Dugaan Pelecehan Seksual Terjadi Lagi di Kampus, Kali Ini di Universitas Sriwijaya
Dua dosen di Universitas Sriwijaya diduga melakukan pelecehan seksual, baik verbal maupun fisik, kepada tiga mahasiswanya. Para pelaku terancam hukuman sembilan tahun penjara.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pelecehan seksual diduga kembali terjadi di lingkungan kampus. Polda Sumsel kini tengah menyelidiki dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dua dosen Universitas Sriwijaya terhadap tiga mahasiswi. Salah seorang dosen sudah mendapatkan sanksi dari kampus.
Salah satu kasus terjadi pada 25 September 2021. Peristiwa ini terkuak ketika korban menceritakan kejadiannya di media sosial. Sebelumnya, korban bercerita kepada teman sebayanya dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sriwijaya.
Keluhan korban menarik perhatian kampus yang lantas melakukan pemeriksaan dan mediasi. Namun, karena tidak ada titik terang, korban melaporkan kasus ini kepada polisi.
Sebelumnya, ada dosen lainnya terlibat pelecehan verbal kepada dua mahasiswi. Kedua korban mendapatkan pesan tidak senonoh via aplikasi WhatsApp.
Kepala Subdirektorat IV Remaja, Anak, Wanita di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel Komisaris Masnoni, Kamis (2/12/2021) di Palembang, mengatakan, setelah menerima laporan dari ketiga korban, pihaknya melakukan olah tempat kejadian perkara di Kampus Unsri, Ogan Ilir.
Dalam reka kejadian, korban trauma. Dia terus-menerus menangis. Bahkan, sesekali dia berteriak. ”Keterangan korban sangat kami butuhkan agar kasus ini menjadi jelas,” kata Masnoni.
Dari reka kejadian itu, AD (35), salah seorang dosen, melakukan pelecehan seksual secara fisik di dalam Laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sebelumnya, mereka berjanji bertemu untuk urusan skripsi.
Polisi juga meminta keterangan teman korban dan pengemudi ojek yang biasa mengantar korban ke kampus. Pengemudi ojek menyebut, saat itu, korban keluar dari laboratorium sembari menangis. Penampilannya juga terlihat lusuh.
Akan tetapi, upaya mengungkap titik terang kasus ini tidak sepenuhnya mulus. Masnoni mencontohkan kurangnya dukungan kampus. Hanya untuk membuka laboratorium, penyidik harus menunggu hingga dua jam. Selain itu, ada perubahan tata letak barang di dalam laboratorium, termasuk tidak adanya kamera pemantau.
Selanjutnya, ujar Masnoni, pihaknya akan memanggil dosen terkait kasus ini untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Kelak, para pelakunya bisa dijerat Pasal 293 KUHP tentang pencabulan. Ancaman hukuman maksimalnya sembilan tahun penjara.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unsri Iwan Stia Budi menyayangkan peristiwa ini. Unsri, kata dia, telah memeriksa korban dan dosen tersebut. Dalam pemeriksaan tersebut, dosen itu pun mengakui perbuatannya dan mendapatkan sanksi.
”Perbuatan ini tentu bertabrakan dengan etika dan moral. Kami tentu sangat tegas menyikapi kasus ini,” katanya.
Yeni Roslaini, Direktur Eksekutif Women Crisis Centre Palembang, mengatakan, kekerasan dalam lembaga pendidikan kerap terjadi. Namun, banyak korban memilih diam. Korban takut mendapatkan stigma hingga tekanan dari berbagai pihak.
”Pelecehan seksual memberi trauma mendalam bagi korban. Harus ada wadah pengaduan, perlindungan, dan pendampingan. Penegak hukum juga harus menuntaskan kasus ini agar tidak terulang lagi,” katanya.