Bangun Persaudaraan dan Solidaritas pada Kaum Miskin
Paus Fransiskus mengajak elite dan warga dunia untuk menunjukkan solidaritas terhadap kaum miskin, orang terpinggirkan, dan kelompok yang paling terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
Kris Mada, Cyprianus Anto Saptowalyono, Mahdi Muhammad
·4 menit baca
VATIKAN, SABTU — Pandemi Covid-19 yang berimbas pada berbagai segi kehidupan telah memperparah kesenjangan dan ketidakadilan serta meningkatkan konflik. Terkait hal itu, Natal menjadi momentum untuk mengingatkan pemimpin dan warga dunia agar mengedepankan dialog perdamaian dan memperhatikan masyarakat yang paling terdampak oleh krisis.
Dalam pesan Natal, Urbi et Orbi atau pesan Untuk Kota dan Dunia, yang disampaikan pada Sabtu (25/12/2021) di Vatikan, Paus Fransiskus mengajak elite dan warga dunia mengedepankan dialog serta mengingat mereka yang paling menderita akibat krisis imbas pandemi dan konflik berkepanjangan.
Sementara itu, pada misa malam Natal di Basilika Santo Petrus, Jumat (24/12/2021), Paus berpesan agar umat menunjukkan solidaritas terhadap fakir miskin, kaum papa, dan kelompok yang paling terimbas pandemi.
Paus menyampaikan, uluran tangan sekecil apa pun adalah solidaritas yang diperlukan dalam menghadapi pandemi.
Tema Natal nasional tahun ini, ”Cinta Kasih Kristus Menggerakkan Persaudaraan”, sejalan dengan pesan Paus tersebut. Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Ignatius Kardinal Suharyo mengatakan, persaudaraan yang erat dibutuhkan agar bangsa Indonesia semakin cepat keluar dari dampak pandemi.
Semangat dan inspirasi Natal diharapkan tidak berhenti hanya pada bulan Desember, tetapi menginspirasi gerakan sepanjang sejarah untuk terus membangun persaudaraan.
”Kita dituntut oleh tanggung jawab sejarah untuk merawat dan mengembangkan persaudaraan. Para pendiri bangsa mewariskan sesuatu yang sangat mulia, yaitu semangat cinta Tanah Air. Selain itu, bangsa kita memiliki watak kepedulian,” ujar Suharyo.
Kita dituntut oleh tanggung jawab sejarah untuk merawat dan mengembangkan persaudaraan.
Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengatakan, Natal tahun ini masih dirayakan di tengah keprihatinan karena pandemi belum berakhir.
Karena itu, perayaan Natal diupayakan sesederhana mungkin. Aksi-aksi sosial diharapkan menjadi bagian hakiki dari perayaan Natal, bukan sekadar pelengkap. ”Natal adalah semangat kepedulian, sama seperti Allah yang peduli kepada manusia dan merendahkan diri agar manusia mampu menghampiri-Nya,” ujarnya.
Berlangsung damai
Perayaan Natal di sejumlah daerah di Indonesia berlangsung dengan damai. Gereja dan umat yang mengikuti ibadah Natal menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat untuk mencegah penularan Covid-19.
Gereja-gereja membatasi umat yang hadir maksimal 50 persen dari kapasitas yang ada. Suhu tubuh umat juga diukur dan wajib menjaga jarak. Bahkan, sejumlah gereja menerapkan sistem registrasi untuk memastikan batas kuota umat tetap terjaga di setiap sesi peribadatan.
Ibadah juga dipecah ke dalam beberapa sesi agar umat tidak menumpuk pada saat bersamaan. Di Gereja Katedral Medan, Sumatera Utara, misalnya, ribuan orang hadir di tiga sesi dengan prokes ketat. Petugas tak henti mengingatkan umat untuk mematuhi prokes.
Sementara itu, perayaan Natal di berbagai belahan dunia tampak lebih semarak meski tetap dilakukan dengan prokes yang ketat. Beberapa negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 akibat varian baru Omicron lebih memilih membatasi ibadah Natal secara tatap muka.
Menghindari dialog
Dalam pesannya yang disampaikan di hadapan ribuan pemeluk Katolik di Lapangan Santo Petrus, Paus mengatakan, dewasa ini, ada kecenderungan banyak pihak menghindari dialog. Di tingkat masyarakat, orang-orang cenderung lebih individualistis.
Sementara di level internasional, ada risiko menghindari dialog dan mendorong pengambilan jalan pintas. ”Padahal, hanya jalan dialog yang bisa mengarah pada resolusi konflik yang menguntungkan semua,” ucap Paus yang tahun ini kembali menyampaikan Urbi et Orbi dari balkon tengah luar Basilika Santo Petrus, seperti sebelum pandemi.
Tahun lalu, karena pandemi, Paus menyampaikan Urbi et Orbi dari salah satu ruangan di kompleks Vatikan di hadapan sedikit orang yang saling menjaga jarak.
Padahal, hanya jalan dialog yang bisa mengarah pada resolusi konflik yang menguntungkan semua.
Menurut Paus, konflik tak kunjung reda di berbagai penjuru bumi. Di berbagai tempat, konflik, krisis, dan ketidaksepahaman terus meningkat.
Pertikaian yang berkepanjangan itu memicu penderitaan pada banyak pihak. Paus pun mengajak warga dunia mengingat, konflik dan perang yang saat ini terjadi di berbagai belahan dunia membawa banyak korban dan pengungsi yang tak terhingga. Ia mencontohkan beberapa konflik dan perang, seperti yang terjadi di Suriah, Irak, dan Yaman.
Paus juga mengajak warga dunia mengingat konflik Israel-Palestina yang belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai serta memperhatikan kondisi Bethlehem, yang saat ini tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi.
Tak lupa, Paus mengajak dunia melihat ke Lebanon yang tengah ditekan krisis serta Afghanistan yang membutuhkan bantuan setelah lebih dari 40 tahun dilanda perang. Ajakan mengingat warga yang terdampak perang juga diarahkan ke Myanmar, di mana kasus intoleransi dan kekerasan semakin sering terjadi.
Secara khusus, Paus menyebut sejumlah negara dan kawasan di Afrika yang tengah dilanda konflik, seperti Etiopia dan negara di sekitar Sahel. Selain perang saudara, warga di kawasan itu menjadi sasaran teror. Sementara di bagian lain Afrika, warga menderita karena tekanan ekonomi.
Harapan untuk menyudahi konflik juga disampaikan dalam pesan Natal di Papua. Pastor Paul Tumayang Tandilintin dalam ibadah malam Natal di Gereja Santo Petrus dan Yohanes Argapura, Kota Jayapura, Papua, mengingatkan agar Natal dijadikan momentum bagi umat Kristiani di Papua untuk merekatkan rasa persaudaraan. ”Mari kita tetap hidup berdampingan sebagai saudara,” ujarnya. (AFP/REUTERS/SAM/FLO/TAM/WSI/HRS/FRN/COK/RTG)