Lemahnya Pengawasan Tingkatkan Potensi Jual Beli Vaksin ”Booster”
Vaksin menjadi salah satu senjata menghadapi Covid-19. Di Indonesia, vaksin penguat atau ”booster” baru diperuntukkan bagi tenaga kesehatan. Namun, diam-diam vaksin penguat buatan Sinovac diperjualbelikan secara ilegal.
JAKARTA, KOMPAS — Lemahnya pengawasan meningkatkan potensi penyimpangan program vaksinasi Covid-19, salah satunya jual beli vaksin Covid-19 dosis ketiga untuk penguat atau booster. Masyarakat sipil perlu dilibatkan untuk mengawasi agar pemberian vaksin tepat sasaran.
Peneliti Transparency International (TI) Indonesia, Agus Sarwono, mendorong pemerintah melibatkan masyarakat sipil dalam memantau vaksinasi di daerah. Hal ini dapat dimulai dengan pendataan yang lebih detail dan transparan sehingga alokasi vaksin tidak disalahgunakan.
”Lemahnya pelibatan masyarakat bisa berdampak pada potensi terjadinya pungutan liar atau jual beli vaksin. Ini tentu sangat merugikan warga, terutama kelompok rentan, seperti warga lansia, yang belum divaksin,” ujarnya dalam dalam konferensi pers daring yang diadakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, Selasa (4/1/2021).
Agus mengatakan, pihaknya menerima laporan adanya pemberian vaksin dosis ketiga kepada nontenaga kesehatan. Padahal, vaksin booster kepada masyarakat umum baru dijadwalkan pada 12 Januari 2022.
Oleh sebab itu, distribusi dan pelaksanaan vaksinasi yang melibatkan banyak pihak, seperti dinas kesehatan, TNI, Polri, dan swasta, perlu dikonsolidasikan lebih baik. ”Dengan minimnya pemantauan warga, sangat mungkin berdampak pada kebocoran vaksin yang tidak sesuai peruntukannya,” jelasnya.
Sementara Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur mengajak semua pihak mengawasi potensi pelanggaran dalam proses vaksinasi. Menurut dia, penyelewengan vaksin sangat mungkin terjadi jika perencanannnya tidak transparan.
”Kami juga membuka pokso paralegal di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) di sejumlah daerah untuk menerima pengaduan masyarakat. Masih ada warga belum mendapatkan vaksin. Ada juga yang tertipu iklan vaksinasi,” ucapnya.
”Booster” ilegal
Sebelumnya, vaksin Sinovac diduga diperjualbelikan sebagai booster secara ilegal di Kota Surabaya, Jawa Timur, seharga Rp 250.000. Padahal, sejauh ini di Indonesia booster vaksin baru diperuntukkan untuk tenaga kesehatan dengan jenis vaksin Moderna.
Informasi awal mengenai peredaran suntikan vaksin ketiga atau booster untuk masyarakat umum di Kota Surabaya ini diperoleh pada 23 November 2021 dari salah satu pembaca Kompas. Dia menginformasikan bahwa tempat ibadahnya di Jalan Undaan, Kota Surabaya, telah dipakai untuk pelaksanaan vaksinasi booster Sinovac.
Baca juga: Sains dan Etik Vaksin Ketiga
”Undangan vaksin dilakukan tertutup melalui pesan WA di kalangan terbatas. Setiap peserta yang ikut vaksin booster diminta bayar Rp 250.000-Rp 300.000,” kata seorang warga.
Lelaki berusia sekitar 30 tahun ini lalu memberikan informasi tentang cara pendaftarannya, termasuk besaran uang dan ke mana harus membayar dan kontak yang bisa dihubungi.
Budiman (24), bukan nama sebenarnya, warga Surabaya, menjadi partisipan untuk membuktikan kebenaran informasi ini. Dia lalu menghubungi Yohanes, yang mengatasnamakan sebagai panitia vaksin booster ini.
Kemudian Yohanes mengutarakan, vaksinasi dilaksanakan pada 11 Desember 2021 di halaman parkir lantai 5 Pasar Atom, Surabaya. Menjelang pelaksanaan, lokasi dialihkan di kantor perusahaan jasa kurir barang di Jalan Biliton. Dia juga menyertakan Google form dan nomor rekening untuk pembayaran. Melalui komunikasi lebih lanjut, Yohanes minta biaya Rp 250.000.
”Saya datang ke lokasi, disambut dua orang, umur 30-an, yang ternyata salah satunya adalah Yohanes. Dia masih sekitar 27 tahun. Saya sempat bingung awalnya karena tidak ada banner. Benar-benar kantor pengiriman barang. Sampai tukang parkirnya tidak tahu,” tuturnya.
Baca juga: Vaksin Ketiga sebagai Pelengkap Setelah Cakupan Terpenuhi
Ia kemudian diminta naik ke lantai tiga kantor tersebut. Dua orang, lelaki dan perempuan, yang mengaku sebagai panitia vaksinasi kemudian memeriksa kartu identitas penduduk (KTP) Budiman untuk dicocokkan dengan daftar nama yang sudah mereka pegang.
”Mereka memegang empat lembar kertas, di tiap lembar ada sekitar 30 nama orang. Ada dua tenaga kesehatan yang bertugas, semuanya perempuan. Satu mengecek tensi dan lainnya menyuntik,” katanya.
Tak berselang lama, Budiman kemudian diperiksa oleh salah satu tenaga kesehatan tersebut. Dia ditanya mengenai keluhan yang dialami saat suntikan vaksin Covid-19 sebelumnya. Saat ditanya mengenai kondisinya saat ini, Budiman mengaku sedang pilek dan batuk sehingga akhirnya disarankan untuk mengikuti pelaksanaan vaksinasi berikutnya.
Budiman kemudian kembali menghubungi Yohanes mengenai jadwal vaksin berikutnya dan diinformasikan akan dilaksanakan pada Minggu, 26 Desember 2021. Diinformasikan vaksinasi akan diadakan di kedai kopi di Jalan Kapasan, Surabaya.
Di kedai kopi
Pada Minggu sekitar pukul 15.00 WIB, Budiman datang ke kedai kopi ini dan disambut oleh Yohanes yang kemudian memintanya untuk naik ke lantai dua. ”Di lantai dua itu bangunan yang setengah jadi. Di sana sudah dua ada perempuan tenaga kesehatan yang sama,” katanya.
Setelah diperiksa tekanan darahnya, Budiman kemudian disuntik. Sebelumnya disampaikan bahwa vaksin hari itu adalah jenis Sinovac.
Kepada tenaga kesehatan ini Budiman menanyakan, bagaimana jika ada kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang kemudian dijawab biasanya tidak ada. ”Kalau vaksin 1-2 aman, biasanya yang booster juga aman,” sebut Budiman, menirukan pernyataan salah satu tenaga kesehatan ini.
Namun, saat dimintai nomor kontak dan tempat bertugas untuk antisipasi KIPI lebih lanjut, dua tenaga kesehatan ini menolaknya. Salah satunya kemudian menyarankan agar Budiman meminum obat penurunan panas setelah mendapat suntikan.
Setelah mendapat suntikan, Budiman langsung disuruh pulang, tanpa harus menjalani observasi sebagaimana vaksinasi dosis pertama dan kedua yang didapatkannya. Namun, ia berinisiatif menunggu sambil berbincang dengan Yohanes.
Baca juga: Vaksin Ketiga untuk Pejabat Langgar Ketentuan dan Prinsip Keadilan
Dia menanyakan mengenai KIPI dan apakah suntikan booster ini akan terdaftar di Pedul Lindungi. ”Dia mengatakan tidak didaftar. Namun, Budiman menjamin sejauh ini tidak ada yang sambat (mengeluh) karena KIPI. Dia juga mengatakan, ada peserta booster yang sudah berumur 80 tahun juga aman,” katanya.
Beberapa saat setelah suntikan itu, Budiman mengaku mengalami sedikit nyeri di tangan dan mengantuk. Keluhan yang juga dia rasakan saat vaksin pertama dan kedua, tetapi selebihnya tidak ada keluhan hingga saat ini.
Saat dikonfirmasi, Yohanes mengaku hanya sebagai pelaksana dan tidak mengetahui dari mana vaksin tersebut berasal. ”Saya orang ketiga, tidak tahu dari mana vaksinnya. Saya koordinasikan dulu dengan teman saya orang kedua,” katanya.
Dia juga mengaku tidak mengetahui dari mana tenaga kesehatan yang membantu vaksinasi tersebut. ”Saya hanya bertugas mencari peserta vaksin. Ini untuk kalangan sendiri,” katanya.
Pencatatan
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya Sri Setiyani mengaku tidak tahu-menahu dengan vaksin booster bagi masyarakat umum ini. ”Untuk vaksin yang berbayar ini baru vaksin gotong royong. Tapi ini tak melayani perorangan, hanya badan usaha, ini jenis Sinopharm, dan tidak melalui dinas kesehatan, langsung dengan Bio Farma,” katanya.
Menurut Sri, vaksin dosis penguat hanya untuk tenaga kesehatan dan memakai vaksin yang diproduksi Moderna. ”Vaksin Sinovac hanya untuk program dan belum dipakai untuk booster,” ujarnya.
Sri juga menegaskan bahwa seluruh vaksin Sinovac yang diterima dan disalurkan melalui Dinas Kesehatan Surabaya tercatat. ”Saya tidak tahu vaksin Sinovac yang dipakai (booster) ini dari mana, tetapi ini di luar jalur dinkes. Kalau melalui kami harus ada pencatatan. Kalau lewat institusi lain, kami tidak tahu,” katanya.
Selain melalui dinas kesehatan, Program Vaksinasi Covid-19 juga disalurkan melalui institusi Polri dan TNI, serta sejumlah organisasi massa (ormas). ”Kalau dari TNI/Polri saya tidak tahu, tetapi seharusnya juga ada pencatatan. Kalau yang lewat ormas permintaannya lewat provinsi, tetapi biasanya pelaksanaannya juga melalui dinkes sehingga bisa terpantau, harus dilaporkan di P-Care,” tuturnya.
Aplikasi Primary Care atau P-Care yang dikembangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 nasional. Itu merupakan bagian dari sistem informasi berbasis website. Melalui aplikasi data kepesertaan, riwayat pelayanan kesehatan, termasuk riwayat vaksinasi dan data kunjungan sakit bisa dipantau.
Sri menampik kemungkinan penggunaan vaksin yang telah mendekati masa kedaluwarsa. ”Tetapi tidak bisa kalau melalui kami karena itu juga harus dicatat dan sejauh ini belum ada booster untuk masyarakat umum,” katanya.
Saat ditunjukkan gambar tenaga kesehatan yang terlibat dalam vaksinasi dosis penguat itu, Sri mengaku tidak mengetahuinya. Namun, dia berjanji untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.