Melimpahnya Material Lahar Semeru akibat Akumulasi Letusan Sebelumnya
Erupsi Gunung Semeru diduga karena ada longsoran di atas dapur magma akibat tumpukan material dari letusan sebelumnya. Abu vulkaniknya berlimpah meskipun isi atau volume magmanya tidak banyak.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur diikuti guguran awan panas yang turun bersama hujan lebat di sekitar lerengnya, Sabtu (4/12/2021). Akibatnya, terjadi banjir lahar hujan disertai letupan material dan hujan abu. Material lahar ini merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menyelimuti kawah gunung tersebut.
Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman menyebutkan, terkikisnya material abu vulkanik di tudung gunung membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga terjadi erupsi. Meskipun warga cenderung tidak merasakan gempa saat terjadi erupsi, getarannya tetap terekam seismograf. Hal ini disebabkan sedikitnya material di dalam dapur magma.
Visual letusan tidak teramati karena tertutup kabut. Namun, erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 milimeter dalam durasi 5.160 detik.
Mirzam menjelaskan, terdapat tiga penyebab gunung api meletus. Pertama, volume di dapur magmanya sudah penuh. Kedua, karena adanya longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma. Ketiga, terjadi longsoran di atas dapur magma.
Faktor ketiga itulah diduga menjadi pemicu erupsi Semeru. Ketika curah hujan cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya, termasuk dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis air sehingga gunung api kehilangan beban. ”Jadi, meskipun isi dapur magmanya sedikit, bisa dilihat dari aktivitas kegempaan, Semeru tetap bisa erupsi,” katanya.
Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB itu mengatakan, Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A. Ia berkesimpulan, gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun. Erupsi sebelumnya terjadi awal Desember 2020.
”Pada letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak. Tetapi, abu vulkaniknya banyak karena akumulasi dari letusan sebelumnya,” katanya.
Mirzam menyebutkan, berdasarkan peta geologi Semeru, bidang gunung ini tidak horizontal, tetapi miring ke arah selatan. Jika mengacu letusan pada 2020, abu vulkanik mengarah ke tenggara dan selatan sesuai arah angin.
”Begitu juga dengan aliran laharnya karena sungai yang berhulu di puncak Semeru mengalir ke selatan dan tenggara,” ujarnya.
Abu vulkanik Gunung Semeru cenderung berat ditandai dengan warna abu-abu pekat. Hal itu terlihat dari visual di puncak gunung. Pada letusan sebelumnya, abu vulkanik jatuh menumpuk di sekitar area puncak. Hal ini yang menyebabkan melimpahnya material lahar pada letusan kali ini.
Mirzam menambahkan, gunung api mempunyai ancaman bahaya primer dan sekunder. Bahaya primer berkaitan saat gunung meletus, seperti lava, wedhus gembel atau awan panas, dan abu vulkanik. Sementara bahaya sekunder terjadi setelah letusan seperti bahaya banjir bandang dan lahar hujan.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Andiani menyatakan, pihaknya saat ini masih mengamati aktivitas Semeru. Masyarakat dan pengunjung dilarang beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah atau puncak gunung. Larangan ini juga berlaku di kawasan bukaan kawah Semeru di sektor tenggara dan selatan hingga 5 km.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, 13 warga tewas akibat erupsi Semeru. Selain itu, puluhan orang mengalami luka-luka, khususnya luka bakar. Ratusan orang juga mengungsi ke sejumlah lokasi.