Pembunuh dan Penjual Gading Gajah di Aceh Dituntut 4,6 Tahun Penjara
Kejaksaan mulai menganggap kasus kejahatan terhadap satwa lindung sebagai kasus penting. Namun, putusan vonis tetap di tangan hakim.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Idi Rayeuk, Aceh Timur, Aceh, menuntut pembunuhan dan pedagang gading gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kabupaten Aceh Timur dengan hukuman 4,6 tahun penjara. Tuntutan yang cukup tinggi itu, mengingat ancaman hukuman maksimal kasus itu lima tahun penjara, diapreasiasi.
Program Manager Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Missi Muizzan, Kamis (25/11/2021), menilai, tuntutan sedikit di bawah ancaman maksimal patut diapresiasi. Situasi itu menunjukkan kejaksaan mulai menganggap kasus kejahatan terhadap satwa lindung sebagai kasus penting meskipun putusan vonis tetap pada tangan hakim.
”Jaksa penuntut umum telah menunjukkan keseriusannya dalam penanganan perkara konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di Aceh. Sejak tiga tahun terakhir, ini termasuk tuntutan yang tinggi,” kata Missi. Ia juga berharap pelaku dijatuhi hukuman berat karena membunuh gajah dengan sadis untuk memperjualbelikan gadingnya.
Pembacaan tuntutan itu dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Idi Rayeuk Muhammad Iqbal, Rabu (24/11/2021), dalam sidang di Pengadilan Negeri Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur.
Jaksa menuntut terdakwa yang berjumlah lima orang dengan hukuman 4,6 tahun penjara. Mereka adalah ZN (35) yang berperan sebagai pembunuh, EM (41), SN (33), JZ (50), dan RA (46) yang dijerat sebagai penadah.
Gajah jantan itu ditemukan mati tanpa kepala di perkebunan sawit milik perusahaan di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Juli 2021. Potongan gading yang telah dibuat menjadi liontin dan pipa rokok itu disita jaksa sebagai barang bukti di pengadilan.
Muhammad Iqbal mengatakan, pelaku dituntut dengan hukuman maksimal karena pelaku membunuh satwa lindung dengan sengaja untuk diperdagangkan.
Pelaku dituntut dengan hukuman maksimal karena pelaku membunuh satwa lindung dengan sengaja untuk diperdagangkan. (Muhammad Iqbal)
Sebelumnya, Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menuturkan, pihaknya berharap pelaku dihukum maksimal agar memberikan efek jera. Dia juga mengajak warga yang tinggal di kawasan hutan untuk terlibat dalam upaya perlindungan satwa. Pengungkapan kasus-kasus akan lebih mudah dilakukan apabila warga memberikan informasi kepada penegak hukum.
Perburuan gajah sumatera dan perebutan ruang telah membuat keberadaan hewan dilindungi itu nyaris punah. Pada Maret 2021, Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera waktu itu, Eduward Hutapea, menyebut populasi gajah tinggal 693 ekor sejak 2019.
Berdasarkan catatan Kompas, populasinya masih 2.400 ekor pada 2007, lalu menyusut jadi 1.300 ekor pada 2014 (Kompas, 22 Maret 2016). Dengan data terbaru tinggal 693 ekor menandakan populasi gajah sumatera turun hampir 50 persen dalam rentang tujuh tahun (Kompas.id, 30/3/2021).
Kematian tidak hanya terjadi pada gajah-gajah dewasa, tetapi juga anak-anak gajah yang terkena jerat.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Aceh Tengah pada Rabu (24/11/2021) memusnahkan barang bukti tindak pidana perkara konservasi berupa satu kulit harimau, tulang belulang harimau, 71 paruh burung rangkong, dan 28 kilogram sisik trenggiling. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar.