Bansos Belum Tepat Sasaran, Mensos Minta Perbaikan Data Setiap Bulan
Sejumlah aparatur sipil negara hingga orang kaya diduga masih menerima bantuan sosial. Kementerian Sosial berjanji akan memperbarui data setiap bulan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Penerima bantuan sosial dinilai belum sepenuhnya tepat sasaran. Selain orang yang mampu secara ekonomi, sejumlah aparatur sipil negara juga terdata sebagai penerima bansos. Kementerian Sosial berjanji akan memperbaiki data penerima manfaat setiap bulan. Pemerintah daerah juga diminta memverifikasi data bansos secara langsung.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui, masih ada penyaluran bansos yang belum tepat sasaran. Misalnya, aparatur sipil negara (ASN) dan orang kaya. ”Ada rumahnya tiga lantai yang terima bantuan. Hasil rekapan datanya belum selesai,” ujarnya saat berkunjung ke Kabupaten Indramayu, Jabar, Selasa (23/11/2021).
Sebelumnya, terungkap 31.624 ASN yang terindikasi menerima bansos. Dari jumlah tersebut, sebanyak 28.965 orang merupakan ASN aktif, sedangkan sisanya diperkirakan sudah pensiun. Mereka berprofesi sebagai dosen, tenaga medis, dan lainnya. ASN itu diduga mendapatkan bantuan pangan nontunai dan Program Keluarga Harapan (Kompas.id, 22/11/2021).
Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bansos secara Nontunai, penerima bansos adalah seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. ASN tidak disebutkan sebagai salah satu penerima bansos.
Risma berkomitmen akan membenahi data penerima bansos. Selama ini, pihaknya mengelola data sekunder, yakni data hasil usulan pemerintah daerah atau data primer. ”Jadi, rutin kita lakukan tiap bulan untuk daerah memperbaiki data. Data (penerima bansos) berasal dari daerah, tapi saya juga mengevaluasi datanya,” tuturnya.
Pihaknya juga terus berkoodinasi dengan Badan Kepegawaian Negara untuk memastikan tidak ada ASN penerima bansos. Sejauh ini, katanya, data sekunder dari Kemensos relatif benar. ”Namun, data itu tetap kami serahkan ke daerah karena harus ada data primernya. Data ini berasal dari suvei daerah,” ujarnya.
Asisten Daerah Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Indramayu Maman Kostaman mengatakan, sampai saat ini, belum ditemukan ASN Indramayu penerima bansos. ”Walaupun ada, ASN itu bukan merupakan sasaran dan tidak diperkenankan. Pasti akan dikeluarkan dari data (penerima manfaat),” ujarnya.
Walaupun ada, ASN itu bukan merupakan sasaran dan tidak diperkenankan. Pasti akan dikeluarkan dari data.
Menurut dia, pendataan dilakukan dari desa melalui verifikasi faktual. Selanjutnya, musyawarah desa akan menentukan nama-nama calon penerima bansos. Hasil tersebut dikumpulkan dalam skala kabupaten kemudian diusulkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui Pusdatin Kemensos secara daring.
”Cuma, kendalanya Pusdatin Kemensos kadang-kadang enggak update (diperbarui). Misalnya, kita kirimkan (data dari musyawarah) bisa memakan waktu berbulan-bulan,” ujarnya.
Meski demikian, pihaknya terus mendorong pemerintah desa rutin memverifikasi data penerima bansos. Pemdes juga diminta menggunakan dana desa untuk perbaruan data.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDI-P, Selly Andriany Gantina, mengatakan, persoalan data penerima bansos merupakan akumulasi pendataan yang tidak tuntas. Hal itu terjadi sejak pemda menginput DTKS tambahan untuk penanganan Covid-19. Akibatnya, masih ada penerima bansos berstatus ASN atau mampu secara ekonomi.
”Sangat memungkinkan ada usulan (data penerima bansos) dari pemda yang mungkin tidak mau pusing sehingga, ketika diberi kesempatan, mereka langsung mengusulkan nama saja, tanpa ada verfak (verifikasi faktual),” paparnya. Apalagi, pemerintah desa, termasuk puskesmas, harus memverifikasi data di tengah kesibukan menangani Covid-19.
”Solusinya paling tepat (Kemensos) bekerja sama dengan pemda untuk memverfak data-data yang jadi temuan. Pemda juga harus menindaklanjuti betul atau tidak data itu,” ucapnya.