Bupati Nonaktif Bandung Barat Divonis Lima Tahun Penjara, Anaknya Bebas
Terbukti korupsi, Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim. Sementara anaknya, Andri Wibawa, dan terdakwa lain, Totoh Gunawan, divonis bebas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/11/2021). Ia terbukti melakukan korupsi pengadaan barang bantuan sosial Covid-19 di kabupaten itu. Sementara anaknya, Andri Wibawa, dan terdakwa lain, Totoh Gunawan, divonis bebas.
Aa Umbara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi seperti diatur dalam Pasal 12 Huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp 250 juta kepada terdakwa subsider enam bulan penjara.
”Menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp 2,37 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” ujar Ketua Majelis Hakim Surachmat saat membacakan amar putusannya.
Putusan hakim itu lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada terdakwa. Aa Umbara mengikuti sidang secara virtual di rumah tahanan KPK.
KPK menetapkan Aa Umbara sebagai tersangka korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19. Ia menunjuk anaknya, Andri Wibawa, dalam pengadaan barang kebutuhan pokok. Adapun Totoh Gunawan merupakan pengusaha penyedia barang bansos.
Majelis hakim tidak sependapat dengan jaksa yang mendakwa Andri dan Totoh dengan Pasal 12 Huruf i UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20/2001. Sebab, jaksa dinilai tidak dapat membuktikan unsur pegawai negeri dan penyelenggara negara kepada terdakwa.
”Oleh karena salah satu unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan tunggal tidak terpenuhi, maka terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, terdakwa harus dibebaskan dalam dakwaan itu,” katanya.
Hakim juga memerintahkan agar Andri dan Totoh segera dibebaskan. Selain itu, memulihkan hak kedua terdakwa karena telah divonis bebas.
Jaksa KPK Tonny Pangaribuan menghormati keputusan majelis hakim tersebut. Pihaknya akan berkonsultasi dengan pimpinan lembaga itu untuk mempertimbangkan mengajukan kasasi terhadap dua terdakwa yang divonis bebas.
Tonny menjelaskan, dalam putusan terhadap Aa Umbara, hakim menyebutkan terdapat perluasan pelaku pada kasus tersebut. Sementara pada putusan terhadap Andri dan Totoh, hakim menyebut unsur pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak terpenuhi karena keduanya pihak swasta.
”Kami akan pelajari apa yang menjadi pertimbangan hakim. Mengapa dalam perkara Aa Umbara ada perluasan pelaku, tetapi dalam perkara dua terdakwa lainnya tidak berlaku,” ujarnya.
Penasihat hukum Aa Umbara dan Andri, Rizky Rizgantara, menilai, beberapa putusan hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan. Menurut dia, Aa Umbara yang menjabat sebagai Bupati Bandung Barat tidak dapat dijadikan subyek yang dipersalahkan dalam Pasal 12 Huruf i UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20/2001.
”Sebagaimana keterangan ahli di persidangan yang menyebutkan kepala daerah itu bukanlah pejabat pengadaan, kami akan pertimbangkan mengambil upaya hukum,” ujarnya.