Membangun dan Menjaga Nadi Sumatera
Pengoperasian tol belum diimbangi perilaku berkendaraan yang baik. Angkutan truk berdimensi dan berbeban berlebih tidak hanya merusak jalan lintas namun juga jalan tol.

Kendaraan melinas di Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (9/12/2021). Tol Trans Sumatera menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Sumut.
Ibarat orang punya masalah jantung, pembangunan tol Trans-Sumatera bak sebuah operasi bypass. Transportasi yang lancar dan peningkatan ekonomi telah dirasakan warga di daerah yang tolnya sudah beroperasi. Namun jalan lintas, budaya bertransportasi, dan pusat pertumbuhan ekonomi baru, perlu terus dibangun dan dibenahi untuk mendukung aliran itu.
Iswanto (25), pengemudi truk, merebahkan tubuhnya di sebuah lapak, di Rest Area KM 269 ruas Kayu Agung-Pematang Panggang di Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (9/2/2021. Ditemani secangkir kopi susu, dia melepas lelah setelah satu hari sebelumnya menyusuri jalan untuk mengangkut 22 ton kelapa dari Jambi menuju ke Jakarta.
Sejak dibuka Januari 2020 lalu, tol yang menghubungkan Palembang-Lampung sepanjang sekitar 231 kilometer (km) itu menjadi jalur pilihannya. “Waktu tempuh dari Jambi ke Jakarta bisa terpangkas satu hari,” kata Iswanto. Jika menggunakan Jalur Lintas Timur Sumatera (Jalinsum) Jambi-Lampung, ia butuh waktu tiga hari
Mulyadi (40), warga Kota Medan, Sumatera Utara, merasakan hal yang sama. Setelah ruas tol Medan-Tebing Tinggi sepanjang 61,8 kilometer tersambung, ia makin sering menengok toko elektroniknya yang ada di Tebing Tinggi.
“Saya sebelumnya harus berangkat pagi-pagi sekali dari Medan karena butuh waktu tiga jam untuk melihat toko saya. Sekarang hanya satu jam,” kata Mulyadi. Ia kini dua kali seminggu datang ke tokonya dari sebelumnya sekali seminggu.

Direncanakan terbentang sepanjang 2.837 km, jalan Tol Trans Sumatera terdiri atas ruas utama sepanjang 1.913 km dan sirip ruas (feeder) sepanjang 924 km. Hingga saat ini, ruas tol yang telah beroperasi menurut data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) per (29/11/2021), sepanjang 673 km di sembilan ruas. Ruas yang masih dalam tahap konstruksi sepanjang 554 km. Sisanya masih dalam tahap persiapan.
Dampak keberadaan tol pun sudah terasa. Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba), Lampung. Umar Ahmad mengatakan, keberadaan tol membuat pemerintah daerah semangat menggerakkan sektor pariwisata dan industri kreatif. Tubaba yang termasuk daerah terisolasi karena tidak dilewati Jalinsum kini menjadi daerah tujuan wisata.
Baca juga:
- Tiga Tahun Meniti Asa di Tol Trans-Jawa
- Urat Rapuh Pulau Sulawesi
- Berkah Trans-Papua yang Meringankan Beban Warga
Setiap pekan ada saja wisatawan dari luar daerah yang berkunjung ke Gedung Sesat Agung, Kota Budaya Uluan Nughik, dan Patung Empat Marga. Di sana juga mulai tumbuh pelaku usaha mikro, kecil, menengah, seperti penjual oleh-oleh, pemandu tur, penginapan, dan usaha kuliner.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumsel, Anton Wahyudi menuturkan, dampak tol sangat dirasakan di Sumsel dan Lampung. Pariwisata di kedua daerah menggeliat. Bahkan program perusahaan travel yakni satu hari berwisata di Lampung pulang-pergi disambut baik masyarakat Palembang yang merindukan keindahan laut di Lampung.

Batuan tebing menjulang tinggi di peraiaran Pantai Pegadungan, Klumbayan, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Karena bentuknya, sebagian orang menyebutnya Gigi Hiu, sebagian orang lain menyebutnya Batu Layar. Lokasi ini menjadi salah satu titik favorit Fotografer mengabadikan keindahan alam di sana.
Kawasan yang belum terhubung tol seperti Sumbar, yang merupakan sirip tol, pun sangat berharap tol segera terwujud. Ketua Asita Sumbar Darmawi mengatakan kehadirannya tol Padang-Pekanbaru akan mengangkat wisata Sumbar.
Jarak tempuh Padang-Pekanbaru yang bisa dipangkas 4-5 jam dari total 8-9 jam akan membuat wisatawan dari Riau lebih mudah berkunjung ke Sumbar. Ia berharap masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam pembebasan lahan yang selama ini menjadi kendala agar pembangunan bisa segera selesai.
Dari hasil evaluasi, ODOL merupakan penyebab kecelakaan yang paling banyak di sini, selain overspeed. (Gede Indrajana)
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi menyatakan keberadaan jalan tol akan membuat pergerakan barang dan jasa makin optimal. Dari segi ekspor-impor, arus lalu lintas yang lancar dari arah utara dan timur Pelabuhan Teluk Bayur akan meningkatkan volume ekspor-impor. Apalagi Teluk Bayur di pantai barat Sumatera, mengarah langsung ke Afrika, India, Myanmar, dan Arab.
Kelebihan Muatan
Namun, pengoperasian tol belum diimbangi budaya berkendaraan yang baik. Pemerintah bahkan melarang kendaraan pengangkut produk industri sawit melintasi jalan tol khususnya ruas Pekanbaru-Dumai karena banyak angkutan sawit memiliki dimensi dan muatan lebih dari 16 ton sesuai ketentuan (over dimension overload/ODOL). Kondisi itu membuat jalan tol cepat rusak selain juga rawan kecelakaan.

Sebuah truk melaju dari arah Dumai keluar di Gerbang Tol Pekanbaru, Riau, Sabtu (4/12/2021).
Manager Cabang Tol Pekanbaru-Dumai, Gede Indrajana mengatakan, petugas mulai memukul mundur kendaraan ODOL sejak April 2021. "Dari hasil evaluasi, ODOL merupakan penyebab kecelakaan yang paling banyak di sini, selain overspeed," kata Indrajana.
Menurut dia, jumlah kecelakaan di tol Pekanbaru-Dumai menurun signifikan setelah kendaraan ODOL dilarang melintas. Pada Januari-Mei 2021, terjadi 37 kecelakaan di ruas tol itu. Adapun Juni-Oktober, jumlah kecelakaan turun menjadi 15 kasus.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau, Jatmiko Santosa meminta pemerintah memberikan solusi atas hal itu. “Dalam hitungan kami, peraturan ODOL akan membuat biaya logistik membengkak sekitar 40-50 persen," ujar Jatmiko.
Berbeda dengan Riau, di Sumsel, ODOL boleh melintas. Kondisi itu memang membuat jalan tol di Sumsel kerap rusak. Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno pada Oktober 2021 yang menyusuri jalur Palembang-Lampung menemukan di banyak titik kondisi jalan bergelombang bahkan berlubang akibat hal itu. “Perlu ketegasan pemerintah,” kata Djoko.

Sejumlah kendaraan dengan muatan berlebih melintas di ruas tol Trans Sumatera Ruas Kayu Agung- Pematang Panggang-Terbanggi Besar KM 310, Kamis (9/12/2021). Kendaraan ini menjadi salah satu penyebab rusaknya jalan di ruas jalan tol tersebut. Hal ini membuat risiko kecelakaan bagi pengguna tol pun meningkat.
Pantauan Kompas, justru kini kondisi Jalinsum ruas Palembang-Kayu Agung lebih kaik daripada sebelumnya ada tol. Jalan tidak rusak diduga karena tidak dilewati truk ODOL. Hanya saja kondisi jalan kini sepi. Banyak pelaku ekonomi di ruas itu gulung tikar.
Maria Ulfa Lubis (27), pemilih rumah makan di lintas timur mengatakan volume kendaraan tinggal 50 persen. Untuk menjaga usahanya, ia menyewa lapak di rest area KM 268 bersama 10 pedagang makanan lain.Konsumen yang datang ke warungnya adalah pelanggan lamanya yang dulu melintas di Jalinsum.
Kondisi serupa juga terjadi di Sumatera Utara. Setelah tol Medan-Tebing Tinggi tersambung, kawasan perdagangan seperti Pasar Bengkel di Serdang Bedagai sepi.
Meskipun banyak angkutan beralih ke tol, kerusakan jalan di jalur lintas masih terjadi. Runggu Silitonga (45), sopir minibus jurusan Medan – Tarutung, mengatakan keluar dari Gerbang Tol Tebing Tinggi, pengendara langsung berhadapan dengan jalan berlubang.

Jalan tampak berlubang di Jalan Lintas Sumatera Medan-Tebing Tinggi tidak jauh dari Gerbang Tol Tebing Tinggi, di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Kamis (9/12/2021). Kualitas jalan arteri juga harus ditingkatkan untuk mendukung jalan tol.
Ia mengeluhkan kondisi jalan lintas dari Medan hingga Tarutung,Tapanuli Utara yang saat ini kurang baik. Dalam setahun belakangan, jalan semakin banyak berlubang.
Pantauan Kompas, hampir setiap 200 meter selalu ada lubang berdiameter 20-40 sentimeter di jalan. Kerusakan jalan pun semakin parah dari Parapat hingga ke Tarutung.
Anggota Komisi IV DPRD Riau Mardianto Manan mendesak pemerintah tegas mengatasi masalah kendaraan ODOL. Sekadar melarang kendaraan itu tidak melewati tol tidak menyelesaikan persoalan transportasi.
Sesuai peraturan, petugas di jembatan timbang seharusnya memotong bodi kendaraan angkut yang ketahuan kelebihan dimensi atau kelebihan muatan. Namun pemotongan bodi kendaraan atau disebut normalisasi itu tidak berjalan.
Ia melihat jembatan timbang tidak ada gunanya.”Buktinya, jembatan timbang banyak, tetapi jalan tetap rusak," ucap Mardianto.

Kendaraan besar melintas di Tol Trans Sumatera Ruas Kayu Agung- Pematang Panggang-Terbanggi Besar KM 310 di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (9/12/2021). Kendaraan ini menjadi salah satu penyebab rusaknya jalan di ruas tol tersebut. Hal ini meningkatkan risiko kecelakaan bagi pengguna jalan.
Adapun terkait banyaknya usaha di Jalinsum yang gulung tikar karena keberadaan tol, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Selatan Sumarjono Saragih berpendapat, mereka yang lemah dan tak punya daya dalam menghadapi perubahan memerlukan keberpihakan dari pemerintah.
Rusak 5 Persen
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hedy Rahadian mengatakan panjang Jalinsum mencapai 6.717,81 km yang meliputi 195 ruas. tersebar di 6 provinsi, yakni Aceh, Jambi, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Survei pada semester I (Januari-Juni) tahun 2021, menunjukkan tingkat kemantapan jalan nasional di jalur itu adalah 95 persen. Dari jumlah itu, ruas jalan dalam kategori rusak berat adalah 67,98 km atau 1,01 persen, rusak ringan 268 km (3,99 persen). Adapun yang berkategori baik 3.540,58 km (52,7 persen), dan kondisi sedang 2.841,25 km (42,29 persen). Hedy menilai pembangunan Jalinsum harus diikuti dengan rencana pembangunan wilayah yang bisa diimplementasikan.
Adapun pembangunan tol, sampai dengan tahun 2024, ditargetkan sepanjang 1.367 km, dengan prioritas penyelesaian ruas Betung-Pekanbaru. Penyelesaian ruas itu membutuhkan tambahan biaya konstruksi sekitar Rp 61 triliun dan pengadaan tanah sekitar Rp 3 triliun. Sumber pembiayaan kini sedang dikaji.

Sejumlah pekerja sedang memperbaiki jalan di ruas tol Ruas Kayu Agung- Pematang Panggang-Terbanggi Besar KM 310, Kamis (9/12/2021). Perbaikan jalan ini dilakukan jelang angkutan Natal dan Tahun Baru yang diprediksi akan membuat volume kendaraan yang melintas meningkat.
Sedangkan pembangunan tol tahap III sepanjang total 658 km direncanakan setelah tahun 2024, meliputi ruas Dumai-Kisaran sepanjang 293 km dan Pangkalan Brandan-Sigli sepanjang 365 km. Sementara tahap IV sepanjang total 541 km setelahnya.
Kondisi itu menjadikan tidak tercapainya amanat Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, karena ruas utama dan sirip Tol Trans Sumatera belum tersambung hingga 2024.
Kendala utama pembangunan adalah pembebasan tanah, kemampuan mensubsidi proyek melalui penyertaan modal negara, serta investasi konstruksi. “Kami akan terus melihat proses yang berjalan, sambil melihat kondisi keuangan pemerintah,” kata Hedy. (RAM/NSA/JOL/VIO/NDU/LKT)