Akses Terputus Sulitkan Penyaluran Bantuan dan Evakuasi di Semeru
Awan panas guguran Gunung Semeru telah berdampak di enam desa yang berada di dua kecamatan di Kabupaten Lumajang. Selain itu, sebaran abu vulkanik telah berdampak di 11 desa/kelurahan di sembilan kecamatan.
Oleh
SIWI YUNITA/DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Akses jalan Lumajang-Malang yang terputus menyebabkan bantuan tenaga dan logistik ke Kabupaten Lumajang untuk penanganan warga terdampak erupsi Gunung Semeru terhambat. Bantuan terpaksa harus dikirim melewati Probolinggo atau memutari pegunungan Bromo-Tengger-Semeru.
Peltu Suparman, anggota Koramil Pronojiwo, Lumajang, yang saat ini berada di Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, kawasan terdampak erupsi Semeru, mengatakan, akses ke dusun-dusun di desa itu masih tertutup oleh pepohonan yang tumbang. ”Sebagian warga yang berada di dusun-dusun itu belum bisa dievakuasi,” katanya.
Suparman belum bisa memastikan berapa warga yang terjebak karena sarana komunikasi turut terganggu. ”Hampir semua dusun di Supit Urang belum bisa ditembus, terutama di Kamar A. Selain di Supit Urang, Desa Oro-Oro Ombo pun ada yang dusunnya belum bisa ditembus,” ujarnya.
Saat ini upaya membuka jalan sudah dilakukan, tetapi butuh waktu karena tenaga terbatas. Terputusnya Jembatan Gladak Perak di perbatasan Lumajang dan Malang membuat personel tak bisa cepat sampai di lokasi.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto, Minggu (5/11) pagi ini bertolak ke Lumajang untuk mengunjungi lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru.
Kunjungan Kepala BNPB ini dilakukan guna memastikan tahap-tahap penanganan darurat, khususnya proses evakuasi korban terdampak, dapat berjalan secara optimal. Selain itu, kebutuhan dasar pengungsi tersalurkan dan diterima dengan baik.
”Kami datang untuk memastikan tahap-tahap penanganan darurat, khususnya penanganan pengungsi ini, bisa berjalan secara tepat dan cepat. Dan tentunya kebutuhan dasar dari pengungsi ini akan kami yakinkan untuk dapat terfasilitiasi secara optimal,” kata Suharyanto yang dikutip dari rilis BNPB.
Sebelumnya, BNPB telah mengirimkan tim reaksi cepat guna melaksanakan pendampingan kepada BPBD Kabupaten Lumajang dan BPBD Provinsi Jawa Timur dalam upaya penanganan darurat bencana guguran awan panas Semeru. Selain itu, BNPB juga telah mengirimkan bantuan logistik dan peralatan, seperti selimut, makanan siap saji, terpal, tenda darurat, dan logistik dasar lainnya.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB per Sabtu (4/12/2021), kejadian bencana awan panas guguran Semeru telah berdampak di enam desa yang berada di dua kecamatan di Kabupaten Lumajang. Selain itu, sebaran abu vulkanik telah berdampak di 11 desa/kelurahan di sembilan kecamatan. Hingga Minggu (5/12/2021) data ini masih belum berubah.
Kejadian awan panas guguran Gunung Semeru telah menyebabkan 1 orang warga meninggal, 2 orang hilang, setidaknya 8 orang masih terjebak, 70 orang dilarikan ke puskesmas, dan 300 keluarga mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Sementara itu, kerusakan dan kerugian material masih dalam proses pendataan lebih lanjut.
Besarnya dampak bencana erupsi Semeru pada Sabtu (4/12/2021), menurut Ketua Pusat Studi Kebumian Universitas Brawijaya Malang Adi Susilo, disebabkan tiga hal yang terakumulasi sekaligus.
Di antara sebab tersebut adalah penumpukan material vulkanik sisa erupsi yang terjadi selama ini di puncak akhirnya luruh atau jatuh akibat tidak lagi kuat menahan beban tumpukan. Hari Sabtu lalu, kapasitas tumpukan di atas (di jalur erupsi di puncak) semakin besar karena ditambah munculnya material erupsi baru dan dibarengi hujan.
”Arah erupsi Semeru selama ini menumpuk di tenggara sehingga tenggara Semeru selama ini menjadi daerah rawan sekaligus kaya sumber daya alam akibat erupsi, seperti pasir dan batuan. Lalu, ketika material vulkanik yang menumpuk di atas sudah tidak bisa menempel dan kemiringan tinggi, dibarengi turun hujan, otomatis material itu akan gugur,” kata Adi.
Material vulkanik itu kondisinya masih panas sehingga walaupun kena hujan tetap berbahaya.
Dampak erupsi besar seperti ini, menurut dia, juga pernah terjadi tahun 1970-an. Saat itu jembatan Gladak Perak juga roboh dan kebun-kebun warga lenyap disapu lahar. Adi menambahkan, erupsi kali ini semacam perulangan dampak erupsi pada tahun 1970-an itu.