Cegah Diklaim, Burgo Masuk Warisan Budaya Tak Benda Nasional
Makanan khas Palembang, burgo masuk dalam jajaran warisan budaya tak benda nasional. Dengan demikian sudah ada lima makanan khas Palembang yang mendapatkan status serupa yakni pempek, tempoyak, bolu 8 jam, dan pindang.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Makanan khas Sumatera Selatan, burgo masuk dalam jajaran warisan budaya tak benda nasional. Dengan demikian, sudah ada lima makanan khas Palembang yang mendapatkan status serupa. Hal ini diharapkan dapat menambah kaya budaya dan kesenian Sumatera Selatan tidak hanya di kancah nasional bahkan dunia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan Aufa Syahrizal, Sabtu (6/11/2021), di Palembang, mengatakan, burgo ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) nasional bulan Oktober lalu. Penetapan ini dilakukan setelah burgo dinyatakan lulus dari sejumlah penilaian.
Makanan khas berbahan dasar tepung beras, sagu, dan ikan gabus ini dalam kesehariannya, menjadi sajian sarapan pagi bagi masyarakat Sumsel. Biasanya disejajarkan dengan makanan khas lain seperti pempek, laksan dan celimpungan. Burgo bertambah gurih dengan siraman santan berbumbu rempah.
Penetapan burgo sebagai WBTB nasional menambah jajaran makanan khas Sumatera Selatan yang mendapatkan status serupa, yaitu pempek, pindang, tempoyak, dan bolu delapan jam. ”Ada satu makanan yang masih dalam penilaian yakni telok abang (telor merah),” ujar Aufa.
Dengan penetapan ini diharapkan dapat membuat burgo dikenal tidak hanya di Sumsel melainkan ke seluruh Indonesia. Ketika hal itu terjadi, diharapkan dapat berdampak pada meningkatnya omset pelaku usaha mikro, kecil, menengah yang memang menjual makanan ini.
Selain itu dengan direngkuhnya status WBTB, lanjut Aufa, diharapkan dapat mencegah adanya klaim dari pihak lain, baik oleh daerah tetangga ataupun negara lain. Berkaca pada pempek, sudah banyak daerah yang mengaku bahwa pempek berasal dari daerahnya anggap saja, Jambi dan Bengkulu.
”Bahan dasar pempek adalah ikan yang banyak tersebar di daerah dan negara lain. Jika kita tidak segera patenkan, bukan tidak mungkin daerah atau negara lain mengklaim makanan khas kita,” katanya.
Saat ini, kata Aufa, pempek sedang diusulkan menjadi WBTB dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Dalam prosesnya ada beberapa hal yang harus dipenuhi melalui sejumlah kajian dari berbagai aspek termasuk nilai sejarah, keunikan, hubungannya dengan masyarakat, dan kekhasan-nya.
”Sekarang masih dalam tahap kurasi. Diharapkan beberapa syarat yang diberikan dapat dilengkapi. Memang ini membutuhkan proses yang lama,” ujar Aufa.
WTBT nasional
Untuk tahun ini, sudah ada lima jenis karya seni dan kuliner yang ditetapkan sebagai WBTB nasional asal Sumsel. Dengan demikian, secara keseluruhan sudah ada 48 karya seni dan kebudayaan termasuk kuliner yang sudah masuk jajaran WBTB nasional.
Sekarang masih dalam tahap kurasi. Diharapkan beberapa syarat yang diberikan dapat dilengkapi. Memang ini membutuhkan proses yang lama. (Aufa Syahrizal)
Asisten II Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumsel, Ekowati Retnaningsih berharap, pelaku usaha tidak hanya puas pada penetapan makanan ini sebagai WBTB, melainkan harus mencari inovasi agar produk yang sudah ditetapkan ini bisa diterima di pasar. ”Jika produk kuliner itu tidak diterima di pasar, yakinlah pasti tidak akan berkembang,” ungkapnya.
Karena itu, diperlukan peran sejumlah pihak untuk melatih para UMKM dalam mengembangkan usahanya. Hal ini diperlukan agar status tersebut tetap bertahan bahkan berkembang.
Sebelumnya, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Selatan Farida Wargadalem berpendapat, akulturasi budaya dalam kuliner Palembang merupakan hasil pertemuan orang dari berbagai bangsa. Pertemuan itu menghasilkan budaya baru lewat perantaraan sungai besar.
Sejak dulu, Palembang memiliki sungai besar yang merupakan pusat peradaban sekaligus menjadikan wilayah itu sebagai kota dagang. Di situ terjadi pertemuan antara satu bangsa dan bangsa yang lain, baik dari daerah uluan (hulu Sungai Musi) maupun dari luar negeri, seperti China, Inggris, Belanda, India, dan Arab.
Mereka dipertemukan dalam ikatan perdagangan sejumlah komoditas. Untuk daerah uluan, mereka menghasilkan komoditas gambir, pinang, dan lada. Adapun dari bangsa lain, mereka membawa kain, rempah, garam, dan keramik.