Otak Pembunuhan Remaja di Lampung Mengaku Sakit Hati pada Korban
Kasus MPA merupakan potret kurangnya dukungan keluarga pada remaja perempuan. Korban terjerumus pada kondisi yang membahayakan jiwa dan fisiknya. Akar masalah ini harus diatasi setegas penindakan hukum terhadap pelaku.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kepolisian Resor Lampung Selatan mendalami motif pembunuhan pada MPA (15), remaja putri yang mayatnya ditemukan di rumah kosong pada 5 Desember 2021. Dari hasil pemeriksaan, teman korban berinisial S (17) yang menjadi otak pelaku pembunuhan itu mengaku sakit hati dengan ucapan korban.
”Mereka berdua pernah ribut dan korban mengeluarkan kata-kata yang menyinggung pelaku,” kata Kepala Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Edwin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (15/12/2021).
Kepada polisi, S mengaku korban pernah memakinya menggunakan kata-kata kotor. Padahal, selama ini korban sering menumpang di rumah kos pelaku. Karena alasan itulah, S menyimpan dendam pada MPA.
Dari penyelidikan lebih lanjut, polisi juga menemukan motif lain yang mendorong S merencanakan pembunuhan. Selama ini, MT (34), buruh bangunan yang menjadi eksekutor pembunuhan itu, merupakan teman kencan S.
Namun, setelah kenal dengan MPA, pria itu justru lebih perhatian pada korban. Hal itu ternyata membuat S kesal karena merasa kehilangan teman kencan.
S lalu menawarkan MT untuk membunuh korban dengan imbalan Rp 500.000. S juga menjanjikan layanan jasa prostitusi jika MT berhasil memerkosa dan membunuh korban.
S kesal karena merasa kehilangan teman kencan.
Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap MPA terungkap saat seorang warga menemukan sesosok mayat yang telah membusuk di sebuah rumah kosong di Desa Sabah Balau, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, pekan lalu.
Tubuh remaja perempuan itu ditemukan tergeletak di lantai tanpa busana. Dari hasil otopsi, MPA meninggal akibat diperkosa dan dibunuh.
Prostitusi daring
Anggota Komisi V DPRD Lampung, Apriliati, mendorong aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Selain menyelidiki kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap MPA, polisi juga harus membongkar dugaan kasus prostitusi anak secara daring yang berkaitan dengan kasus itu.
Menurut dia, MT yang menjadi eksekutor pembunuhan itu harus dihukum maksimal karena melakukan dua tindak kejahatan sekaligus. Namun, ia juga mengingatkan agar proses hukum kasus itu mengacu pada peradilan anak. Pasalnya, pelaku berinisial S yang menjadi otak pembunuhan itu masih anak-anak.
Ia menilai, kasus yang menimpa MPA itu sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak. Orangtua mesti lebih peduli pada anak-anak di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di Tanah Air.
Selain itu, masyarakat sekitar juga mempunyai tanggung jawab moral dan sosial untuk melindungi anak-anak di lingkungan. Jika mengetahui ada kasus kekerasan seksual atau prostitusi anak, warga melapor ke polisi terdekat atau ke lembaga layanan terpadu, seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau kantor polisi.