilegal di Surabaya seharga Rp 250.000. Padahal, di Indonesia, penguat baru diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dengan jenis Moderna.
Vaksinasi ilegal itu pada awalnya akan dilaksanakan 11 Desember 2021 di halaman parkir Pasar Atom, tetapi dipindah ke kantor jasa pengiriman barang di Jalan Biliton. Mereka yang tidak bisa divaksin pada hari itu digeser pada 26 Desember 2021 di kedai kopi di Jalan Kapasan.
Vaksin berbayar, kata Nanik, sementara ini baru untuk vaksin gotong royong yang terbatas melayani badan usaha dan pemberiannya tidak melalui petugas dinas kesehatan atau Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Vaksin berbayar itu berjenis Sinopharm dan penyalurannya ke badan usaha secara langsung ditangani oleh Bio Farma.
Dugaan jual beli vaksin booster di Surabaya itu, menurut Nanik, berada di luar jalur atau tanpa sepengetahuan dinas kesehatan. Seluruh vaksin Sinovac yang diterima dan disalurkan melalui dinas kesehatan tercatat. ”Jika lewat institusi atau lembaga lain, kami tidak mengetahuinya,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Akhmad Yusep Gunawan membenarkan adanya laporan dinas kesehatan tentang dugaan jual beli vaksin Sinovac sebagai booster secara ilegal itu. Laporan diselidiki oleh tim penyidik Satuan Reserse Kriminal.
Masih dalam penyelidikan.
”Masih dalam penyelidikan,” ujar Yusep. Sejauh ini, petugas belum bersedia mengumumkan adakah seseorang atau perwakilan lembaga yang telah diperiksa. Penyelidikan juga belum menyentuh suatu kesimpulan apakah ada keterlibatan lembaga pemerintah, aparatur TNI/Polri, dan atau organisasi massa sebagai pihak yang juga menerima dan menyalurkan vaksin dalam kasus dimaksud.
Saat dihubungi, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim Muhammad Said Utomo mengatakan, Polri agar mengusut tuntas dugaan jual beli vaksin booster di Surabaya itu. Keselamatan masyarakat yang menerima vaksin tidak dijamin, prosedur standar tidak dipenuhi, dan penerima dibebani biaya secara ilegal.
Menurut Said, munculnya kasus jual beli vaksin penguat itu memperlihatkan lemahnya pengawasan dalam penerimaan dan penyaluran vaksin Covid-19. Dalam program imunisasi, vaksin diberikan kepada lembaga pemerintah, TNI, Polri, dan organisasi massa. Penyaluran oleh seluruh lembaga seharusnya tercatat dan terawasi oleh Kementerian Kesehatan dan Satgas Covid-19 pusat.
Adapun untuk organisasi massa, permintaan vaksin dilakukan melalui gubernur dengan pelaksanaan dibantu petugas dinas kesehatan provinsi dan atau kabupaten/kota setempat.