Di Misa Malam Natal, Paus Ingatkan Umat untuk Lebih Peduli Kaum Terpinggirkan
Paus Fransiskus di Misa Malam Natal berpesan agar umat lebih mengasihi orang-orang terpinggirkan, kaum miskin, dan yang terdampak pandemi Covid-19. Ia juga menyoroti para pekerja yang kerap mengalami kecelakaan kerja.
Oleh
Mahdi Muhammad
·6 menit baca
VATIKAN, SABTU — Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, meminta umat beriman untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup dan kehidupan serta menunjukkan solidaritas terhadap fakir miskin, kaum papa, serta kelompok yang paling terimbas dampak pandemi Covid-19. Uluran tangan, dalam bentuk sekecil dan sesederhana apa pun, adalah ungkapan solidaritas yang diperlukan warga dunia dalam menghadapi pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir.
Pesan tersebut disampaikan Paus Fransiskus dalam Misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus, Vatikan, Jumat (24/12/2021). Misa itu dihadiri sekitar 2.000 umat dan 200 tokoh agama. Warga, yang tidak dapat mengikuti misa di dalam gedung melihat jalannya misa melalui layar besar di lapangan.
Ini adalah perayaan Natal kedua yang dilakukan dengan hanya sedikit undangan serta protokol kesehatan sangat ketat. Italia mencatat kasus infeksi Covid-19 cukup tinggi, yakni 50.599 kasus, sehari sebelumnya. Walau begitu, undangan yang berada di dalam satu ruangan bersama Paus Fransiskus tahun ini lebih besar dibandingkan dengan perayaan Natal tahun lalu. Tahun lalu, misa Natal hanya dihadiri oleh kalangan internal Vatikan dan para pengawal.
Dalam homilinya, Paus Fransiskus—yang baru berulang tahun ke-85—mengingatkan momen sejarah ketika Yesus dilahirkan. Dia, kata Paus, dekat dengan orang-orang yang terpinggirkan, kaum fakir miskin, kaum papa yang sering kali terlupakan. Mereka yang hidup dalam kesederhanaan menjadi saksi kelahiran Yesus.
”Yesus meminta kita untuk menemukan kembali dan menghargai hal-hal kecil di dalam hidup. Dia menyerukan kepada orang-orang untuk mencari ’hal-hal kecil’ dalam keseharian, baik itu di rumah, di keluarga, di sekolah, maupun di tempat kerja,” kata Paus.
Paus juga mengingatkan agar orang-orang yang hidup mapan dan berkecukupan untuk memperhatikan warga miskin dan kelompok rentan. Dengan pakaian jubah putih, Paus menguraikan homilinya seputar tema kelahiran Yesus yang tidak membawa apa-apa. Semua yang hadir, kecuali Paus, mengenakan masker.
”Saudara-saudaraku, laki-laki dan perempuan, berdiri di hadapan kotak bayi, kita merenungkan hal yang utama, melampaui kerlip lampu dan dekorasi yang memang indah. Kita merenungkan sang bayi ini,” ujar Paus.
Yesus bersama kaum papa
Paus mengatakan, Yesus dilahirkan dalam keadaan miskin. Hal ini seharusnya mengingatkan manusia bahwa melayani sesama itu lebih penting daripada mengejar status sosial, ketenaran sosial, atau menghabiskan waktu hanya dengan mengejar kesuksesan. ”Pada diri mereka (kaum papa) yang dia (Yesus) inginkan untuk dimuliakan,” kata Paus.
”Pada malam cinta ini, semoga kita hanya memiliki satu ketakutan, yaitu menyinggung cinta Tuhan, menyakitinya dengan meremehkan orang miskin dengan ketidakpedulian kita. Yesus benar-benar menyayangi mereka (orang miskin), dan suatu hari kelak mereka akan menyambut kita di surga,” katanya.
Dengan mengutip satu penggalan puisi Emily Dickinson, Paus menambahkan, ”Kita jangan kehilangan pandangan dari surga; marilah kita sekarang menjaga Yesus, memeluknya pada diri orang-orang membutuhkan pertolongan karena pada diri mereka dia diketahui.”
Sembari mengingatkan bahwa para pekerja (para gembala) yang pertama kali melihat Yesus di Bethlehem, Paus mengatakan, para pekerja harus memiliki harga diri. Paus meratapi akan masih banyaknya orang tewas dalam berbagai kecelakaan kerja di seluruh dunia.
”Di hari Kehidupan ini, mari kita ulangi: tidak boleh ada lagi kematian di tempat kerja! Dan marilah kita berkomitmen untuk memastikan hal itu,” kata Paus.
Menurut perkiraan Organisasi Buruh Internasional (ILO), lebih dari 1 juta kasus kematian terkait dunia kerja terjadi setiap tahun.
Pada Sabtu ini, Paus akan menyampaikan pesan bagi kota dan dunia (Urbi et Orbi) dari balkon Basilika Santo Petrus. Pesan Urbi et Orbi tahun diperkirakan masih akan terkait dengan pesan Natal tahun lalu. Pada Natal tahun lalu, Paus mengingatkan soal nasionalisme vaksin yang tidak relevan di tengah pandemi global.
Sepanjang tahun 2021, dunia menyaksikan negara-negara maju, terutama negara dengan ekonomi kuat, menumpuk vaksin dan membiarkan negara-negara miskin kekurangan vaksin untuk melindungi warga masing-masing dari penularan Covid-19.
Afrika adalah salah satu contoh nyata masih kuatnya nasionalisme vaksin mencengkeram dunia. Saat ini, vaksinasi di benua tersebut belum menyentuh dua digit dari total populasinya yang mencapai 1,5 miliar jiwa. Tidak hanya ketiadaan vaksin, Afrika juga kekurangan alat-alat pendukung vaksinasi.
Galur Omicron, yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, kini menjadi temuan mayoritas pada warga dunia yang terinfeksi atau mengalami reinfeksi Covid-19. Persebaran galur baru ini diperkirakan membuat pemulihan dunia pascapandemi akan tersendat.
Natal di negara lain
Sementara itu, dari sejumlah negara dilaporkan, perayaan kelahiran Yesus Kristus di seluruh dunia kali ini tampak lebih semarak dibandingkan dengan perayaan Natal tahun lalu. Tahun lalu, warga dunia berjuang keras menekan kenaikan angka infeksi dan kematian akibat Covid-19. Tahun ini, suasana perayaan Natal agak lebih baik meski di hampir semua lokasi tetap dibatasi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Di Bethlehem, yang diyakini umat Kristiani dan Katolik dunia sebagai lokasi kelahiran Yesus Kristus, otoritas pemerintah tetap membatasi jumlah orang yang hadir di lokasi perayaan. Tahun lalu, Bethlehem membatasi perayaan dengan sangat drastis karena pandemi.
”Dibandingkan dengan tahun lalu, partisipasinya jauh lebih besar, dan ini pertanda yang menggembirakan,” kata Pierbattista Pizzaballa, Patriarkh Latin Jerusalem. Dia mengatakan, semua diharapkan berdoa agar pandemi segera berakhir dan kota Bethlehem dipenuhi peziarah pada perayaan Natal tahun depan.
Sebelum pandemi, rata-rata 3 juta pengunjung datang ke kota tersebut. Pada saat Natal, 10.000 orang memenuhi hotel-hotel yang ada di sekitar kota itu. Separuhnya adalah peziarah luar negeri. Untuk tahun ini, otoritas berupaya menarik pengunjung lokal dari Palestina dan sekitarnya.
Di Paris, jemaah yang hadir di Gereja Saint-Germain-l’Auxerrois di seberang Museum Louvre untuk mengikuti misa perayaan Natal. Gereja ini menjadi pusat perayaan Natal di Paris setelah Katedral Notre Dame terbakar dan kini masih menjalani renovasi.
Semua jemaat yang hadir mengenakan masker dan menyemprot tangan mereka dengan disinfektan ketika masuk ke dalam gedung. Jemaat yang hadir, selain harus tetap mengenakan masker, juga harus menunjukkan tes PCR negatif sebelum datang ke gereja.
”Kami memiliki aturan yang sangat ketat. Wafer komuni yang biasa diletakkan ke tangan jemaah ditiadakan dan juga tidak ada ciuman perdamaian. Tidak ada kontak sama sekali,” kata Monsinyur Patrick Chauvet, Kepala Katedral Notre Dame.
Di Kota New York, AS, yang juga tengah menghadapi persebaran galur Omicron, warganya memilih menghabiskan perayaan Natal di rumah setelah mengantre untuk tes Covid-19. Brianna Sultan dan putrinya yang berusia 8 tahun, Ava, menghabiskan hari Jumat dalam antrean panjang warga yang akan melakukan tes setelah mendapat kabar tentang kasus infeksi Covid-19 di sekolah.
”Ini cara yang mengerikan untuk menghabiskan malam Natal. Sangat mengerikan bahwa kami tidak dapat melihat keluarga kami karena virus Covid-19 ini akan muncul kembali,” kata Sultan.
Banyak gereja di AS membatalkan kebaktian tatap muka, termasuk di Katedral Nasional Washington DC dan Gereja Selatan Tua yang bersejarah di Boston. Gereja-gereja lain merencanakan perayaan Natal di luar ruangan atau secara hibrida, yang campuran antara ibadah secara daring dan langsung.
Di Inggris, yang juga tengah menghadapi gelombang penularan Omicron, sejumlah gereja terpaksa membatalkan kebaktian. ”Anda mungkin harus membatalkan kebaktian, tetapi Anda tidak dapat membatalkan Natal,” kata pendeta April Keech.
Sejumlah warga terpaksa menghabiskan malam Natal di bandara ketika lebih dari 4.300 penerbangan di seluruh dunia dibatalkan. Di AS, maskapai United Airlines dan Delta membatalkan sekitar 300 penerbangan sehari sebelum Natal. Adapun di Jerman, maskapai Lufthansa membatalkan puluhan penerbangan pada Jumat (24/12/2021) setelah puluhan pilotnya menyatakan bahwa mereka tidak bisa bekerja karena sakit. (AP/AFP/REUTERS/SAM)