Saat ditanya apakah pegawai pajak yang ditangkap KPK di Sulawesi Selatan adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantaeng Wawan Ridwan, Pelaksana Tugas Jubir KPK Ali Fikri membalas pesan dengan ”emoticon” jempol.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang pegawai pajak di Sulawesi Selatan. Penangkapan tersebut merupakan pengembangan kasus dugaan suap pajak pada 2016 dan 2017, yang menjerat bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji.
”Benar, informasi yang kami peroleh pada Rabu (10/11/2021), tim penyidik KPK menangkap satu pegawai pajak terkait pengembangan perkara dugaan korupsi perpajakan dengan terdakwa Angin Prayitno Aji,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (11/11).
Ali belum memerinci siapa pihak yang ditangkap tersebut. Menurut dia, pegawai pajak itu ditangkap lantaran tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan perkara yang saat ini tengah ditangani KPK.
”Hari (Kamis) ini diagendakan dibawa ke Gedung Merah Putih di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Perkembangannya akan kami sampaikan,” ucap Ali.
Jika merujuk pada saksi-saksi yang pernah diperiksa KPK, tim penyidik KPK pernah memeriksa seorang pegawai pajak dari Sulawesi Selatan pada 21 Mei 2021. Pegawai itu adalah Wawan Ridwan, yang menjabat sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantaeng, Sulawesi Selatan, sekaligus Pemeriksa Pajak Madya Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan periode 2014-2019.
Saat ditanya apakah pegawai pajak yang ditangkap itu benar Wawan Ridwan, Ali Fikri hanya membalas pesan Whatsapp dengan emoticon jempol.
Mengejar semua pihak terlibat
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpandangan, KPK harus mengejar semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut jika memenuhi unsur adanya dugaan korupsi dengan minimal dua alat bukti. Hal ini menjadi penting untuk memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.
”Saya tidak menyebut orang per orangnya. Akan tetapi, siapa pun yang diduga terkait satu rangkaian perbuatan, misalnya juga memerintahkan atau medapatkan manfaat atau ikut menikmati hasil, itu semua patut diduga memenuhi unsur sehingga mestinya KPK mengejar semua itu,” kata Boyamin.
Boyamin juga mengingatkan, kasus ini tak hanya melibatkan orang, tetapi juga korporasi. Untuk itu, ia berharap KPK juga mampu mengejar sampai kepada pimpinan perusahaan atau pemilik perusahaan. Mereka setidaknya dipanggil sebagai saksi karena dianggap mengetahui konstruksi perkara.
Sebelumnya, KPK membuka kemungkinan akan menjerat tiga korporasi dalam kasus dugaan suap pajak ini. Ketiga korporasi itu adalah PT Bank Pan Indonesia, PT Jhonlin Baratama, dan PT Gunung Madu Plantations.
”Nah, KPK harus memperjelas itu dengan memanggil para pemilik perusahaan atau pemimpin perusahaan untuk dimintai keterangan apakah mereka tahu atau tidak, atau sejauh mana mereka mengerti proses perbuatan ini,” kata Boyamin.
Ia berharap KPK tak hanya mengembangkan kasus ini semata-mata sebagai suap pajak, tetapi harus lebih jauh dari itu, yakni merugikan perekonomian negara. Bahkan, untuk beberapa penerima suap, seharusnya KPK juga berani mengenakan mereka pasal pencucian uang.
”Sebab, beberapa kemudian disamarkan dalam bentuk aset atau uang yang dititipkan kepada pihak lain, misal keluarganya. Ada dugaan begitu. Karena itu, penting untuk dikenai pasal pencucian uang,” tutur Boyamin.