Kemenkumham Sebut Ada Dugaan Tindakan Berlebihan di Lapas Narkotika Yogyakarta
Dugaan penyiksaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta memasuki babak baru. Berdasarkan hasil investigasi Kanwil Kemenkumham DIY, ditemukan adanya dugaan tindakan berlebihan yang dilakukan oleh petugas di lapas itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dugaan kasus penyiksaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta memasuki babak baru. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut diduga ada tindakan berlebihan di lapas itu. Ironisnya, pelapor kasus ini justru meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
”Ada mungkin tindakan-tindakan petugas, bagi napi yang baru datang, untuk menekan atau semacam ospek supaya mengikuti peraturan. Ada mungkin tindakan-tindakan petugas yang melebihi (aturan),” kata Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Budi Argap Situngkir saat dihubungi, Rabu (3/11/2021), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah bekas narapidana Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta mengaku mengalami penyiksaan yang dilakukan petugas lapas. Pengakuan itu disampaikan saat mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Senin (1/11/2021).
Beberapa bentuk penyiksaan seperti dipukuli dengan kayu, kabel, serta potongan selang yang di dalamnya diberi cor-coran semen. Selain itu, ada warga binaan yang disebut mendapat perlakuan tak manusiawi. Mereka dipaksa memakan muntahan sendiri dan masturbasi dengan sambal.
Budi memaparkan, Kanwil Kemenkumham DIY sudah meminta keterangan dari sejumlah petugas Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diduga ada tindakan berlebihan yang dilakukan petugas.
Menurut Budi, ada petugas yang diduga menonjok, menjewer, dan menampar warga binaan atau narapidana. Selain itu, ada yang diduga menyuruh narapidana berguling-guling secara berlebihan.
”Mungkin bisa saja menonjok. Mungkin disuruh berguling-guling terlalu berlebihan. Jangan dibilang kekerasan, tapi melakukan tindakan-tindakan yang mungkin melebihi (aturan),” ungkap Budi.
Budi menyatakan, Kanwil Kemenkumham DIY akan menindak tegas para petugas yang terbukti melakukan tindakan berlebihan dalam waktu dekat. Namun, Budi masih enggan membeberkan bentuk tindakan tegas itu.
”Mungkin bisa kelihatan dalam satu atau dua hari ini apa yang kami lakukan. Kami akan lakukan tindakan tegas terhadap petugas yang menyimpang dan tidak sesuai dengan SOP (prosedur standar operasi),” papar Budi.
Dia sudah berkomunikasi dengan sejumlah bekas narapidana yang melaporkan penyiksaan. Budi menyampaikan permohonan maaf kepada para warga binaan dan bekas warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang menjadi korban tindakan berlebihan dari petugas.
”Kami juga sudah berkomunikasi dengan pihak pelapor. Kasih waktu kami akan menindak, kami tidak setuju dengan perbuatan-perbuatan yang tidak benar atau tindakan yang melebihi aturan,” katanya.
Minta perlindungan
Namun, nasib sejumlah bekas narapidana Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang melaporkan penyiksaan itu justru kini terintimidasi. Mereka berencana meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Anggara Adiyaksa, aktivis hukum yang mendampingi beberapa bekas narapidana itu, mengatakan, perlindungan diajukan karena ada pernyataan dari pihak tertentu yang dinilai sebagai ancaman atau tekanan. Padahal, upaya melaporkan dugaan penyiksaan itu bukan bertujuan untuk menyerang lembaga atau institusi Kemenkumham.
Anggara berharap, laporan ke ORI DIY agar praktik penyiksaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta bisa dihentikan. ”Warga binaan itu manusia sehingga mereka masih bisa dibina baik-baik. Enggak perlu pakai penyiksaan seperti itu,” tuturnya.
Anggara menuturkan, hingga Rabu siang, dirinya telah berkomunikasi dengan 55 orang bekas narapidana Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang mengaku menjadi korban atau saksi penyiksaan di lapas. Sebagian bekas narapidana itu telah bebas sepenuhnya, tetapi ada juga yang masih berstatus cuti bersyarat.
Selain melapor ke ORI DIY, Anggara juga mengaku telah berkomunikasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dia berharap, Komnas HAM segera terjun melakukan investigasi terkait masalah tersebut.
”Kami meminta Komnas HAM untuk segera turut serta melakukan investigasi bersama pihak lapas dan ORI,” ujarnya.